Banjarmasin (ANTARA) - "Si Palui" selama ini dikenal oleh masyarakat Kalimantan Selatan merupakan sosok tokoh dongeng alias cerita rakyat Suku Banjar dengan genre lucu dan menghibur.
Namun di balik kisah lucunya tersebut, Budi Suryadi berhasil mengembangkan keilmuan politik dalam hal menafsir fenomena politik yang berbasis pada akar budaya Banjar, yaitu dongeng Si Palui.
Menurut dia, dongeng Si Palui ketika diliat dari paradigma strukturalisme dapat menjadi dasar ilmiah dalam menafsir fenomena politik Banjar.
"Mitos politik Si Palui dalam Pilkada Kalsel merupakan terobosan baru dalam perspektif keilmuan politik," kata Budi yang membawakan judul orasi ilmiah tersebut ketika pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Sosial dan Politik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) pada Kamis (12/3) di Aula Rektorat ULM Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Dia mengemukakan, konsep-konsep politik yang berkolaborasi dengan kondisi lokal Banjar dalam 5 penafsiran yaitu politik mambanjur, politik bubuhan, politik bakupiah, politik mangarung dan politik tampulu.
Budi mengatakan, tak ada yang menolak kehadiran simbol Si Palui dalam perhelatan pemilihan kepala daerah langsung di Kalimantan Selatan. Bahkan sosok Si Palui memainkan peranan penting sebagai aktor politik dalam 5 penafsiran tersebut.
Pertama politik membanjur. Semakin ramainya pilkada di Kalimantan Selatan, kehadiran sosok politik yang menjadi bakal calon, fenomena ini dari waktu ke waktu semakin bertambah terutama sebelum memasuki tahapan pilkada atau 6 bulan sebelumnya.
Sosok politik itu mengumumkan namanya di media koran lokal atau memasang baliho sebagai bakal calon di salah satu kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Malahan ada yang menjadi bakal calon di 3 kabupaten sekaligus. Walaupun nantinya diketahui umum si bakal calon itu belum tentu resmi mencalon dan malahan tidak jadi mencalon di pemilihan kepala daerah langsung tersebut.
Kedua, politik bubuhan. Sosok politik dalam pencalonan di pemilihan kepala daerah langsung selalu identik dengan kelompok atau bubuhan 'siapa'. Fenomena politik bubuhan terbentuk dalam pemilihan kepala daerah langsung ini melalui jaringan keluarga inti yang menyebar ke cabang keluarga lainnya dan terus berkembang melalui perkawinan silang antar bubuhan.
Jika ada pencalonan kepala daerah dalam pemilihan langsung di Kalimantan Selatan selalu muncul pertanyaan bubuhan siapa itu dan berasal dari mana, siapa yang di belakangnya?, Fenomena politik bubuhan ini lebih dikenal dengan sebutan fenomena politik dinasti. Dimana penguasa diregenerasikan kepada keluarga dekat lainnya, seperti istri, anak dan kemanakan.
Ketiga, politik bekupial. Sosok politik yang menggunakan simbol peci yang berwarna putih atau pun hitam. Penggunaan simbol ini untuk menarik simpatik pemilih yang sesuai dengan tradisi budaya di masyarakat Banjar.
Peci berwarna putih menandakan ketaatan beragama seseorang atau peci berwarna hitam menandakan kebapaan seseorang. Sosok politik selalu menggunakan kupiah ketika berfoto di baliho dan menghadiri acara selamatan untuk memperbesar dukungan pemilih.
Sosok politik ber-kupiah ini ingin menunjukkan pada pemilihnya di masyarakat Banjar, bahwa "saya atau ulun alim jua", yang memiliki ketaatan beragama, atau "ulun seorang kebapaan jua" jadi layak untuk mencalon dan dipilih sebagai pemenang dalam pemilihan kepala daerah langsung di Kalimantan Selatan.
Keempat, politik mengarung. Sosok politik membawa uang dalam karung sebagai modal menambah dukungan pemilihnya. Uang tersebut akan dibagi-bagikan pada orang-orang lain atau masyarakat di wilayahnya dengan pesan agar memilih sosok politik tersebut.
Jika sosok politik calon lain memberi uang pada pemilih dengan jumlah tertentu, maka sosok politik ini akan menambah uang pemberiannya sampai berkali-kali lipat jumlahnya.
Pemakaian karung ini oleh sosok politik tersebut bukannya tanpa alasan. Selain alasan karena uang yang dibawa terlalu banyak jumlahnya, juga untuk menghindari bahaya tak terduga dan kecurigaan maupun perhatian dari pihak-pihak yang berkepentingan. Bayangkan saja uang yang dibawa sosok politik calon sampai mencapai bermilyaran.
Kelima, politik tampulu. Sosok politik yang melihat kesempatan atau peluang mujur yang berpihak padanya, sehingga sosok politik tersebut akan berupaya melakukan tindakan maksimalis untuk kepentingan dan keuntungannya sendiri, tanpa memandang atau peduli dengan resiko jangka pendek maupun jangka panjang terhadapnya.
Bagi sosok politik tersebut, yang penting dan abadi adalah dirinya dan kata pemanfaatan dalam dirinya bahwa kesempatan atau peluang tersebut dianggap tidak akan terulang lagi.
Apalagi pemilihan kepala daerah langsung hanya terjadi 5 tahun sekali, jadi kapan lagi kalo tidak sekarang melakukan upaya keuntungan maksimalis tersebut.
Budi punya harapan besar dari konsep politik lokal tersebut untuk para elit politik maupun masyarakat politik melakukan rekonstruksi politik baru agar pembangunan politik lokal Banjar memberikan kebaikan bersama bagi masyarakat Kalimantan Selatan dan Indonesia pada umumnya.
"Generasi muda yang akan datang dapat mematri rekonstruksi baru ini supaya dapat tercipta pembangunan politik lokal Banjar demi kebaikan bersama," tandas pria kelahiran Kotabaru 22 Januari 1973 itu.
Seiring pengukuhan Prof Dr H Budi Suryadi, S.Sos, MSi sebagai profesor, Universitas Lambung Mangkurat sebagai perguruan tinggi negeri terbaik di Pulau Kalimantan dengan akreditasi A kini memiliki sebanyak 50 guru besar.
Budi yang menjadi guru besar pertama di Program Studi Sosiologi dikenal begitu vokal menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi politik di tanah air saat ini, termasuk untuk pesta demokrasi di Kalimantan Selatan sebagai tanah kelahiran sang akademisi dengan 4 publikasi di jurnal internasional dan 13 publikasi buku tersebut.
Seperti Pilkada serentak 2020 di Kalsel yang dibanjiri calon independen atau jalur perseorangan yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Budi melihat ada pertanda malfungsi dari partai politik (parpol) seiring gejala semakin meningkatnya jumlah calon perseorangan.
Menurut dia, di partai politik terjadi malfungsi, sehingga tidak jalan fungsi rekrutmen politik calon pemimpin daerah. Harusnya parpol di level lokal jadi wadah pengkaderan pemimpin lokal. Namun faktanya, parpol terjebak hanya mengusung calon secara ramai-ramai dibandingkn regeneratif calon pemimpin daerah.
Memulai studi pendidikan tinggi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) ULM tahun 1991, mahasiswa berprestasi tahun 1995 ini kemudian melanjutkan S2 dan S3 Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Menyandang penghargaan dosen berprestasi Fisip ULM tahun 2014 dan dosen berprestasi harapan 1 ULM tahun 2015, Budi kerap dipercaya dalam sejumlah keorganisasian dan bermacam bidang tugas.
Di antaranya anggota Reviewer Nasional Kemenristekdikti sejak tahun 2017, Dewan Pakar Kemendagri tahun 2018-2019, Wakil Ketua Dewan Riset Daerah Kalsel periode 2017-2022, anggota Reviewer LLDIKTI Wilayah XI periode 2019-2021, Ketua Bidang IPHI Wilayah Kalsel periode 2019-2021 hingga sekarang masih menjabat Ketua Pusat Studi ASEAN ULM periode 2017-2020.
Mitos politik Si Palui, terobosan baru dalam perspektif keilmuan politik
Jumat, 20 Maret 2020 18:34 WIB
Mitos politik Si Palui dalam Pilkada Kalsel merupakan terobosan baru dalam perspektif keilmuan politik