Kotabaru, (AntaranewsKalsel) - Kalangan Legislatif Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mempertanyakan regulasi atau kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait penyaluran dana desa sebagai kepastian hukum dalam pengelolaan dana yang bersumber APBN.


Wakil Ketua DPRD Kotabaru M Arif usai mendampingi rombongan Komisi I ke Kementerian Keuangan RI, Jumat mengatakan, alasan koordinasi yang dilakukannya terkait kekhawatiran banyak pihak khususnya aparat desa dalam menyalurkan alokasi dana desa yang selama ini belum terserap secara optimal.

"Dalam rapat koordinasi rombongan Komisi I DPRD Kotabaru dengan Kemenkeu, kami mempertanyakan terkait kepastian dan percepatan proses pencairan dana desa yang tahun ini mencapai Rp560 juta per desa," kata M Arif.

Hal tersebut menurut dia dimaksudkan agar pemanfaatan alokasi dana desa dapat tersalur sesuai dengan tepat, efektif dan efisien dengan mengedepankan pemenuhan hajat masyarakat desa secara luas. Tidak lagi ada kendala teknis yang mengakibatkan tertundanya program pembangunan akibat keterlambatan pencairan.

Menurut Arif, mengevaluasi dari program yang sudah terlaksana tahun lalu yang penyaluran kepada masing-masing desa sebesar Rp250 juta, sebagian desa ada yang belum bisa terlaksana dan terserap secara maksimal, sehingga perlunya perbaikan sistem baik dari hulu hingga hilir.

Karena lanjut dia, dengan maksimalnya penyerapan dana dalam peningkatan pembangunan di pedesaan, maka akan membawa dampak positif pada program yang sama tahun berikutnya (2017) dengan alokasi dana yang lebih besar yakni Rp1 miliar per desa.

Diakui politisi Partai PPP ini, keberadaan dana desa sangat bagus bagi daerah-daerah khususnya yang kondisi finansialnya masih terbatas, seperti Kotabaru yang luas wilayahnya hampir sepertiga dari luas provinsi Kalsel akan sangat tertolong adanya dana desa tersebut untuk pembangunan.

"Kotabaru sebanyak 202 desa, jika per desa Rp1 miliar, maka tidak kurang dari Rp202 miliar dana yang bisa digunakan membangun infrastruktur di pedesaan, sehingga beban APBD daerah relatif lebih ringan dan dapat mengalihkan pada alokasi lain yang masuk dalam skala prioritas," terang Arif.

Diketahui dari pemberitaan online yang mewartakan komitmen pemerintahan Jokowi-JK menjadikan desa sebagai pondasi pembangunan nasional telah diperkuat dengan munculnya Gerakan Nasional Desa Membangun Indonesia yang diprakarsai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar. Proses desa membangun pun semakin kongkrit dengan ditingkatkannya jumlah dana desa dari tahun ke tahun.

Pada 2016, dana desa yang dialokasikan langsung dari APBN sekitar Rp46,9 triliun, sehingga masing-masing desa akan menerima sekitar Rp800 juta. Jumlah ini meningkat dibanding 2015 yang dicairkan mencapai Rp20,76 triliun. Penggunaan dana desa 2015 sendiri telah terbukti memberi sumbangsih besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembangunan dan perbaikan infrastruktur desa, serta mampu meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

Oleh karena itu, Menteri Marwan mengajak para kades dan masyarakat desa agar memaksimalkan penggunaan Dana Desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memacu pembangunan desa. Hal itu diungkapkan Marwan saat mengumpulkan para kepala desa se-Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Dijelaskan Marwan, masyarakat desa dituntut untuk pandai-pandai melihat potensi yang dimilikinya. Misalnya desa yang memiliki pantai indah maka dapat membangun sebagai objek wisata desa. Juga ada potensi pertambangan yang dapat dikelola oleh desa menjadi sumber perekonomian masyarakat.

Agar pengelolaan potensi desa semakin maksimal dan terarah, dia menganjurkan agar masyarakat desa membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). BUMDesa merupakan usaha bersama milik seluruh masyarakat desa, dimana pembentukannya dilakukan melalui musyawarah desa yang melibatkan pemerintah desa bersama seluruh unsur masyarakat.

Pewarta: Shohib

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016