Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Anggota Komisi III Bidang Pembangunan dan Infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan Misri Syarkawie menilai positif penghentian kegiatan pertambangan batu bara bawah tanah di wilayah Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, provinsi tersebut.

"Kita mengapresiasi atas penghentian pertambangan batu bara bawah tanah atau menggunakan sistem `under ground` di Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel)," ujarnya di Banjarmasin, Jumat.

Penghentian pertambangan bawah tanah itu, walaupun mungkin bersifat sementara, menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel tersebut, setidaknya dapat menenangkan warga masyarakat setempat,

Namun anggota Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta lingkungan hidup itu berharap, ada solusi yang permanen dalam mengatasi persoalan pertambangan bawah tanah dan kaitannya dengan keluhan warga masyarakat.

"Solusi permanen itu perlu, agar masyarakat setempat bisa bekerja atau hidup dengan tenang - tidak ada lagi was-was yang berdampak terhadap lingkungan pemukiman serta kehidupan mereka," demikian Misri Syarkawie.

Sementara rekannya satu komisi, H Pribadi Heru Jaya menambahkan, berdasar informasi dia terima, perusahaan yang melakukan pertambangan batu bara di wilayah Kecamatan Sungai Pinang itu ada tiga, termasuk Perusahaan Daerah Baramarta.

Baramarta, sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pemerintah kabupaten (Pemkab) Banjar sendiri yang berdiri sejak puluhan tahun lalu guna menunjang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) setempat.

Namun yang melakukan pertambangan batu bara menggunakan sistem under ground itu, PT Marge Mining Industri (MMI) - sebuah perusahaan yang menggunakan fasilitas penanaman modal asing (PMA) dengan pekerjanya banyak asal China, demikian Heru.

Sedangkan keterangan penghentian pertambangan bawah tanah di Kecamatan Sungai Pinang (termasuk Desa Rantau Bakula) itu dari Kepala Dinas Pertambangan Kalsel Muhammad Amin pada rapat kerja dengan Komisi III DPRD provinsi setempat, Kamis (2/2) lalu.

Sebelumnya (1/2) puluhan orang warga Rantau Bakula menyertai pambekal atau kepala desa tersebut, Rahmadi mendatangi DPRD Kalsel melaporkan kondisi tempat tinggal/permukiman serta lahan usaha mereka seiring kegiatan pertambangan bawah tanah.

Menurut Pambekal Rantau Bakula bersama sejumlah warganya, sebelum kegiatan pertambangan batu bara dengan sistem under ground keadaan lingkungan desa mereka aman-aman saja.

Tetapi sejak kegiatan pertambangan batu bara menggunakan sistem under ground tahun 2016, kawasan Rantau Bakula mulai retak-retak, dan bahkan ada yang amblas atau mengalami penurunan sampai 50 Cm, tutur warga desa tersebut.

Oleh karenanya kedatangan warga Rantau Bakula yang lebih 50 orang itu ke "Rumah Banjar" (Gedung DPRD Kalsel) meminta wakil-wakil rakyat tersebut membantu memfasilitasi penyelesaian persoalan yang mereka hadapi.

Sebab, menurut warga Rantau Bakula tersebut, jika tanpa penanganan secara baik dan benar sesegera mungkin atas keberadaan pertambangan batu bara di bawah tanah itu dapat mengancam kehidupan mereka.

Mereka meminta penutupan kegiatan pertambangan bawah tanah tersebut, namun juga bersedia direlokasi ke tempat yang lebih aman dan dapat memberikan jaminan kehidupan lebih layak.

Pewarta: Syamsudin Hasan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017