Surabaya (ANTARA) - Fashion dan kuliner agaknya akan menjadi "pelabuhan" karier dari mantan empat pelukis cilik bersaudara asal Surabaya saat ini.
Fashion kini ditekuni oleh Sisylia Octavia Candra (33), si sulung dari pasangan Candra Wijaya dengan Farida Wijaya atau Fang-fang ini, sementara Fransisca Augustine Candra dan Grace Florensia Candra memilih menekuni usaha kuliner serta Nathania Caroline Candra masih tetap di dunia melukis.
Fashion bagi Sisyl, panggilan Sisylia, sebetulnya tidaklah berbeda jauh dengan bidang seni ditekuninya sejak kecil hingga empat bersaudara itu menyandang predikat "empat pelukis cilik bersaudara" dan telah memenangi berbagai ajang seni bergensi tingkat nasional maupun dunia.
"Kalau dulu menggambar di atas kanvas dengan akrilik, sekarang menggunakan kertas dengan pensil dan spidol untuk rancangan busana," kata Sisyl kepada Antara di Surabaya.
Ia bercerita, dari kecil memang suka dengan karya-karya rancangan busana dan baru pada 2012 atau sebelum menikah, mulai menekuni seni busana sekaligus bisnis tersebut. waktu kuliah di Kanada, dimana dia juga sambil bekerja paruh waktu di sebuah toko baju turut menjadi pengungkit bagi dirinya untuk merambah dunia seni pakaian.
Dulu, katanya, kalau dia melukis hanya memberikan kepuasan kepada dirinya ketika karyanya diapresiasi orang, dengan merancang busana, kebahagiaan itu bisa dirasakan juga oleh orang lain, yakni penggunanya.
"Ada kesenangan dan kepuasan ketika melihat busana rancangan saya, orang menjadi lebih cantik, termasuk yang badannya gemuk ketika memakai gaun buatan saya menjadi terlihat lebih langsing. Seneng juga lewat rancangan busana ini saya banyak bertemu dengan orang-orang baru," kata lulusan Jurusan Visual Art dari Emily Carr University di Kanada itu.
Saat ini, selain menjual secara konvensional, Sisyl juga merambah dunia online atau dalam jaringan (daring) untuk memasarkan produk-produk busana yang umumnya untuk keperluan pesta dan pernikahan itu.
Untuk pasar, katanya, produk rancangannya mulai merambah Kota Jakarta, Bandung, Riau, dan sejumlah kota di Kalimantan, selain tentu di Kota Surabaya sendiri.
Sisyl menjelaskan bahwa dalam produknya itu dia mengandalkan kesederhanaan tampilan, namun tetap terlihat anggun bagi pemakainya. "Saya memang senang dengan rancangan busana yang tidak terlalu banyak asesorisnya," katanya.
Beberapa konsumennya juga berkomentar bahwa busana rancangan Sisyl sangat bagus di pemilihan dan perpaduan warnanya sehingga terlihat serasi.
Untuk melayani peminat, dia menyediakan dua cara, yakni orang datang memesan gaun sesuai permintaan atau tinggal memilih busana jadi yang sudah siap pakai. Untuk keperluan itu, Sisyl juga membuka showroom guna melayani pembeli di Surabaya dan sekitarnya.
"Untuk yang busana siap pakai ini saya mematok harga maksimal Rp2 juta per potong, sedangkan yang pesanan, paling murah Rp2,5 juta atau sesuai anggaran yang disiapkan oleh pemesan," katanya.
Sisyl mengakui suka dukanya menekuni dunia busana ini, termasuk bagaimana mengelola karyawan dan menghadapi musim-musim atau fluktuasi permintaan yang setiap bulan tidak sama.
"Kalau dulu saat hanya melukis, saya hanya mengurusi diri sendiri, sekarang mengurusi orang lain yang ternyata tidak mudah juga ya. Misalnya saat dikejar waktu penyelesaian pesanan, karyawan justru tidak bekerja. Tapi itulah juga seninya," katanya.
Mengenai musim-musim pesanan, ia menjelaskan bahwa pesanan akan banyak saat musim-musim pernikahan yang hingga mencapai di atas 50 pesanan baju. Sebaliknya, ada juga masa-masa sepi pesanan, terutama saat bulan Syuro dalam kalender Jawa yang di kalangan masyarakat Tionghoa juga menjadi tradisi nyekar ke makam leluhur.
"Tapi di masyarakat kita itu ada kebiasaan menyimpan busana, meskipun tidak sedang dibutuhkan. Misalnya untuk baju anak biasanya disimpan dan dipakai saat ulang tahun atau untuk kegiatan spesial makan malam," katanya.
Ia mengatakan, semua produknya memang dikhususkan untuk pakaian wanita, mulai dari bayi hingga untuk nenek-nenek.
Untuk rancangan busana pernikahan, Sisyl memulai dengan merancang dan membuat busa wedding untuk digunakan sendiri saat menikah tahun 2013. Bahkan untuk April 2020, ia akan merancang busana pernikahan untuk adiknya Nathania Caroline Candra.
Untuk memperkanalkan produk rancangannya, Sisyl telah beberapa kali mengikuti bazar di Jakarta dan Surabaya. Pada Tahun 2020 atau tahun-tahun berikutnya ia berencana mengadakan pameran tunggal sehingga masyarakat bisa lebih mengenal produk-produk yang ia ciptakan.
Sementara Farida Wijaya, ibu dari Sisyl dan ketiga adiknya, mengatakan sangat mendukung semua upaya yang dilakukan anak-anaknya, termasuk Fransisca dan Nathania
"Saya sebagai orangtua, hanya mendukung saja apa yang dikerjakan anak-anak, termasuk Fransisca dan Grace yang kini mulai membuka usaha kuliner, yaitu pembuatan roti dan selai yang juga dijual online," katanya.
Sementara si bungsu Nathania Caroline Candra yang kuliahnya sama dengan kakak-kakanya di Emily Carr University di Kanada, kini masih menekuni dunia gambar, terutama untuk melayani kebutuhan di disneyland dan waterboom. Hal itu diperkiarakan karena masih berkaitan dengan kuliah Nathania yang mengambil jurusan "industrial design".
Fashion dan kuliner jadi "pelabuhan" karier mantan pelukis cilik bersaudara
Selasa, 24 Desember 2019 20:53 WIB