Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sedang berjuang menata kembali pengelolaan tambang batu bara setelah pelimpahan wewenang pengawasan perizinan dari pemerintah kabupaten ke provinsi.


Saat ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Selatan sedang mengejar 400 dari sekitar 1.000 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kabupaten se-Kalimantan Selatan yang belum dilaporkan pemerintah kabupaten ke pemerintah provinsi.

Sebanyak 400 izin tambang, bukanlah jumlah yang sedikit untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan bila seluruh perusahaan tersebut bisa bekerja secara profesional dan sesuai ketentuan yang ditetapkan.

Sebaliknya, bila ternyata perusahaan tersebut bekerja secara asal-asalan dapat dibayangkan dampak lingkungan dan kerugian material yang ditinggalkan oleh perusahaan tersebut.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas ESDM Kalsel Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pihaknya terus berupaya melakukan pengetatan perizinan untuk sektor pertambangan.

Pihaknya kini telah mengkaji sekitar 600 perizinan yang telah diserahkan pemerintah kabupaten ke Pemprov Kalsel.

Dari kajian tersebut, sekiat 425 izin usaha pertambangan yang tidak memenuhi persyaratan tambang dan lingkungan, telah dicabut izinnya.

Selain itu, masih terdapat sekitar 400 izin tambang yang saat ini sedang diinventarisasi dalam rangka membenahi sektor pertambangan di Kalsel.

Banyaknya perusahaan yang belum melaporkan IUP dan banyaknya perusahaan tambang yang tidak memenuhi syarat, membuat daerah mengalami kerugian cukup besar.

Bukan hanya kerusakan lingkungan yang sulit untuk direhabilitasi karena banyaknya lubang bekas tambang yang dibiarkan begitu saja, namun juga kerugian materil.

Kerusakan kawasan hutan akibat operasional perusahaan pemegang IUP batu bara yang diobral pemerintah daerah, membuat sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan dilanda banjir saat musim hujan.

Ketika tambang batu bara belum menjadi "raja" di wilayah ini, banjir di Kalsel hanya terjadi lima tahun sekali, namun kini terbalik menjadi satu tahun lima kali.

Sedangkan pada musim kemarau, kekeringan melanda hampir seluruh wilayah yang sebelumnya kaya akan sumber daya hutan dan tanah gambut ini.

Seakan tidak ingin jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya, kini Pemprov Kalsel berjuang melakukan pengetatan perizinan yang dilakukan, antara lain dengan mewajibkan perusahaan tambang yang mendapatkan izin untuk membayar di muka jaminan reklamasi selama lima tahun.

Jadi, sebelum menambang, perusahaan sudah harus menaruh uang jaminan reklamasi di rekening yang ditetapkan, untuk jaminan reklamasi selama lima tahun.

Berdasarkan ketentuan tersebut, kini terdapat ratusan miliar rupiah dana reklamasi yang ada di rekening pemerintah.

Royalti
   

Bukan hanya kerusakan lingkungan, Dinas ESDM Kalimantan Selatan kini juga kesulitan menagih tunggakan royalti dan sewa lahan pertambangan sebesar Rp1,7 triliun yang belum dibayarkan oleh sekitar 400 perusahaan tambang di provinsi ini.

ESDM kesulitan  melacak perusahaan penunggak royalti maupun sewa lahan pertambangan karena alamat yang tidak jelas.

"Masih ada tunggakan Rp1,7 triliun nggak tahu siapa yang bayar, alamatnya di mana karena itu peninggalan kabupaten," katanya.

Kondisi tersebut, cukup mengkhawatirkan karena dana yang dihasilkan berasal dari mengeruk tanah, yang kini banyak meninggalkan lubang. Tidak jelas tentang siapa yang bertanggung jawab untuk menutupi lubang-lubang bekas tambang itu.

Seluruh perusahaan penunggak royalti dan sewa lahan tersebut, kini terus ditelusuri hingga batas waktu 12 bulan. Setelah itu akan dilakukan evaluasi lebih detail untuk memutuskan langkah selanjutnya.

Kesulitan untuk menemukan alamat perusahaan penunggak kewajiban tersebut terjadi karena sebagian perusahaan izinnya telah mati, sehingga tidak diketahui keberadaannya.

Dinas ESDM telah berupaya menagih kepada seluruh wajib bayar, baik yang izinnya masih hidup maupun sudah mati. Namun, hingga kini belum berhasil karena kesulitan untuk mendapatkan alamat perusahaan yang izinnya telah mati itu .

"Kalau perusahaannya ada, tapi alamat perusahaan tambangnya sulit kita lacak, karena tidak sesuai dengan data yang ada," katanya.

Disadari bahwa sektor pertambangan telah terbukti merusak lingkungan. Namun, ibarat berani melepas kepalanya namun tetap memegang buntutnya, pemerintah hingga kini tetap menjadikan pertambangan sebagai andalan.

Hingga saat ini, sektor pertambangan masih menjadi salah satu andalan pendapatan daerah dengan kontribusi pendapatan yang mencapai 24 persen.

Jumlah tersebut, cukup besar dan masih menjadi salah pendapatan utama pemerintah pusat maupun daerah sehingga diharapkan seluruh kebijakan yang dibuat, tidak akan mengganggu investasi.

Atas nama investasi tersebut, seakan pemerintah kembali gamang untuk bersikap tegas, menolak tambang terutama di daerah Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, satu-satunya daerah yang masih terjaga dari pertambangan.

Saat ini lokasi pertambangan yang ditolak oleh masyarakat dan pemerintah daerah, masuk dalam kawasan perencanaan pertambangan nasional sehingga pemerintah daerah maupun provinsi tidak bisa dengan semena-mena menolak pertambangan di daerah.

Hal yang paling tepat yang bisa dilakukan pemerintah adalah meminta agar pemerintah pusat melakukan kajian ulang terhadap pemberian perizinan tersebut, berdasarkan data konkret yang disampaikan.

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor menegaskan munculnya penolakan terhadap aktivitas pertambangan di sejumlah daerah akan disikapi pemerintah daerah secara bijak

Pemda harus mendukung aspirasi masyarakat yang menentang penambangan, akan tetapi juga harus memperhatikan dampak lain yang dapat mengganggu iklim investasi di daerah itu.

Tambang, terbukti telah mampu membawa stigma bagi masyarakat nasional, bahwa setiap orang Kalsel hidup sejahtera dengan kekayaan melimpah.

Jangan sampai karena tambang juga, masyarakat Kalsel akan mengalami penderitaan tidak berkesudahan, akibat kehancuran lingkungan yang tidak terkendali.

Pengelolaan tambang secara bijaksana dan tidak membabi buta harus mulai terus disadari oleh seluruh pihak terkait, baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat.

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017