Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Komisi II DPRD Kabupaten Kotabaru menerima aspirasi Organisasi Pedagang Ikan dan Nelayan (OPIN) Saijaan Mandiri yang mengadukan terjadinya persaingan usaha tak sehat antara pembeli ikan di dalam daerah dengan luar daerah.
"Kami tidak menolak pembeli dari luar, malah senang, cuma maunya kami sama-sama hidup," ujar Pengawas OPIN Saijaan Mandiri Anwar, di Kotabaru, Selasa.
Persoalan berawal sejak beberapa bulan lalu ada pembeli ikan asal Batam yang langsung membeli ikan dari nelayan binaan OPIN. Mereka menawarkan harga beli lebih tinggi dari pengumpul lokal.
Hal itu dinilai sebagai persaingan tak sehat karena akan mematikan usaha pengumpul lokal. Padahal selain sebagai pembeli, selama ini mereka juga memodali para nelayan untuk melaut. Itu pula yang menjadi alasan mengapa pengumpul lokal membeli ikan dari nelayan dengan harga lebih rendah.
"Kan mereka binaan kita, beli es dan lain-lain tidak dipotong, kalau gudang tutup tetap kita ambil ikannya," jelasnya.
Salah seorang pembeli ikan Hartono yang diadukan mengatakan pihaknya tak bisa mengetahui mana nelayan tak terikat dengan pemodal.
"Waktu nelayan mau jual ke kita. kita kan ada tanya punya bos atau keterikatan, nelayan bilang bebas baru kita beli. Ini masalah miskomunikasi saja," tuturnya.
Soal harga beli yang lebih tinggi, ia mengatakan pihaknya hanya mengikuti harga pasaran dan menyesuaikan kemampuan perusahaan.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Kotabaru Hamka Mamang mengatakan di satu sisi harga jual tinggi menguntungkan nelayan karena akan meningkatkan kesejahteraannya.
"Tapi perlu diingat nelayan ini jauh sebelumnya sudah ada masing-masing juragannya yang selalu memberi biaya melaut, itu tidak bisa dikesampingkan," kata Hamka.
Pihaknya melihat persoalan ini cukup riskan sehingga pemerintah daerah diminta segera menindaklanjutinya.
"Agar secepatnya dilaksanakan pertemuan kembali bersama OPIN dan pembeli dari luar untuk menyepakati tata cara pembelian ikan itu seperti apa," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
"Kami tidak menolak pembeli dari luar, malah senang, cuma maunya kami sama-sama hidup," ujar Pengawas OPIN Saijaan Mandiri Anwar, di Kotabaru, Selasa.
Persoalan berawal sejak beberapa bulan lalu ada pembeli ikan asal Batam yang langsung membeli ikan dari nelayan binaan OPIN. Mereka menawarkan harga beli lebih tinggi dari pengumpul lokal.
Hal itu dinilai sebagai persaingan tak sehat karena akan mematikan usaha pengumpul lokal. Padahal selain sebagai pembeli, selama ini mereka juga memodali para nelayan untuk melaut. Itu pula yang menjadi alasan mengapa pengumpul lokal membeli ikan dari nelayan dengan harga lebih rendah.
"Kan mereka binaan kita, beli es dan lain-lain tidak dipotong, kalau gudang tutup tetap kita ambil ikannya," jelasnya.
Salah seorang pembeli ikan Hartono yang diadukan mengatakan pihaknya tak bisa mengetahui mana nelayan tak terikat dengan pemodal.
"Waktu nelayan mau jual ke kita. kita kan ada tanya punya bos atau keterikatan, nelayan bilang bebas baru kita beli. Ini masalah miskomunikasi saja," tuturnya.
Soal harga beli yang lebih tinggi, ia mengatakan pihaknya hanya mengikuti harga pasaran dan menyesuaikan kemampuan perusahaan.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Kotabaru Hamka Mamang mengatakan di satu sisi harga jual tinggi menguntungkan nelayan karena akan meningkatkan kesejahteraannya.
"Tapi perlu diingat nelayan ini jauh sebelumnya sudah ada masing-masing juragannya yang selalu memberi biaya melaut, itu tidak bisa dikesampingkan," kata Hamka.
Pihaknya melihat persoalan ini cukup riskan sehingga pemerintah daerah diminta segera menindaklanjutinya.
"Agar secepatnya dilaksanakan pertemuan kembali bersama OPIN dan pembeli dari luar untuk menyepakati tata cara pembelian ikan itu seperti apa," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018