Upaya percepatan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menggelar Fokus Group Discusion (FGD) dengan sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait di Aula Gedung Badan Penghubung Provinsi Kalimantan Selatan di Jakarta.
Kepala Bapenda Kotabaru H Akhmad Rivai Rivai mengatakan FGD ini dilakukan agar Pemerintah Kabupaten Kotabaru benar-benar siap pada tanggal 5 Januari 2024 melaksanakan regulasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
"Jika belum ditetapkan Peraturan Daerah dimaksud akan berdampak bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru," kata kepala Bapenda Ahmad Rivai di Kotabaru, Selasa.
Baca juga: Kemenkumham Kalsel gelar FGD hasil pengawasan dan penguatan budaya antikorupsi
Rivai menjelaskan, jika penetapan peraturan tersebut tidak di tetapkan maka akan dipastikan tidak dapat melakukan pungutan atas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) akibatnya pembiayaan belanja untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan Pembangunan terganggu karena berkurangnya sumber pendapatan asli daerah.
FGD dilaksanakan dengan melibatkan BPKAD, Bapenda, Bagian Hukum, seluruh SKPD pengampu pajak dan retribusi daerah dengan narasumber dari Direktorat Pendapatan Kemendagri dan dihadiri Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kabupaten Kotabaru.
Rivai menambahkan, regulasi yang akan ditetapkan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu pungutan Pajak dan Retribusi yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten.
Pungutan yang menjadi kewenangan kabupaten yaitu Pajak Bumi Perdesaan dan Perkotaan(PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Makanan dan/atau Minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan.
Serta pajak reklame, pajak air tanah, pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), pajak Sarang Burung Walet, Opsen PKB dan Opsen BBNKB, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu.
Dalam kesempatan itu Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda Direktorat Pendapatan Kemendagri, Herteti Rospelita mengatakan ada 5 point Pajak kabupaten kota dalam ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah yaitu tidak ada perubahan tarif untuk BPHTB, pajak reklame, pajak air tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet.
"Terdapat kenaikan tarif PBB-P2 namun diberikan diskresi bagi Pemda untuk melakukan set-up Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu sebesar 20 persen sampai dengan 100 persen dari NJOP. terdapat pengelompokan untuk jenis barang jasa tertentu yang terdiri dari makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan," kata Herteti.
Kemudian terdapat penurunan tarif Pajak MBLB karena adanya kebijakan opsen yang diharapkan tidak membebani wajib pajak, serta penambahan Objek Pajak yaitu opsen PKB dan MBLB yang merupakan pengganti bagi hasil PKB dan BBNKB.
Pada kesempatan itu Herteti menyampaikan kiat-kiat optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi yaitu melalui kerjasama digitalisasi/elektonifikasi, pemeriksaan/penagihan, penambahan potensi jenis/objek pajak baru, serta penambahan potensi subjek/wajib pajak baru.
Baca juga: BPJAMSOSTEK dan Pemkab Banjar gelar FGD untuk pekerja informal
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
Kepala Bapenda Kotabaru H Akhmad Rivai Rivai mengatakan FGD ini dilakukan agar Pemerintah Kabupaten Kotabaru benar-benar siap pada tanggal 5 Januari 2024 melaksanakan regulasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
"Jika belum ditetapkan Peraturan Daerah dimaksud akan berdampak bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru," kata kepala Bapenda Ahmad Rivai di Kotabaru, Selasa.
Baca juga: Kemenkumham Kalsel gelar FGD hasil pengawasan dan penguatan budaya antikorupsi
Rivai menjelaskan, jika penetapan peraturan tersebut tidak di tetapkan maka akan dipastikan tidak dapat melakukan pungutan atas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) akibatnya pembiayaan belanja untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan Pembangunan terganggu karena berkurangnya sumber pendapatan asli daerah.
FGD dilaksanakan dengan melibatkan BPKAD, Bapenda, Bagian Hukum, seluruh SKPD pengampu pajak dan retribusi daerah dengan narasumber dari Direktorat Pendapatan Kemendagri dan dihadiri Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kabupaten Kotabaru.
Rivai menambahkan, regulasi yang akan ditetapkan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu pungutan Pajak dan Retribusi yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten.
Pungutan yang menjadi kewenangan kabupaten yaitu Pajak Bumi Perdesaan dan Perkotaan(PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Makanan dan/atau Minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan.
Serta pajak reklame, pajak air tanah, pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), pajak Sarang Burung Walet, Opsen PKB dan Opsen BBNKB, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu.
Dalam kesempatan itu Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda Direktorat Pendapatan Kemendagri, Herteti Rospelita mengatakan ada 5 point Pajak kabupaten kota dalam ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah yaitu tidak ada perubahan tarif untuk BPHTB, pajak reklame, pajak air tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet.
"Terdapat kenaikan tarif PBB-P2 namun diberikan diskresi bagi Pemda untuk melakukan set-up Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu sebesar 20 persen sampai dengan 100 persen dari NJOP. terdapat pengelompokan untuk jenis barang jasa tertentu yang terdiri dari makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan," kata Herteti.
Kemudian terdapat penurunan tarif Pajak MBLB karena adanya kebijakan opsen yang diharapkan tidak membebani wajib pajak, serta penambahan Objek Pajak yaitu opsen PKB dan MBLB yang merupakan pengganti bagi hasil PKB dan BBNKB.
Pada kesempatan itu Herteti menyampaikan kiat-kiat optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi yaitu melalui kerjasama digitalisasi/elektonifikasi, pemeriksaan/penagihan, penambahan potensi jenis/objek pajak baru, serta penambahan potensi subjek/wajib pajak baru.
Baca juga: BPJAMSOSTEK dan Pemkab Banjar gelar FGD untuk pekerja informal
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023