Seorang Guru SMK asal Banjarbaru Amalia Wahyuni yang "viral" mengalami nasib kurang menyenangkan dirumahkan setelah menegur Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan Kalimantan Selatan (Kadisdikbud Kalsel) Muhammadun karena merokok di dalam ruangan ber-AC saat rapat.
Peristiwa yang terjadi pada 2 September 2024 itu sekarang tengah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan.
Baca juga: Polda Kalsel dalami laporan dugaan pengancaman oleh Kadisdikbud Kalsel
Amalia dikonfirmasi di Banjarmasin, Selasa, awalnya hadir sebagai peserta rapat mengungkapkan aksi menegur karena didorong kesadaran terhadap peraturan daerah (Perda) tentang larangan merokok di ruangan tertutup, terutama yang menggunakan pendingin udara.
"Masalah itu ada di Perda, apalagi kita memasuki ruangan ber-AC. Kok malah saya dikeluarkan dari rapat," ungkap Amalia di Banjarmasin. Selasa.
Sebelum menegur pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tersebut, Amalia mendengar panitia rapat yang mengingatkan peserta rapat tidak menggunakan telepon seluler selama penyampaian materi.
"Saya menilai beliau orang yang berdedikasi tinggi. Otomatis, jika seseorang ingin dihargai, dia seharusnya bisa menghargai orang lain juga," ucapnya.
Baca juga: Kadisdik Tapin perjuangkan calon guru penggerak jadi kepala sekolah
Ia juga mengungkapkan teguran yang disampaikan tidak bersifat kasar, namun tidak tahan dengan asap rokok di ruangan. Namun, respons yang didapatkan justru tindakan pengusiran.
"Saya hanya bilang, Pak, mohon maaf, saya tidak tahan mencium asap rokok. Tapi beliau malah menyuruh saya keluar," keluhnya.
Ia mengaku mau keluar ruangan sempat berbalik badan dan menyampaikan kekecewaan terhadap respon yang justru terjadi aksi pengusiran.
"Saya bilang bapak ingin dihargai untuk tidak memainkan HP, tapi kenapa bapak malah mengusir saya ketika saya bilang saya tidak tahan asap rokok," ujarnya.
Bahkan, setelah keluar dari ruangan, Amalia mendengar Muhammadun memerintahkan panitia untuk mencari tahu dari sekolah mana ia berasal.
Baca juga: Kadisdik: 116 sekolah di Balangan diperbaiki tahun ini
"Panitia bilang, cukup, mbak, jangan dibesar-besarkan, beliau susah orangnya. Tapi saya tidak takut karena saya benar maka saya lawan meskipun beliau kepala dinas," tegasnya.
Amalia juga menegaskan sebagai guru, berhak menyuarakan hal yang dianggapnya benar, terutama terkait aturan yang berlaku.
"Sebagai peserta rapat, saya berhak mendapatkan materi dan sudah mematuhi peraturan yang ada. Status saya sebagai guru seharusnya tidak diabaikan begitu saja," ucapnya.
Ia merasa tidak ada seorang pun dalam ruangan yang berani menegur perilaku Muhammadun. Bahkan, panitia yang bertugas tampak menganggap merokok di dalam ruangan sebagai hal biasa.
"Sebelum saya menegur, saya sudah bicara dengan panitia, dan mereka hanya tertawa seolah-olah melegalkan perilaku itu. Padahal peraturannya jelas ada," ucap Amalia.
Baca juga: Jajaran Dinas Pendidikan HSU jadi orang tua asuh anak stunting
Selang berapa hari setelah kejadian tersebut, ia juga dirumahkan oleh pihak sekolah tanpa kejelasan status pekerjaan.
"Kalau memang saya diistirahatkan untuk menenangkan diri, oke saya terima. Tapi kalau saya diskors, saya luar biasa kecewa karena merasa melakukan hal yang benar," jelasnya.
Merasa diperlakukan tidak adil, Amalia memutuskan untuk menggunakan kekuatan massa melalui media sosial agar kasus tersebut mendapatkan perhatian publik.
"Karena sekarang, kalau tidak viral, tidak ada keadilan," ujarnya.
Saat ini, belum ada kejelasan mengenai status pekerjaan Amalia di sekolahnya. Ia telah berkali-kali menanyakan kepada pihak sekolah, namun belum mendapatkan jawaban pasti.
"Senin dini hari, saya hubungi kepala sekolah, katanya status saya masih diistirahatkan," ungkapnya.
Baca juga: Kadinkes : Gema Darling dukung Batola tangani stunting
Dalam pandangannya, seorang pemimpin itu seharusnya mampu menerapkan Pancasila dalam setiap tindakan. Ia menekankan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana tercermin dalam sila ketiga Pancasila.
"Kalau orang yang berpendidikan pasti menerapkan Pancasila," katanya.
Dia juga mengungkapkan meskipun banyak rekan guru lain yang mendukungnya, namun teman sejawat tersebut enggan berbicara lantang karena memiliki tanggungan keluarga. Namun, ia berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi masa depan dunia pendidikan.
"Saya yakin, meskipun mereka diam, mereka mendukung dari dalam lubuk hati," ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Amalia berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan semua pihak, terutama dalam dunia pendidikan, dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila secara konsisten.
"Kemanapun saya pergi, saya selalu membawa Pancasila, bahkan saat saya ke luar negeri," pungkasnya.
Baca juga: Pemprov Segera Bangun Gedung SMA Di Pinggiran
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024
Peristiwa yang terjadi pada 2 September 2024 itu sekarang tengah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan.
Baca juga: Polda Kalsel dalami laporan dugaan pengancaman oleh Kadisdikbud Kalsel
Amalia dikonfirmasi di Banjarmasin, Selasa, awalnya hadir sebagai peserta rapat mengungkapkan aksi menegur karena didorong kesadaran terhadap peraturan daerah (Perda) tentang larangan merokok di ruangan tertutup, terutama yang menggunakan pendingin udara.
"Masalah itu ada di Perda, apalagi kita memasuki ruangan ber-AC. Kok malah saya dikeluarkan dari rapat," ungkap Amalia di Banjarmasin. Selasa.
Sebelum menegur pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tersebut, Amalia mendengar panitia rapat yang mengingatkan peserta rapat tidak menggunakan telepon seluler selama penyampaian materi.
"Saya menilai beliau orang yang berdedikasi tinggi. Otomatis, jika seseorang ingin dihargai, dia seharusnya bisa menghargai orang lain juga," ucapnya.
Baca juga: Kadisdik Tapin perjuangkan calon guru penggerak jadi kepala sekolah
Ia juga mengungkapkan teguran yang disampaikan tidak bersifat kasar, namun tidak tahan dengan asap rokok di ruangan. Namun, respons yang didapatkan justru tindakan pengusiran.
"Saya hanya bilang, Pak, mohon maaf, saya tidak tahan mencium asap rokok. Tapi beliau malah menyuruh saya keluar," keluhnya.
Ia mengaku mau keluar ruangan sempat berbalik badan dan menyampaikan kekecewaan terhadap respon yang justru terjadi aksi pengusiran.
"Saya bilang bapak ingin dihargai untuk tidak memainkan HP, tapi kenapa bapak malah mengusir saya ketika saya bilang saya tidak tahan asap rokok," ujarnya.
Bahkan, setelah keluar dari ruangan, Amalia mendengar Muhammadun memerintahkan panitia untuk mencari tahu dari sekolah mana ia berasal.
Baca juga: Kadisdik: 116 sekolah di Balangan diperbaiki tahun ini
"Panitia bilang, cukup, mbak, jangan dibesar-besarkan, beliau susah orangnya. Tapi saya tidak takut karena saya benar maka saya lawan meskipun beliau kepala dinas," tegasnya.
Amalia juga menegaskan sebagai guru, berhak menyuarakan hal yang dianggapnya benar, terutama terkait aturan yang berlaku.
"Sebagai peserta rapat, saya berhak mendapatkan materi dan sudah mematuhi peraturan yang ada. Status saya sebagai guru seharusnya tidak diabaikan begitu saja," ucapnya.
Ia merasa tidak ada seorang pun dalam ruangan yang berani menegur perilaku Muhammadun. Bahkan, panitia yang bertugas tampak menganggap merokok di dalam ruangan sebagai hal biasa.
"Sebelum saya menegur, saya sudah bicara dengan panitia, dan mereka hanya tertawa seolah-olah melegalkan perilaku itu. Padahal peraturannya jelas ada," ucap Amalia.
Baca juga: Jajaran Dinas Pendidikan HSU jadi orang tua asuh anak stunting
Selang berapa hari setelah kejadian tersebut, ia juga dirumahkan oleh pihak sekolah tanpa kejelasan status pekerjaan.
"Kalau memang saya diistirahatkan untuk menenangkan diri, oke saya terima. Tapi kalau saya diskors, saya luar biasa kecewa karena merasa melakukan hal yang benar," jelasnya.
Merasa diperlakukan tidak adil, Amalia memutuskan untuk menggunakan kekuatan massa melalui media sosial agar kasus tersebut mendapatkan perhatian publik.
"Karena sekarang, kalau tidak viral, tidak ada keadilan," ujarnya.
Saat ini, belum ada kejelasan mengenai status pekerjaan Amalia di sekolahnya. Ia telah berkali-kali menanyakan kepada pihak sekolah, namun belum mendapatkan jawaban pasti.
"Senin dini hari, saya hubungi kepala sekolah, katanya status saya masih diistirahatkan," ungkapnya.
Baca juga: Kadinkes : Gema Darling dukung Batola tangani stunting
Dalam pandangannya, seorang pemimpin itu seharusnya mampu menerapkan Pancasila dalam setiap tindakan. Ia menekankan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana tercermin dalam sila ketiga Pancasila.
"Kalau orang yang berpendidikan pasti menerapkan Pancasila," katanya.
Dia juga mengungkapkan meskipun banyak rekan guru lain yang mendukungnya, namun teman sejawat tersebut enggan berbicara lantang karena memiliki tanggungan keluarga. Namun, ia berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi masa depan dunia pendidikan.
"Saya yakin, meskipun mereka diam, mereka mendukung dari dalam lubuk hati," ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Amalia berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan semua pihak, terutama dalam dunia pendidikan, dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila secara konsisten.
"Kemanapun saya pergi, saya selalu membawa Pancasila, bahkan saat saya ke luar negeri," pungkasnya.
Baca juga: Pemprov Segera Bangun Gedung SMA Di Pinggiran
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024