Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Topo Santoso berharap revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat memperbaiki mekanisme pra-penuntutan yang selama ini belum berjalan dengan efektif.
"Hal itu disebabkan desain hubungan koordinasi yang terpisah antara penyidik dan penuntut umum," kata Topo melalui keterangan tertulis diterima di Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis.
Baca juga: FH ULM mengulas lima pokok pembahasan krusial terkait revisi KUHAP
Karena itu, Top menjelaskan penuntut umum kehilangan kendali untuk mengawasi dan mengarahkan penyidikan, agar penuntutan berhasil, serta tanpa arahan aktif penuntut umum seringkali penyidikan berlarut-larut.
Terkait pra-penuntutan, Topo menuturkan terdapat penyidikan perkara yang tidak diberitahukan kepada penuntut umum, berkas perkara yang bolak-balik, atau sejumlah berkas yang tidak pernah dikirimkan pada jaksa setelah dikembalikan ke penyidik.
"Masyarakat sebagai pencari keadilan akhirnya menjadi korban karena banyak perkara tindak pidana yang terjadi tidak terselesaikan," ujar Topo.
Ditegaskan Topo, revisi KUHAP harus mampu memperbaiki relasi dan keterpaduan, penyidik dan penuntut umum, terutama koordinasi polisi dan jaksa agar saling mengimbangi, serta melengkapi.
Topo berpendapat revisi KUHAP telah menjadi kebutuhan mendesak guna merespon perkembangan pada hukum pidana dan hukum acara pidana, serta putusan Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Ahli FH UI: Penguatan Dominus Litis pada revisi KUHAP perkuat gakkum
Ia memaparkan saat ini sumber hukum pidana materiil bukan hanya KUHP, melainkan sudah lahir lebih dari 10 Undang-undang Pidana Khusus yang juga mengatur sebagian segi formil (acara pidana) secara lex specialis.
Lebih lanjut, Topo mengungkapkan keberadaan penyidik di luar penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diatur di luar KUHAP harus dipandang sebagai ketentuan yang khusus, sehingga sesuai prinsip lex specialis derogat legi generali, bahkan perlu ditegaskan pada revisi KUHAP.
Dirinya mengungkap ada lima alasan perlu memberi kewenangan penyidikan kepada kejaksaan, yakni check and balances, expertise and resources, public confidence and impartiality, mempercepat proses (streamlining the process), dan pengetahuan yang khusus dan fokus.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman memastikan pembahasan Rancangan KUHAP akan dilakukan pada masa sidang mendatang.
Habiburokhman meyakinkan fungsi aparat penegak hukum (APH) tak akan berubah dengan harapan KUHAP baru yang akan dibahas dapat memberikan keadilan bagi setiap pihak.
Baca juga: Penangguhan Penahanan Diatur Dalam KUHAP
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2025
"Hal itu disebabkan desain hubungan koordinasi yang terpisah antara penyidik dan penuntut umum," kata Topo melalui keterangan tertulis diterima di Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis.
Baca juga: FH ULM mengulas lima pokok pembahasan krusial terkait revisi KUHAP
Karena itu, Top menjelaskan penuntut umum kehilangan kendali untuk mengawasi dan mengarahkan penyidikan, agar penuntutan berhasil, serta tanpa arahan aktif penuntut umum seringkali penyidikan berlarut-larut.
Terkait pra-penuntutan, Topo menuturkan terdapat penyidikan perkara yang tidak diberitahukan kepada penuntut umum, berkas perkara yang bolak-balik, atau sejumlah berkas yang tidak pernah dikirimkan pada jaksa setelah dikembalikan ke penyidik.
"Masyarakat sebagai pencari keadilan akhirnya menjadi korban karena banyak perkara tindak pidana yang terjadi tidak terselesaikan," ujar Topo.
Ditegaskan Topo, revisi KUHAP harus mampu memperbaiki relasi dan keterpaduan, penyidik dan penuntut umum, terutama koordinasi polisi dan jaksa agar saling mengimbangi, serta melengkapi.
Topo berpendapat revisi KUHAP telah menjadi kebutuhan mendesak guna merespon perkembangan pada hukum pidana dan hukum acara pidana, serta putusan Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Ahli FH UI: Penguatan Dominus Litis pada revisi KUHAP perkuat gakkum
Ia memaparkan saat ini sumber hukum pidana materiil bukan hanya KUHP, melainkan sudah lahir lebih dari 10 Undang-undang Pidana Khusus yang juga mengatur sebagian segi formil (acara pidana) secara lex specialis.
Lebih lanjut, Topo mengungkapkan keberadaan penyidik di luar penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diatur di luar KUHAP harus dipandang sebagai ketentuan yang khusus, sehingga sesuai prinsip lex specialis derogat legi generali, bahkan perlu ditegaskan pada revisi KUHAP.
Dirinya mengungkap ada lima alasan perlu memberi kewenangan penyidikan kepada kejaksaan, yakni check and balances, expertise and resources, public confidence and impartiality, mempercepat proses (streamlining the process), dan pengetahuan yang khusus dan fokus.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman memastikan pembahasan Rancangan KUHAP akan dilakukan pada masa sidang mendatang.
Habiburokhman meyakinkan fungsi aparat penegak hukum (APH) tak akan berubah dengan harapan KUHAP baru yang akan dibahas dapat memberikan keadilan bagi setiap pihak.
Baca juga: Penangguhan Penahanan Diatur Dalam KUHAP
Editor : Taufik Ridwan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2025