Dosen Pendidikan Khusus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin melatih anggota Kepolisian Resor Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan difabel.

"Sebanyak 35 anggota polisi yang mengikuti pelatihan layanan publik bagi penyandang disabilitas khususnya tunanetra," kata salah satu pemateri kegiatan asal ULM Banjarmasin Dr. H. Utomo, di Banjarmasin Jumat.

Menurut Utomo, pelatihan ini sangat penting diberikan dalam menyiapkan SDM bagi pihak kepolisian untuk memberikan layanan difabel bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik.

Dalam kegiatan itu, ada dua materi dan praktek yang disampaikan kepada peserta, materi pertama membahas tentang pengantar anak berkebutuhan khusus (ABK) yang disampaikan oleh Tenty Jahrina Ramli, M.Pd.

"Materi kedua tentang pengenalan anak tunanetra serta pelaksanaan praktek tunanetra," terang Utomo.

Sebelum memasuki pemaparan materi para juga kami wajib mengisi lembar pre-test tujuannya menjadi tolak ukur para peserta untuk mengetahui tentang penyandang disabilitas.

Tahap selanjutnya, kegiatan pemaparan materi terkait ABK dimana ABK merupakan anak yang memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak pada umumnya.

Proses pertumbuhan dan perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental, intelektual, dan emosional.

Klasifikasi anak berkebutuhan khusus itu ada dua yaitu temporer atau sementara dan permanen. ABK temporer itu berupa anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat sering menerima kekerasan, mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh orang tuanya.

Mengalami kesulitan kumulatif dalam membaca dan berhitung akibat kekeliruan guru dalam mengajar dan anak-anak yang mengalami trauma akibat dari bencana alam yang mereka alami.

ABK Permanen yaitu hambatan intelektual, hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan motorik, hambatan perilaku, autis, attention defisit hyperaktif disorder (ADHD), cerdas istimewa bakat istimewa (CIBI), lamban belajar dan kesulitan belajar spesifik (Disleksia, Disgrafia dan Diskalkulia).

Dalam kegiatan itu ada salah satu anggota polisi mengajukan pertanyaan, "apakah anak-anak yang berkebutuhan khusus ini saat masuk ke SLB nanti akan menjadi anak yang normal," kata salah satu anggota polisi yang bertanya.

Terkait hal demikian, bahasanya bukan menjadi anak normal, namun mendekati perilaku seperti anak pada umumnya, kemudian kalau lagi dikatakan ABK bisa sembuh, kan bukan penyakit, tapi diminimalisir hambatan yang ada pada anak.

Setelah selesai penyampaian materi pertama, dilanjutkan oleh pemateri kedua yang disampaikan oleh Dr. H. Utomo, M.Pd.

Materi yang disampaikan terkait anak tunanetra dan menolong tunanetra. Isi dari materi tersebut tunanetra merupakan tidak bisa melihat sama sekali – tidak mempunyai persepsi Cahaya.
Media baca tunanetra yaitu tulisan standar, tulisan yang diperbesar, media Braille dan media dengar. Perkembangan peralatan layanan pendidikan bagi tunaetra yaitu tongkat, riglet stilus, mesin tik braille, CCTV, buku-buku braille dan buku bicara, software baille, mesin printer braille, komputer bicara, tape recorder, kamus bicara dan lain-lain.

Materi lain yang disampaikan juga terkait menolong tunanetra dengan keterampilan orientasi mobilitas sosial komunikasi (OMSK) yaitu kemampuan seseorang dalam mengenal lingkungan dan kemampuan untuk menjangkau dari satu tempat ke tempat lain.

Orientasi adalah upaya mengenal lingkungan, mobilitas adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya, sosial adalah hubungan antar manusia dan komunikasi adalah upaya interaksi melalui berbagai cara agar bisa saling memahami.

Sedangkan OMSK itu sendiri ada dua yaitu teknik mandiri dan tehnik pendamping awas.

Menurut Utomo, orang awas belajar OMSK bagi tunanetra adalah agar dapat melatih OMSK bagi tunanetra, agar dapat membimbing tunanetra mengenal lingkungan, agar dapat menolong/membantu tunanetra dengan benar dan agar dapat menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilan OMSK bagi orang lain.

Dalam memberikan pertolongan dan melatih orientasi mobilitas bagi tunanetra dengan baik harus memiliki rasa empati, untuk bisa empati maka proses belajar harus merasakan menjadi tunanetra.

Selain itu Utomo juga menyampaikan prinsip-prinsip teknik pendamping awas yaitu tidak merendahkan tunanetra, sesuai kebutuhan tunanetra, saling memahami, terjadi komunikasi dengan baik, dan saling memposisikan dengan benar.

Teknik pendamping awas atau "sighted guide" yaitu teknik berpegangan tunanetra dewasa dan anak kecil, teknik berjalan dengan tunanetra, teknik melewati jalan sempit, teknik buka tutup pintu, teknik naik dan turun tangga.

"Teknik pindah pegangan, teknik membonceng sepeda motor/ masuk dan keluar mobil, teknik mengantar ke tempat duduk, dan teknik berjalan di tempat darurat," jelas Utomo.

Pewarta: Sujud Mariono

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023