Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Kuasa hukum Pemprov Kalsel selaku tergugat Dr Andi Muhammad Asrun menyatakan, ada kepentingan lebih besar demi menjaga kelestarian lingkungan dengan dicabutnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru oleh Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor.
"Jadi jangan hanya dilihat dari aspirasi masyarakat menolak tambang lalu kemudian gubernur mencabut IUP PT Sebuku, karena ada fakta empiris dimana daya dukung lingkungan sangat rendah," ucap Asrun di Banjarmasin, Kamis.
Hal itu dikatakannya usai sidang lanjutan tiga perkara gugatan PT Sebuku Sejaka Coal, PT Sebuku Batubai Coal dan PT Sebuku Tanjung Coal dengan tergugat Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin.
Berdasarkan hasil kajian akademis, ungkap Asrun, kalau ditambang Pulau Laut yang kecil akan mengalami kerusakan parah dan tidak akan bisa diperbaiki, terutama soal sumber daya air.
Hal itu juga dikuatkan oleh pernyataan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dihadirkan pihak penggugat di persidangan sebelumnya.
"Saksi jelas mengatakan kalau daya dukung sangat rendah tidak bisa dilakukan penambangan. Ini saksi ahli dari penggugat sendiri yang bicara," bebernya.
Apalagi Pasal 145 Undang-Undang Mineral dan batubara (Minerba) menjamin perlindungan pada masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari operasi pertambangan.
"Di dalam penerbitan obyek sengketa pencabutan IUP, juga dasarnya perusahaan hanya melaksanakan 3 dari 41 hak dan kewajibannya yang harusnya dipenuhi. Tentu ini melanggar Pasal 119 UU Minerba karena tidak memenuhi kewajibannya," timpalnya.
Oleh karena itu, tambah Asrun, jangan sampai kepentingan masyarakat lebih besar dikorbankan seperti keberadaan sawah yang abadi milik petani terancam tergerus, termasuk juga jalan provinsi yang dipotong hauling road atau jalan tambang.
Dosen Universitas Pakuan Bogor inipun juga memastikan pertimbangan gubernur mencabut izin tambang yang salah satunya lantaran adanya penolakan masyarakat Pulau Laut, sudah dikaji benar dan melalui proses berjenjang mulai dari masyarakat ke DPRD Kotabaru hingga ke DPRD Provinsi Kalsel dan terakhir disampaikan ke Pemprov Kalsel.
"Jadi bukan karena demo besar-besaran sekarang saja, lalu gubernur mengambil keputusan. Pemprov Kalsel juga sebelumnya memberikan surat peringatan dua kali serta dilakukan kajian akademis. Apalagi sampai dibilang saksi ahli penggugat demo berbayar karena rakyat miskin. Itu jelas penghinaan dan bersifat fitnah lantaran penolakan sudah muncul sejak tahun 2000-an," pungkas Asrun.
Untuk itu, dia mengingatkan majelis hakim yang bertindak atas nama Tuhan dapat memberikan keputusan yang berkeadilan berdasarkan aspirasi masyarakat yang mayoritas menolak keras adanya pertambangan di Pulau Laut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
"Jadi jangan hanya dilihat dari aspirasi masyarakat menolak tambang lalu kemudian gubernur mencabut IUP PT Sebuku, karena ada fakta empiris dimana daya dukung lingkungan sangat rendah," ucap Asrun di Banjarmasin, Kamis.
Hal itu dikatakannya usai sidang lanjutan tiga perkara gugatan PT Sebuku Sejaka Coal, PT Sebuku Batubai Coal dan PT Sebuku Tanjung Coal dengan tergugat Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin.
Berdasarkan hasil kajian akademis, ungkap Asrun, kalau ditambang Pulau Laut yang kecil akan mengalami kerusakan parah dan tidak akan bisa diperbaiki, terutama soal sumber daya air.
Hal itu juga dikuatkan oleh pernyataan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dihadirkan pihak penggugat di persidangan sebelumnya.
"Saksi jelas mengatakan kalau daya dukung sangat rendah tidak bisa dilakukan penambangan. Ini saksi ahli dari penggugat sendiri yang bicara," bebernya.
Apalagi Pasal 145 Undang-Undang Mineral dan batubara (Minerba) menjamin perlindungan pada masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari operasi pertambangan.
"Di dalam penerbitan obyek sengketa pencabutan IUP, juga dasarnya perusahaan hanya melaksanakan 3 dari 41 hak dan kewajibannya yang harusnya dipenuhi. Tentu ini melanggar Pasal 119 UU Minerba karena tidak memenuhi kewajibannya," timpalnya.
Oleh karena itu, tambah Asrun, jangan sampai kepentingan masyarakat lebih besar dikorbankan seperti keberadaan sawah yang abadi milik petani terancam tergerus, termasuk juga jalan provinsi yang dipotong hauling road atau jalan tambang.
Dosen Universitas Pakuan Bogor inipun juga memastikan pertimbangan gubernur mencabut izin tambang yang salah satunya lantaran adanya penolakan masyarakat Pulau Laut, sudah dikaji benar dan melalui proses berjenjang mulai dari masyarakat ke DPRD Kotabaru hingga ke DPRD Provinsi Kalsel dan terakhir disampaikan ke Pemprov Kalsel.
"Jadi bukan karena demo besar-besaran sekarang saja, lalu gubernur mengambil keputusan. Pemprov Kalsel juga sebelumnya memberikan surat peringatan dua kali serta dilakukan kajian akademis. Apalagi sampai dibilang saksi ahli penggugat demo berbayar karena rakyat miskin. Itu jelas penghinaan dan bersifat fitnah lantaran penolakan sudah muncul sejak tahun 2000-an," pungkas Asrun.
Untuk itu, dia mengingatkan majelis hakim yang bertindak atas nama Tuhan dapat memberikan keputusan yang berkeadilan berdasarkan aspirasi masyarakat yang mayoritas menolak keras adanya pertambangan di Pulau Laut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018