Barabai, (Antaranews Kalsel) - Baladuman atau meriam bambu merupakan salah satu permainan tradisional yang cukup populer serta dikenal di berbagai daerah-daerah, bahkan hampir di seluruh wilayah nusantara dan melayu pada umumnya.
Permainan yang hanya dimainkan ketika menjelang datangnya bulan Ramadhan sampai saat waktu lebaran. Selain disebut dengan istilah meriam bambu.
Di berbagai daerah permainan ini dikenal juga dengan nama bedil bambu, mercon bumbung, long bumbung, dan di wilayah kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan di sebut dengan "baladuman".
Menurut Fauzan salah satu warga HST yang saat ditemui minggu (12/6) menjelaskan, cara membuatnya, tidaklah susah, karena hanya membutuhkan bambu dengan diameter 10 cm hingga 15 cm dengan panjang 1-2 Meter.
Kemudian tiap ruas bambu harus dibobol dengan linggis atau kayu yang runcing dan buat lubang pemicu dengan gergaji atau bor di permukaan bambu untuk menyulut apinya dengan menggunakan minyak tanah maupun karbit.
"Kebiasaan memainkan meriam bambu ini dilakukan setelah berbuka puasa, sesudah shalat taraweh dan saat membangunkan warga makan sahur serta mulai menjadi-jadi saat saat menjelang lebaran," katanya.
Bahkan saat-saat seperti itu biasanya dilakukan lomba atau perang-perangan meriam bambu yang rutin dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Kecamatan Pandawan Kabupaten HST.
Biasanya, meriam dibuat lebih besar dengan menggunakan batang Hanau atau pohon nira dengan bahan kimia karbit sebagai peledaknya,â€katanya yang tidak lain juga merupakan orang Pandawan.
Aceng yang juga warga Barabai menambahkan, walaupun di sebagian daerah, permainan ini sudah hampir punah dikalahkan oleh mercon dan kembang api, serta larangan dari aparat pemerintah yang dinilai bisa membahayakan.
Tetapi tidak untuk wilayah HST meriam bambu masih tak lekang oleh waktu, dentuman-dentuman suaranya masih terdengar di pelosok-pelosok desa sampai ke kota.
"Untuk memainkan meriam bambupun memang tak perlu keahlian khusus karena kalau melihat semua orang pasti bisa, paling-paling suaranya yang tidak nyaring. yang lebih penting adalah berhati-hati, salah-salah alis mata hangus atau rambut bagian depan gosong."katanya sambil diiringi gelak tawa.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, Kecelakaan sering terjadi karena pemain kurang hati-hati sehingga gas hasil pembakaran yang sudah ditiup ke arah lubang di ujung keluar, malah berbalik ke arah lubang tiup, dan menyemburkan api serta gas yang sangat panas ke arah muka pemain, namun anehnya hal tersebut tidak pernah membuat anak-anak jera paling-paling dimarahi orangtuanya.
"Tak bisa dipungkiri tahun 90-an kebawah merupakan tahun kejayaan permainan tradisional ini. Bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga bagi kalangan remaja," katanya.
Tak perlu kecanggihan teknologi, mainan 90-an nampaknya memang meninggalkan kesan tersendiri buat kita dan akan selalu menimbulkan kerinduan, karena dentumannya yang terdengar hanya pada saat Ramadhan dinilai sebagai penyemarak datangnya bulan suci tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
Permainan yang hanya dimainkan ketika menjelang datangnya bulan Ramadhan sampai saat waktu lebaran. Selain disebut dengan istilah meriam bambu.
Di berbagai daerah permainan ini dikenal juga dengan nama bedil bambu, mercon bumbung, long bumbung, dan di wilayah kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan di sebut dengan "baladuman".
Menurut Fauzan salah satu warga HST yang saat ditemui minggu (12/6) menjelaskan, cara membuatnya, tidaklah susah, karena hanya membutuhkan bambu dengan diameter 10 cm hingga 15 cm dengan panjang 1-2 Meter.
Kemudian tiap ruas bambu harus dibobol dengan linggis atau kayu yang runcing dan buat lubang pemicu dengan gergaji atau bor di permukaan bambu untuk menyulut apinya dengan menggunakan minyak tanah maupun karbit.
"Kebiasaan memainkan meriam bambu ini dilakukan setelah berbuka puasa, sesudah shalat taraweh dan saat membangunkan warga makan sahur serta mulai menjadi-jadi saat saat menjelang lebaran," katanya.
Bahkan saat-saat seperti itu biasanya dilakukan lomba atau perang-perangan meriam bambu yang rutin dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Kecamatan Pandawan Kabupaten HST.
Biasanya, meriam dibuat lebih besar dengan menggunakan batang Hanau atau pohon nira dengan bahan kimia karbit sebagai peledaknya,â€katanya yang tidak lain juga merupakan orang Pandawan.
Aceng yang juga warga Barabai menambahkan, walaupun di sebagian daerah, permainan ini sudah hampir punah dikalahkan oleh mercon dan kembang api, serta larangan dari aparat pemerintah yang dinilai bisa membahayakan.
Tetapi tidak untuk wilayah HST meriam bambu masih tak lekang oleh waktu, dentuman-dentuman suaranya masih terdengar di pelosok-pelosok desa sampai ke kota.
"Untuk memainkan meriam bambupun memang tak perlu keahlian khusus karena kalau melihat semua orang pasti bisa, paling-paling suaranya yang tidak nyaring. yang lebih penting adalah berhati-hati, salah-salah alis mata hangus atau rambut bagian depan gosong."katanya sambil diiringi gelak tawa.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, Kecelakaan sering terjadi karena pemain kurang hati-hati sehingga gas hasil pembakaran yang sudah ditiup ke arah lubang di ujung keluar, malah berbalik ke arah lubang tiup, dan menyemburkan api serta gas yang sangat panas ke arah muka pemain, namun anehnya hal tersebut tidak pernah membuat anak-anak jera paling-paling dimarahi orangtuanya.
"Tak bisa dipungkiri tahun 90-an kebawah merupakan tahun kejayaan permainan tradisional ini. Bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga bagi kalangan remaja," katanya.
Tak perlu kecanggihan teknologi, mainan 90-an nampaknya memang meninggalkan kesan tersendiri buat kita dan akan selalu menimbulkan kerinduan, karena dentumannya yang terdengar hanya pada saat Ramadhan dinilai sebagai penyemarak datangnya bulan suci tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016