Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Mahasiswi Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Kalimantan Selatan mengritisi kurikulum pendidikan serta penelitian perguruan tinggi yang disampaikan kepada DPRD setempat saat aksi damai Rabu.
Dalam aksi tersebut mereka mengharapkan wakil rakyat tingkat provinsi setempat memperjuangkan perubahan kurikulum tersebut.
Pasalnya, menurut mahasiswi MHTI Kalsel dalam kongres 24 Oktober lalu, kurikulum dan penelitian perguruan tinggi hanya mengarah kepentingan pasar, bukan untuk peningkatan kualitas pendidikan, sehingga yang paling diuntungkan adalah industri kapitalis global.
Para mahasiswi Muslimah HTI itu juga menolak adanya ideologi feminis yang mengatasnamakan kesetaraan jender, padahal mahasiswi diarahkan untuk menempuh pendidikan tinggi dengan orientasi masuk bursa kerja.
Oleh karena itu, dengan adanya kebijakan ala kolonialis-feminis, intelektual muda dihadapkan pada tiga bahaya besar, yaitu disorientasi peran sebagai ibu generasi, eksploitasi ilmu dan keahlian untuk kepentingan industri kapitalis, serta terwujudnya intelektual pengokoh penjajahan kapitalis.
Dalam aksinya itu pula, para mahasiswa MHTI Kalsel menyeru pemerintah untuk menerapkan kebijakan politik-ekonomi Islam dan sistem pendidikan Islam, sehingga peran strategis intelektual diarahkan buat kemaslahatan rakyat dan peradaban dunia.
Pada aksi tersebut, mereka membawa spanduk dan pamplet bertuliskan "intelektual muda tegakkan khilafah" dan "selamatkan intelektual muda dari cengkeraman neokolonialis-feminis".
Selain itu, pamplet bertuliskan, "perempuan muda kontruktor peradaban pencetak generasi" dan "khilafah pencetak intelektual muda pembangun peradaban cemerlang".
Aksi damai tersebut merupakan tindak lanjut dari Kongres Mahasiswi Islam Untuk Peradaban (KMIP) yang diselenggarakan di 26 kota se-Indonesia, termasuk di Kalsel pada 24 oktober 2015.
Menerima aksi damai mahasiswi MHTI tersebut Wakil Ketua, Sekretaris dan anggota Komisi IV bidang kesra DPRD Kalsel masing-masing Yazidie Fauzy (PKB), HM Lutfi Saifuddin (Gerindra) dan Rudiansyah (Partai Golkar).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
Dalam aksi tersebut mereka mengharapkan wakil rakyat tingkat provinsi setempat memperjuangkan perubahan kurikulum tersebut.
Pasalnya, menurut mahasiswi MHTI Kalsel dalam kongres 24 Oktober lalu, kurikulum dan penelitian perguruan tinggi hanya mengarah kepentingan pasar, bukan untuk peningkatan kualitas pendidikan, sehingga yang paling diuntungkan adalah industri kapitalis global.
Para mahasiswi Muslimah HTI itu juga menolak adanya ideologi feminis yang mengatasnamakan kesetaraan jender, padahal mahasiswi diarahkan untuk menempuh pendidikan tinggi dengan orientasi masuk bursa kerja.
Oleh karena itu, dengan adanya kebijakan ala kolonialis-feminis, intelektual muda dihadapkan pada tiga bahaya besar, yaitu disorientasi peran sebagai ibu generasi, eksploitasi ilmu dan keahlian untuk kepentingan industri kapitalis, serta terwujudnya intelektual pengokoh penjajahan kapitalis.
Dalam aksinya itu pula, para mahasiswa MHTI Kalsel menyeru pemerintah untuk menerapkan kebijakan politik-ekonomi Islam dan sistem pendidikan Islam, sehingga peran strategis intelektual diarahkan buat kemaslahatan rakyat dan peradaban dunia.
Pada aksi tersebut, mereka membawa spanduk dan pamplet bertuliskan "intelektual muda tegakkan khilafah" dan "selamatkan intelektual muda dari cengkeraman neokolonialis-feminis".
Selain itu, pamplet bertuliskan, "perempuan muda kontruktor peradaban pencetak generasi" dan "khilafah pencetak intelektual muda pembangun peradaban cemerlang".
Aksi damai tersebut merupakan tindak lanjut dari Kongres Mahasiswi Islam Untuk Peradaban (KMIP) yang diselenggarakan di 26 kota se-Indonesia, termasuk di Kalsel pada 24 oktober 2015.
Menerima aksi damai mahasiswi MHTI tersebut Wakil Ketua, Sekretaris dan anggota Komisi IV bidang kesra DPRD Kalsel masing-masing Yazidie Fauzy (PKB), HM Lutfi Saifuddin (Gerindra) dan Rudiansyah (Partai Golkar).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015