Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Lembaga Komunikasi untuk Demokrasi (Lkomdek) sebuah lembaga swadaya masyarakat di Banjarmasin menyarankan agar Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor mengevaluasi kinerja Dinas Pendapatan Daerah provinsi setempat.
"Pasalnya kinerja Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kalimantan Selatan (Kalsel) tidak memuaskan," ujar Koordinator Lkomdek Muhith Afif dalam keterangan persnya di Banjarmasin, Selasa.
Muhith SH yang mengaku dosen luar biasa Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin itu menunjuk salah satu contoh kinerja Dispenda Kalsel yang tak memuaskan, yaitu berkaitan masalah pajak kendaraan bermotor.
Tunggakan pajak kendaraan bermotor tahun 2014 dan 2015 mencapai Rp494.300.761.266,00.
Angka tunggakan�tersebut, jika dibandingkan dengan target Dispenda Kalsel sebesar Rp1.090.475.642.000,00, maka dalam 2014 dan 2015 cuma bisa mencapai 45 persen saja.
Dengan capaian 45 persen selama tahun 2014 dan 2015, dia mempertanyakan, mengapa tahun 2016 Gubernur Kalsel menerbitkan kebijakan pembebasan denda tanpa ada usaha lainnya, karena bisa menjadi kebiasaan buruk pada tahun-tahun selanjutnya.
Pembebasan denda pajak kendaraan bermotor yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0237/KUM/2016 tentang Pemberian Pembebasan Sanksi Administrasi Berupa Denda Pajak Kendaraan Bermotor di Wilayah Kalsel itu, menurut dia, tidak tepat.
Selain tidak tepat dikeluarkan, Surat Keputusan (SK) Gubernur tersebut, juga menunjukkan pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel khususnya Dispenda setempat belum memiliki strategi-strategi jitu dalam menarik pajak daerah.
Alasan lain mengapa SK Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0237/KUM/2016 tidak tepat, pada 29 Oktober 2015 Gubernur Kalsel menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa.
Artinya, lanjut dia, sebelum mengeluarkan kebijakan pembebasan denda pajak, seharusnya jalan pertama yang perlu Pemprov tempuh adalah dengan cara menegakkan Perda Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa.
Karena, ujarnya, membuat perda itu membutuhkan biaya besar, bahkan bisa ratusan juta rupiah. Semuanya menggunakan uang rakyat.
"Oleh karenanya apabila perda yang sudah ditandatangani gubernur, tetapi tidak dihiraukan gubernur dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di bawahnya, ini apa namanya kalau bukan dagelan?, tanyanya.
Sementara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009� tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Perda 5/2011 tentang Pajak Daerah di Kalsel, maka SK Gubernur tidak bisa menghapusakan denda pajak kendaraan bermotor.
"Mengapa Gubernur Sahbirin menerbitkan SK Nomor 188.44/0237/KUM/2016 untuk menghapus denda pajak kendaraan bermotor di wilayah Kalsel? Apa dasar hukumnya sudah tepat, itu semua tidak terlepas dari kinerja Dispenda provinsi setempat," demikian Muhith.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
"Pasalnya kinerja Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kalimantan Selatan (Kalsel) tidak memuaskan," ujar Koordinator Lkomdek Muhith Afif dalam keterangan persnya di Banjarmasin, Selasa.
Muhith SH yang mengaku dosen luar biasa Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin itu menunjuk salah satu contoh kinerja Dispenda Kalsel yang tak memuaskan, yaitu berkaitan masalah pajak kendaraan bermotor.
Tunggakan pajak kendaraan bermotor tahun 2014 dan 2015 mencapai Rp494.300.761.266,00.
Angka tunggakan�tersebut, jika dibandingkan dengan target Dispenda Kalsel sebesar Rp1.090.475.642.000,00, maka dalam 2014 dan 2015 cuma bisa mencapai 45 persen saja.
Dengan capaian 45 persen selama tahun 2014 dan 2015, dia mempertanyakan, mengapa tahun 2016 Gubernur Kalsel menerbitkan kebijakan pembebasan denda tanpa ada usaha lainnya, karena bisa menjadi kebiasaan buruk pada tahun-tahun selanjutnya.
Pembebasan denda pajak kendaraan bermotor yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0237/KUM/2016 tentang Pemberian Pembebasan Sanksi Administrasi Berupa Denda Pajak Kendaraan Bermotor di Wilayah Kalsel itu, menurut dia, tidak tepat.
Selain tidak tepat dikeluarkan, Surat Keputusan (SK) Gubernur tersebut, juga menunjukkan pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel khususnya Dispenda setempat belum memiliki strategi-strategi jitu dalam menarik pajak daerah.
Alasan lain mengapa SK Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0237/KUM/2016 tidak tepat, pada 29 Oktober 2015 Gubernur Kalsel menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa.
Artinya, lanjut dia, sebelum mengeluarkan kebijakan pembebasan denda pajak, seharusnya jalan pertama yang perlu Pemprov tempuh adalah dengan cara menegakkan Perda Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa.
Karena, ujarnya, membuat perda itu membutuhkan biaya besar, bahkan bisa ratusan juta rupiah. Semuanya menggunakan uang rakyat.
"Oleh karenanya apabila perda yang sudah ditandatangani gubernur, tetapi tidak dihiraukan gubernur dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di bawahnya, ini apa namanya kalau bukan dagelan?, tanyanya.
Sementara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009� tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Perda 5/2011 tentang Pajak Daerah di Kalsel, maka SK Gubernur tidak bisa menghapusakan denda pajak kendaraan bermotor.
"Mengapa Gubernur Sahbirin menerbitkan SK Nomor 188.44/0237/KUM/2016 untuk menghapus denda pajak kendaraan bermotor di wilayah Kalsel? Apa dasar hukumnya sudah tepat, itu semua tidak terlepas dari kinerja Dispenda provinsi setempat," demikian Muhith.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016