Tanjung, (Antaranews Kalsel) - Dengan wajah bingung Rusmawati (60) warga Selongan bupaten Tabalong, Kalimantan Selatan menyerahkan sejumlah uang ke seorang petugas apotek Rumah Sakit Pertamina Tanjung.

Karena tidak punya uang cukup ibu yang sehari - harinya sebagai asisten rumah tangga atau pembantu ini meminta petugas tersebut menyiapkan obat setengah atau separuh dari resep itu.

Meski porsi obatnya sudah dikurangi bagi Rusmawati biaya Rp715 ribu untuk ongkos berobat ke poli penyakit dalam ini sangat memberatkannya.

Mengingat penghasilannya sebagai asisten rumah tangga Rp800 ribu per bulan tidaklah banyak sedangkan suaminya hanya buruh bangunan yang pekerjaannya tidak menentu.

Rusmawati mengaku jarang sakit namun awal Juli 2018 kondisi tubuh ibu dua anak ini sempat drop dan kehilangan selera makan.

Semula hanya karena masuk angin atau kelelahan namun hampir seminggu sakit akhirnya ia memutuskan pergi ke RS Pertamina dan melakukan pemeriksaan di poli penyakit dalam.

Waktu itu ia hanya membawa uang kurang dari Rp1 juta dan belum memiliki kartu jaminan kesehatan.

"Mulai pemeriksaan kesehatan hingga pengambilan obat semuanya bayar sendiri," ungkap Rusmawaty.

Selain membayar uang obat sebesar Rp715 ribu untuk setengah resep ia pun harus mengeluarkan uang lagi Rp300 ribu untuk pemeriksaan radiologi ke dokter praktik.

Kemudian hasil radiologi disampaikan ke klinik Sikamali Kelurahan Mabuun dan lagi-lagi harus membayar Rp700 ribu untuk biaya konsultasi serta obat tambahan dari dokter spesialis penyakit dalam.

Merasa terbebani dengan mahalnya biaya pengobatan akhirnya Ia pun termotivasi mendaftarkan diri menjadi peserta jaminan kesehatan nasional.

"Terhitung mulai Agustus ini saya sudah terdaftar di BPJS," jelas ibu dua anak ini.

Dengan iuran per bulan Rp25 ribu untuk kelas 3 Rusmawati bersama suaminya Abdullah (62) akhirnya jadi peserta JKN - KIS.

Pembayaran iuran pun ditanggung putra sulungnya yang bekerja di salah satu sub kontraktor PT Adaro Indonesia.

Setelah terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan wanita berpostur besar ini berharap bisa mendapatkan layanan kesehatan tanpa harus terbebani biaya tinggi lagi.

Apa yang dialami Rusmawaty ini bisa jadi pelajaran bagi warga Tabalong lainnya artinya jangan menunggu sakit untuk bisa mendaftar sebagai peserta JKN.

Di Kabupaten Tabalong sendiri 60,62 persen atau 93.486 orang belum terdaftar dalam JKN padahal pemerintah daerah menargetkan 2019 bisa mewujudkan jaminan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC).

Persoalan ini pun menjadi perhatian pemerintah daerah maupun lembaga legislatif menyusul telah dilaksanakannya rapat koordinasi komisi I dewan setempat dengan jajaran BPJS Cabang Barabai.

Pembahasan persiapan menuju Universal Health Coverage (UHC) juga melibatkan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial setempat.

Anggotan Komisi I DPRD Tabalong, Maksum Dahlan mengakui masih banyak warga miskin di `Bumi Saraba Kawa` ini yang belum mendapatkan akses layanan kesehatan.

"Kita targetkan 95 persen masyarakat Tabalong memiliki jaminan kesehatan pada 2019," ujarnya.

Maksum juga meminta seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah ? mengoptimalkan bantuan sosial dari pemerintah pusat agar pembiayaan kesehatan masyarakat tidak terlalu memberatkan APBD.

Termasuk mengalokasikan anggaran jaminan kesehatan untuk mendorong pelaksanaan instruksi Presiden RI nomor 8 tahun 2017.

Kepala BPJS Cabang Barabai Sugiyanto mengatakan sinergi dan dukungan pemerintah daerah dibutuhkan untuk mencapai Kabupaten Tabalong UHC 2019 di antaranya pendaftaran penduduk kurang mampu maupun yang mampu menjadi peserta JKN.

Termasuk mendorong pekerja sektor informal untuk mendaftar JKN-KIS atau sinergi regulasi.

Selanjutnya dengan APBD Tabalong yang mencapai ?Rp1,6 triliun Sugiyanto mengharapkan pemerintah daerah dapat mengikutsertakan masyarakatnya sebagai peserta jaminan kesehatan.

Sugiyanto menyampaikan pemerintah harus mengalokasikan setidaknya Rp2,1 miliar per bulan atau Rp27 miliar per tahun untuk biaya premi BPJS.

"Minimal 10 persen dari dana APBD kabupaten harus dialokasikan bagi kesehatan," jelas Sugiyanto.

Bahkan BPJS akan menerapkan sanksi bagi tiap orang dan pemberi kerja jika tidak terdaftar sebagai peserta BPJS.

Sanksi yang diberikan mulai dari teguran tertulis, denda, hingga tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.

Bentuk lain sanksi berupa tidak mendapatkan pelayanan publik?tertentu untuk pemberi kerja selain penyelenggara negara berupa, perijnan terkait usaha, mengikuti tender?proyek, memperkerjakan tenaga kerja asing hingga ijin mendirikan bangunan.



Kurangnya Kesadaran

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong Taufiqurrahman Hamdie mengatakan masyarakat yang belum menjadi peserta BPJS terbanyak dari kelompok mandiri.

Mengingat kelompok warga miskin di `Bumi Saraba Kawa` ini sudah mendapatkan premi dari Anggaran Pendapatan dan ?Belanja Negara maupun APBD.

Begitu pula kalangan pekerja tentunya kewajiban si pemberi kerja yang mendaftarkan karyawannya sebagai peserta JKN.

Melalui dana tanggungjawab sosialnya kalangan pengusah dapat membantu warga di wilayah kerjanya untuk menanggung premi selama setahun untuk mendongkrak kepersertaan JKN.

"Kesadaran untuk menjadi peserta jaminan kesehatan memang masih rendah sehingga perlu dilakukan sosialisasi," jelas Taufiqurrahman.

Termasuk ketaatan dalam membayar iuran juga harus ditingkatkan mengingat masih banyak.peserta JKN yang lalai membayar cicilan saat dirinya merasa sehat.

Padahal iuran yang dibayar tiap.bulan ?punya fungsi sosial sebagai ?subsidi silang buat saudara lain yang terkena musibah sakit.
 

Pewarta: Herlina Lasmianti

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018