Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Bank Indonesia terus mencari terobosan baru untuk meningkatkan pertumbuhan dan kekuatan ekonomi nasional, melalui kebijakan moneter, makroprudensial serta kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah yang kredibel.        

Salah satu upaya Bank Indonsia untuk meningkatkan kualitas sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, adalah dengan Gerakan Nasional NonTunai (GNNT).  
    
Melalui GNNT ini, seluruh transaksi yang dilakukan di masyarakat, tidak lagi menggunakan uang tunai, tetapi dengan kartu elektronik.
    
Gerakan ini, tidak hanya memudahkan masyarakat, karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar saat bepergian, dan membantu upaya pencegahan dan identifikasi kejahatan kriminal juga untuk menekan pengelolaan biaya perawatan rupiah.
    
Gerakan Nasional Nontunai, kini menjadi salah satu fokus program Bank Indonesia untuk menggerakkan ekonomi masyarakat secara digital menuju masyarakat modern yang lebih efektif dan efesien.
    
Program yang akan terus diterapkan secara berkala dan berkelanjutan tersebut, menjadi salah satu bahasan penting dalam acara pertemuan Bank Indonesia dengan 400 lebih jurnalis dari berbagai media baik cetak, online, tv maupun radio dari seluruh Indonesia.       

Acara temu wartawan daerah yang dilaksanakan dalam dua sesi mulai Minggu 2 Oktober hingga Rabu 5 Oktober 2016  di Jakarta Pusat yang diikuti 250 peserta.  Sesi pertama diikuti peserta dari pulau Jawa, Sulawesi, dan Bali.
    
Sesi selanjutnya  diikuti sebanyak 220 wartawan dari Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
    
Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Susiati Dewi mengatakan, mendukung program GNNT ini, kini Bank Indonesia mengembangkan Layanan Keuangan Digital (LKD).

LKD yaitu kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga (disebut Agen LKD), serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile.
    
Penggunaan uang elektronik melalui agen LKD ini, juga untuk mendukung pemerintah dalam melakukan transformasi pembayaran penyaluran bantuan sosial yang semula tunai menjadi non-tunai.
    
Melalui layanan keuangan digital (LKD), akan mengubah semua metode pembayaran dari manual menjadi elektronik, mengubah sebagian besar mekanisme pembayaran dari fisik menjadi digital, dan meningkatkan akses keuangan yang terbatas menjadi luas (inklusif).
    
Menurut Susi, arahan Presiden RI pada rapat terbata 26 April 2016 meminta, setiap penyaluran bansos harus dalam bentuk non- tunai dan terintegrasi, penggunaan berbagai kartu untuk penyaluran bansos, agar dapat diintegrasikan kedalam satu kartu.
    
Adapun model bisnis penyaluran bantuan sosial nontunai tersebut, antara lain bekerja sama dengan HIMBARA (Himpunan Bank Negara) dan agen e-warong Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga Harapan (KUBE PKH).
    
Selain itu, dengan konsep 1 kartu (combo card) yaitu Kartu Keluarga Sejahtera, yang memiliki, fitur berupa uang elektronikk (U-nik) dan e-voucher untuk barang serta tabungan.
    
Bantuan yang akan memanfaatkan program tersebut yaitu, bantuan beras kesejahteraan Atau Ranstra yang sebelumnya disebut Raskin, kemudian bantuan program keluarga harapan, kesehatan pendidikan dan lainnya.
    
"Jadi nantinya masyarakat penerima Ranstra tidak lagi menerima bantuan beras, tetapi akan mendapatkan kartu, yang bisa dimanfaatkan untuk membeli beras atau barang di warung elektronik (e-warung) yang telah ditunjuk," katanya.
    
Program ini, diharapkan akan lebih memudahkan masyarakat, bukan hanya warga perkotaan, tetapi juga bagi warga daerah terpencil dan pedalaman.
    
Warga tidak lagi harus pergi ke kota atau kecamatan, untuk mendapatkan bantuan pemerintah, karena seluruh bantuan secara otomatis telah terkirim dan terdistribusi ke kartu yang telah dipegang oleh masing-masing penerima.
    
Untuk menggunakannya, warga tinggal menuju ke warung elektronik yang telah ditunjuk dan disertifikasi oleh pemerintah maupun bank, dan menggesek kartu tersebut, sesuai dengan nominal belanja saat itu.
    
"Saat ini, Bank Indonesia bekerja sama dengan beberapa pihak terkait, sedang berupaya untuk memenuhi seluruh infrastruktur yang diperlukan, secara bertahap di beberapa daerah," kata Susi.
    
Melalui pembayaran nontunai ini, pemerintah juga bisa memastikan, bantuan akan lebih tepat sasaran dan sampai secara utuh kepada yang berhak menerimanya.
    
Bagi Bank Indonesia sendiri, program ini, akan mampu mengurangi biaya perawatan uang rupiah, yang selama ini, hampir tiap bulan harus membakar triliunan rupiah uang rusak, akibat sobek, diceklek, maupun sebab lainnya.
    
Sebagaimana diketahui, kesadaran masyarakat terhadap perawatan uang rupiah masih sangat rendah. Masyarakat tidak segan-segan menceklek uang dengan staples, mengumal-ngumal uang saat akan dibelanjakan, tidak hati-hati saat memasukkan ke dalam dompet, bahkan seenaknya melipat-lipat uang kerta saat akan memasukkannya ke dalam kotak amal dan lainnya.
    
"Banyaknya uang rusak tersebut, sangat mengurangi terhadap kualitas uang layak edar di masyarakat, sehingga harus dimusnahkan, dan hal tersebut menambah biaya yang tidak sedikit," katanya.
   
     Potensi

Acara temu wartawan sesi Gerakan Nasional Nontunai yang dipandu produser Kompas TV Asep Toha Mahpud, mendapatkan sambutan cukup antusias dari para wartawan, untuk mengetahui lebih dalam tentang program ini, yang dibuktikan dengan banyak peserta yang angkat tangan dalam sesi tanya jawab.
    
Beberapa wartawan mempertanyakan tentang, teknis, potensi serta kendala pemanfaatan uang nontunai, terutama untuk daerah-daerah terpencil atau pedalaman.
    
Hasil survei neraca rumah tangga yang dilakukan BI tahun 2012 menunjukkan, bahwa hanya 48 persen dari total rumah tangga di Indonesia yang memiliki tabungan di bank, lembaga keuangan nonbank dan nonlembaga keuangan.
    
Hal ini memberikan kesimpulan, bahwa masih diperlukan peningkatan pengetahuan keuangan dan perbankan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
    
"Kondisi tersebut meyakinkan Bank Indonesia akan perlunya kebijakan Keuangan Inklusif yang dilakukan secara nasional, yang melibatkan berbagai kementerian dan institusi terkait untuk memperoleh hasil yang optimal," katanya.
    
Bank Indonesia, sangat optimistis GNNT, akan sukses walaupun harus dilakukan secara bertahap di seluruh daerah, sambil melengkapi berbagai infrastruktur yang diperlukan.
    
Optimisme tersebut, didukung dari hasil penelitian, meskipun akses masyarakat terhadap perbankan masih rendah, tingkat penetrasi penggunaan telepon genggam hampir di seluruh wilayan Indonesia sangat tinggi, bahkan diperkirakan hampir menyamai jumlah total penduduk Indonesia.
    
Selain itu, perkembangan dan penyebaran unit usaha sederhana seperti warung, toko kelontong, atau penjual pulsa yang umumnya dimiliki penduduk setempat, dapat dipastikan tersebar di tiap desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.
    
Bank Indonesia melihat fenomena tersebut sebagai peluang dalam meningkatkan akses keuangan kepada masyarakat dan sekaligus mendukung GNNT.
    
Program GNNT, juga akan mampu mendorong masyarakat, untuk mempunyai tabungan, karena melalui gerakan nontunai, seluruh pengeluaran dan belanjar masyarakat bisa terigristasi dengan baik, yang secara otomatis juga akan mampu membantu rencana keuangan masyarakat.
    
Melalui perencanaan keuangan yang baik, sangat memungkinkan masyarakat, untuk bisa hidup lebih hemat, karena mereka hanya akan membeli sesuai kebutuhan yang penting.
    
Beberapa negara yang memanfaatkan pembayaran nontunai telah membuktikan manfaatkan yang sangat besar bagi pemerintah, konsumen maupun bagi perbankan.
    
Seperti contoh pembayaran elektronik antara RT & Pemerintah di India dapat menghemat 8 persen dari total pembayaran, sementara penerimaan Pemerintah meningkat hampir 80 persen, sebab konversi dari tunai kepada elektronik secara umum menurunkan biaya > 50% operasional.
    
Pengalaman di Afrikan, pembayaran elektronik juga mampu menekan biaya & waktu perjalanan oleh nasabah di 3 bank di Afrika untuk datang ke cabang bank & mengantri sebesar 2-7 persen  dari gaji bulanan. Pembayaran elektronik mengurangi hal tersebut.
    
Selain itu, masyarakat juga mendapat akses keuangan (menabung, kredit, dll), mempunyai sarana memupuk asset serta mempunyai buffer saat shock.
    
Masyarakt di negara tersebut, juga  belajar mengelola keungan lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup kedepanPenyedia Jasa Keuangan
    
Manfaat bagi bank, mengurangi biaya pengelolaan uang tunai, fakta di retail bank di negara berkembang: biaya pengelolaan uang tunaidi kantor cabang > USD 1, sementara penggunaan ATM & agen menimbulkan biaya 25 –50c.
   
 Sementara itu, mendistribusikan bantuan sosial dengan nontunai, berdasarka data dari The Opportunities of Digitizing Payments, World Bank Group , BTCA & BMGF, 2014, terdapat 12 manfaat dari program tersebut yang telah dirasakan manfaatnya oleh beberapa negara yang telah menggunakan program tersebut sejak beberapa tahun terakhir.
   
Seperti India, untuk aspek transparansi mampu mengurangi kebocoran dan kesalahan target serta pengurangan fraud sebesar 47 persen,. Di Negeria, pembayaran nontunai mampu menekan biaya variabel turun 20 persen, kemdudian di Afrika Selatan, biaya distribusi hanya sepertiga dari cash based (drop 62 %).
    
India:hemat USD22,4 milyar/tahun (dari biaya overhead, transaksi dan fraud), Brazil:biaya transaksi turun dari 14,7% menjadi 2,6%, Kolombia:mampu menghemat 15% travel costdan waktu tunggu dari rata-rata 5 jam menjadi 30 menit.

Kemudian Nigeria: hemat waktu 40 menit, sehingga waktu tersebut dapat digunakan untuk memperoleh pendapatan lain, Kolombia: dengan non tunai dapat menghemat waktu rata-rata 9 menit.
    
Program ini juga mampu meningkatkan budaya menyimpan, seperti di Bolivia, Peru dan Filipina, simpanan naik 16% ketika diingatkan dengan SMS, Malawi:subsidi via elektronik meningkatkan output petani 21%, Kenya:mengurangi tendensi wanita menjadi konsumtif (6 -10%) karena pola keeping.
    
Program Nontunai juga menurunkan tingkat kejahatan, seperti di Amerika Serikat: elektronifikasi bantuan mengurangi tingkat kejahatan 10% dalam 20 tahun, Meksiko & Nepal: pembukaan rekening, meningkatkan budaya menyimpan, Mozambik:meningkatkan frekuensi remitansi.
    
Amerika Serikat:default rateturun dari 12% menjadi 2% karena likuiditas terbantu dari penyaluran non tunai serta peningkatan potensi penyaluran kredit, Kenya:peningkatan peran wanita di rural area (kontrol uang & tingkat konsumsi, kesehatan, pendidikan, dan produktivitas)


Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016