Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan (Zulhas) mengusulkan kepada negara-negara di Asia Tenggara untuk mempertimbangkan impor gandum dari Rusia melalui China atau India.
“Tadi kami mendiskusikan kalau mau lebih mudah bisa melalui India atau melalui Tiongkok itu bisa lebih mudah,” kata Zulhas saat ditemui seusai pertemuan konsultasi Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) dan Rusia di Semarang, Jawa Tengah, Senin.
Menurut Zulhas, yang juga Ketua Menteri Ekonomi ASEAN 2023, impor gandum dari Rusia melalui India dan China akan lebih mudah karena ASEAN tidak memiliki hambatan distribusi logistik ke dua negara tersebut.
Baca juga: Mendag RI sebut Rusia mitra dagang penting untuk ASEAN
Bagi Indonesia, kata Zulhas, Pemerintah tidak mengkhawatirkan hambatan impor gandum Rusia karena terdapat pasokan dari negara-negara di Benua Amerika seperti Kanada dan Amerika Serikat yang bisa mencukupi ketersediaan nasional.
Dalam pertemuan konsultasi itu, Zulhas menyebut ASEAN dan Rusia memang membahas pasokan pertanian dari Rusia ke ASEAN.
Beberapa bidang lain yang dibahas ASEAN dan Rusia, antara lain, implementasi kerja sama perdagangan dan investasi ASEAN-Rusia seperti workshop perdagangan daring ASEAN-Rusia, sektor pariwisata, konektivitas via penerbangan langsung, keamanan digital khususnya pembayaran elektronik dan animasi kreatif.
Rusia telah memutuskan keluar dari perjanjian paket tentang ekspor biji-bijian Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam pada Juli 2023. Keluarnya Rusia dari kesepakatan ini memicu tekanan rantai pasok pangan untuk komoditas seperti gandum, jagung, dan lainnya.
Rusia keluar dari perjanjian tersebut karena Negara Beruang Merah belum bisa memenuhi kebutuhan makanan dan pupuk dalam negeri.
Baca juga: RI tekankan pentingnya ASEAN jadi pusat produksi kendaraan listrik
Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam (Black Sea Grain Initiative) terbentuk Juli 2022 untuk memerangi krisis pangan global yang diperberat oleh invasi Rusia ke Ukraina. Rusia merupakan salah satu eksportir biji-bijian terbesar di dunia.
Ekspor pangan via Laut Hitam telah merosot dari puncaknya, yakni 4,2 juta metrik ton, pada Oktober 2022 menjadi 1,3 juta metrik ton pada Mei 2023, yang merupakan volume terendah sejak kesepakatan biji-bijian tersebut mulai diberlakukan.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023