Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Ketua DPRD Banjarmasin, Kalsel, Hj Ananda mengungkapkan, pemerintah kota setempat mau mencabut addendum atau surat perjanjian pembangunan rumah sakit Sultan Suriansyah yang diterbitkan selesai pada 2019.
"Kami ada menerima surat dari Pemkot Banjarmasin, terkait keinginan untuk menarik kembali kesepakatan atau addendum pembangunan rumah sakit," ujar Ananda, di gedung dewan kota, Rabu.
Menurut politisi Golkar ini, di dalam surat itu disebutkan bahwa, kesepakatan perjanjian kerjasama pembangunan yang dibuat antara Wali Kota Banjarmasin dan Ketua DPRD pada tahun 2016 lalu itu akan di cabut.
Untuk selanjutkan dirubah dan disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Sebab ternyata, ucap Ananda, pada proses pembangunan itu tidak dimungkinkan di bangun sebanyak sepuluh lantai, hanya maksimal dibangun lima lantai. Kemudian dari sisi anggaran, kemampuan daerah hanya mampu merealisasikan dengan jumlah tersebut.
"Surat itu tertanggal 10 September itu yang meminta agar dilakukan pencabutan dan perubahan addendum," ungkapnya.
Pemerintah Kota Banjarmasin, jelas Ananda, sepertinya berkeinginan agar masa kerja atau waktu penganggaran dengan system multy years (tahun jamak) anggaran pembangunan rumah sakit itu, yang harusnya berakhir tahun 2019 diperpanjang hingga tahun 2020.
"Jadi kalau itu dilakukan, pembangunan ini bisa dilakukan dan dianggarkan dengan masa waktu yang lebih lama," bebernya.
Pihak DPRD yakinnya, sudah membahas surat permohonan tersebut pada tingkat Badan Musyawarah DPRD, kemudian diteruskan pada panitia Badan Anggaran, apakah pengajuan itu nanti disetujui atau tidak.
"Artinya, kalau itu disepakati dan disetujui. Maka dananya bisa terus berlanjut hingga tahun anggaran tahun jamak berdasarkan kesepakatan yang baru," ujarnya.
Sejauh ini tambah Ananda, kalangan DPRD setempat memaklumi apa yang menjadi permohonan atau pengajuan pihak Pemkot tersebut. Karena memang pada beberapa tahun terakhir, proses pembangunan rumah sakit itu sempat tertunda, hingga ada anggaran tidak terserap.
"Ini terutama terjadi pada tahun 2017 kemarin, sekitar Rp38 miliar yang tidak digunakan. Otomatis ini berdampak pada waktu pekerjaan yang tidak bisa selesai pada target waktunnya, kata Ananda.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
"Kami ada menerima surat dari Pemkot Banjarmasin, terkait keinginan untuk menarik kembali kesepakatan atau addendum pembangunan rumah sakit," ujar Ananda, di gedung dewan kota, Rabu.
Menurut politisi Golkar ini, di dalam surat itu disebutkan bahwa, kesepakatan perjanjian kerjasama pembangunan yang dibuat antara Wali Kota Banjarmasin dan Ketua DPRD pada tahun 2016 lalu itu akan di cabut.
Untuk selanjutkan dirubah dan disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Sebab ternyata, ucap Ananda, pada proses pembangunan itu tidak dimungkinkan di bangun sebanyak sepuluh lantai, hanya maksimal dibangun lima lantai. Kemudian dari sisi anggaran, kemampuan daerah hanya mampu merealisasikan dengan jumlah tersebut.
"Surat itu tertanggal 10 September itu yang meminta agar dilakukan pencabutan dan perubahan addendum," ungkapnya.
Pemerintah Kota Banjarmasin, jelas Ananda, sepertinya berkeinginan agar masa kerja atau waktu penganggaran dengan system multy years (tahun jamak) anggaran pembangunan rumah sakit itu, yang harusnya berakhir tahun 2019 diperpanjang hingga tahun 2020.
"Jadi kalau itu dilakukan, pembangunan ini bisa dilakukan dan dianggarkan dengan masa waktu yang lebih lama," bebernya.
Pihak DPRD yakinnya, sudah membahas surat permohonan tersebut pada tingkat Badan Musyawarah DPRD, kemudian diteruskan pada panitia Badan Anggaran, apakah pengajuan itu nanti disetujui atau tidak.
"Artinya, kalau itu disepakati dan disetujui. Maka dananya bisa terus berlanjut hingga tahun anggaran tahun jamak berdasarkan kesepakatan yang baru," ujarnya.
Sejauh ini tambah Ananda, kalangan DPRD setempat memaklumi apa yang menjadi permohonan atau pengajuan pihak Pemkot tersebut. Karena memang pada beberapa tahun terakhir, proses pembangunan rumah sakit itu sempat tertunda, hingga ada anggaran tidak terserap.
"Ini terutama terjadi pada tahun 2017 kemarin, sekitar Rp38 miliar yang tidak digunakan. Otomatis ini berdampak pada waktu pekerjaan yang tidak bisa selesai pada target waktunnya, kata Ananda.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018