Witono (37) salah seorang pengusaha bakso yang cukup terkenal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada sembilan tahun lalu atau tepatnya pada 2008 kini berupaya bangkit untuk mengembalikan masa keemasannya setelah dia terjerat obat-obatan terlarang.

Bakso Jon Kelana merupakan salah satu bakso yang kala itu cukup terkenal dan digemari warga Banjarmasin, selain promosi yang cukup gencar maka cita rasa baksonya juga dinilai lain dari pada yang lain.

Kala itu, bakso yang dikelola Witono tersebut, mampu melayani tidak kurang dari 2.100 porsi per hari. Dapat dibayangkan, dengan harga Rp5 ribu per mangkuk, maka omset per harinya tidak kurang dari Rp10.500.000/ hari.

Omset Rp10 juta lebih per hari, bukanlah uang sedikit pada tahun itu, apalagi hampir setiap hari pelanggan bakso terus bertambah.

Kesuksesan mengelola usaha bakso dan uang yang banyak, justru menjadi awal kehancuran bagi Witono dan keluarganya.

Mudahnya mendapatkan uang dan banyaknya teman yang mengelilinginya, membawa dia kembali terjerat oleh obat-obatan terlarang.

"Sebelumnya, saat saya menjadi atlet bulu tangkis, saya juga terjerat obat-obatan tersebut. Saat itu, saya masih berumur 19 tahun, dan berada di puncak keemasan dengan prestasi yang cukup gemilang," katanya.

Di saat menikmati masa keemasan tersebut, seorang teman mengenalkan kepadanya obat-obatan tersebut, hingga menghancurkan seluruh mimpinya, untuk menjadi atlet berprestasi tingkat nasional.

Sejak mengenal narkoba, prestasi di bidang olahraga Witono pun hancur, sehingga dia tidak bisa melanjutnya cita-citanya.

Melalui dukungan penuh keluarga dan pengobatan serta terapi secara terus- menerus, akhirnya Witono bebas dari jeratan narkoba, dan berusaha bangkit dari keterpurukannya, dengan memulai usaha bakso, yang merupakan usaha turun- temurun.

Memulai usaha dari nol sejak 1994, akhirnya usahanya membuahkan hasil, hingga pada 1999 Witono memutuskan memberikan nama usahanya dengan nama bakso Jon Kelana.

Nama bakso tersebut, cukup terkenal hingga akhirnya pada 2008, pada masa-masa keemasannya, nama bakso tersebut menghilang.

Banyak pelanggan yang mencari, namun ternyata tidak lagi buka, sehingga dikira bakso tersebut mengalami kebangkrutan.

"Pada tahun itulah, saya kembali terjerat narkoba, seluruh harta kekayaan, mulai rumah, mobil dan semuanya habis terjual, hingga saya tidak bisa lagi membeli barang haram tersebut," katanya.

Setelah tidak memiliki apa-apa, Witono mengaku, kembali mengikuti terapi hingga sembuh. Sambil mengisi waktu luangnya, dia pun keliling ke berbagai daerah, untuk memakan bakso.

Kini, Witono mengaku kapok, bahkan mendengar kata-kata obat-obatan terlarang, seluruh persendiannya merasa lemah karena ngeri dan merinding.

Menurut dia, selain kenyamanan mendapatkan uang, salah satu penyebab banyaknya orang terjerumus ke obat-obatan terlarang karena salah memilih teman.

"Awalnya diajak ke pesta ulang tahun, kemudian diminta menemani teman ulang tahun, lama-lama menjadi terjerat, karena merasa tidak nyaman dengan teman. Maka, kita harus sangat hati-hati dalam memilih teman," katanya.

Banyak penderitaan yang dilalui Witono bersama keluarga akibat obat-obatan terlarang, kini laki-laki paruh baya tersebut, sedang membangun mimpinya untuk memulihkan kejayaan bakso Jon Kelana.

Karena namanya cukup melegenda, tidak perlu waktu lama, bakso Jon Kelana dengan cepat dikenal kembali oleh masyarakat. Kendati baru 1,5 bulan dibuka, bakso tersebut telah mampu membuka tiga cabang, dan dalam waktu dekat akan kembali membuka sembilan cabang.

"Saya targetkan, akan membuka cabang di seluruh Indonesia, bahkan di lima Benua, seluruh konsepnya sudah sangat matang," katanya.

Witono mengaku telah menandatangani kerja sama dengan salah satu ritel waralaba di Kalimantan Tengah, untuk memasok bakso di tempat belanja modern tersebut.

"Mimpi dan cita-cita untuk membantu membuka peluang usaha bagi orang lain, akan mengawal saya untuk tidak kembali ke barang haram tersebut," katanya.



Momok



Ya, narkoba, baik itu sabu-sabu, ekstasi dan lainnya, kini masih menjadi persoalan yang cukup serius di Kalimantan Selatan.

Obat-obatan tersebut, menyusup dan berkembang di provinsi kaya sumber daya alam ini, bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan.

Ibarat mati satu tumbuh seribu. Genderang perang yang ditabuh oleh aparat keamanan, pemerintah dan seluruh instansi terkait lainnya, seakan tidak pernah ada hasilnya.

Penangkapan demi penangkapan, pengungkapan kasus mulai dari kelas teri hingga kelas kakap, seakan tidak pernah menyurutkan para bandar Narkoba untuk menghentikan aktivitasnya.

Bahkan, hari dan bulan berganti, pengungkapan kasus narkoba semakin besar dan tersangka juga semakin banyak.

Narkoba, telah menjadi momok yang menakutkan, bagi masyarakat, pemerintah, orangtua, guru, istri, suami dan seluruh lapisan masyarakat.

Witono hanyalah salah satu dari ratusan bahkan mungkin ribuan korban peredaran narkoba di daerah ini.

Beruntung Witono masih bisa selamat dan kembali bersemangat untuk membangun masa depannya menjadi lebih cemerlang.

"Kalau teman-teman saya, ada yang sudah meninggal karena obat-obatan tersebut, ada juga yang tersangkut kasus hukum, ini sungguh mengerikan," katanya.

Tentu kondisi ini, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, tidak boleh lagi ada generasi muda yang menjadi korban, seperti yang terjadi pada Witono.

Genderang perang terhadap narkoba, harus terus ditabuh secara bertalu-talu, untuk membangkitkan semangat seluruh pihak, bukan hanya aparat, pemerintah dan terkait lainnya, tetapi juga masyarakat dari seluruh lapisan, untuk menyatakan perang terhadap barang haram tersebut.

Penangkapan dan hukuman berat bagi bandar dan pengedar, belum mampu menutup peredaran obat-obatan yang menghancurkan otak bahkan bisa membuat kematian ini.

Maka perlu ada upaya-upaya lain, yang menjadi benteng kuat, agar banjirnya obat-obatan terlarang ke Kalsel, tidak akan mempengaruhi generasi muda.

Salah satunya adalah meningkatkan kepedulian dan rasa kebersamaan, kasih sayang, antara anggota keluarga, tetangga, masyarakat, teman sekolah, guru, pemerintah, aparat, ulama dan lainnya.

Kini, masyarakat perlu benteng yang kuat, yang terus melindungi mereka dari gempuran-gempuran masuknya Narkoba dari segala sisi, baik darat, laut dan udara.

"Saat seluruh keluarga, saling bahu membahu dan saling menjaga, insya Allah, akan menjadi salah satu penangkal ampuh jeratan narkoba," kata Witono.

Ya, saatnya masyarakat, aparat hukum, pemerintah, pendidik, ulama, dan organisasi ke asyarakatan, organisasi kepemudaan dan kemasyarakat serta lainnya, saling mempererat pegangan tangan, untuk saling melindungi, saling mengingatkan, saling menghormati, untuk bersatu menangkal kehancuran akibat banjir Narkoba.

Melalui kekuatan bersama, diharapkan para bandar akan kehilangan pasar dan fakta Kalsel peringkat ke lima peredaran narkoba nasional, bisa segera dihilangkan.

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017