Sebagai unsur penegak hukum, seorang jaksa dituntut bersikap profesional bekerja sesuai Undang-Undang dalam menangani suatu perkara baik itu kasus limpahan Kepolisian maupun ditangani sendiri seperti tindak pidana korupsi.

Tahapan penuntutan pun jadi ajang jaksa bertarung di persidangan membuktikan dakwaannya terhadap terdakwa yang diadili di hadapan majelis hakim.

Jaksa dikatakan sukses ketika terdakwa akhirnya divonis bersalah oleh hakim. Namun dakwaan jaksa dinilai tak terbukti mana kala hakim dengan keyakinannya menyatakan terdakwa bebas dari segala tuntutan.

Di tengah tugasnya menegakkan hukum selaku penuntut umum, ternyata jaksa juga tidak terlepas dari rasa kebatinan yang kerap bergejolak mana kala mendapati suatu perkara sejatinya bisa diselesaikan di luar pengadilan ataupun penghentian penuntutan ketika proses persidangan sudah berjalan.

Hal itu pula yang pernah dirasakan Indah Laila sepanjang karirnya sebagai jaksa lebih kurang 24 tahun bertugas. Dia pun punya prinsip menegakkan hukum tanpa mengesampingkan hati nurani.

"Prinsipnya dalam tugas kita profesional namun harus pula menjaga keseimbangan antara aturan hukum dengan nilai-nilai berlaku di masyarakat," kata Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan ini membuka kisah perjalanan karirnya saat disambangi ANTARA di ruang kerjanya di lantai 2 kantor Kejati Kalsel di Banjarmasin, Rabu (8/12).

Ditegaskan dia, jaksa sejatinya tidak pandang bulu siapa pun melakukan tindak pidana harus dihukum. Namun kalau tidak terbukti, jaksa juga legowo jika terdakwa harus dibebaskan.

"Jangan sampai kita menghukum orang yang tidak bersalah," tegasnya.

Hati nurani yang disebut Indah kini sejalan dengan penerapan "restorative justice" atau keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif bisa ditempuh yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.

Namun ada pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000 tapi ancaman tidak lebih dari 2 tahun, ancaman pidana lebih dari 5 tahun asal kerugian tidak melebihi Rp2.500.000 serta kepentingan korban terpenuhi dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.

Sepanjang tahun 2020 lalu, jajaran Kejati Kalsel yang dikomando Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel Rudi Prabowo Aji menerapkan keadilan restoratif terhadap 11 perkara. Sementara di tahun 2021 ini, sudah ada dua perkara dihentikan penuntutannya. 

Jaksa Agung RI Burhanuddin pun menyampaikan apresiasi atas penerapan keadilan restoratif tersebut yang sudah berjalan maksimal ketika orang nomor satu di Kejaksaan itu melakukan kunjungan kerja ke Kalsel pada awal November 2021 lalu.

"Baru saja kemarin Kejari Banjarmasin menghentikan penuntutan terhadap tersangka pencuri dua kotak susu formula. Setelah ekspos dengan pimpinan, disetujui penerapan keadilan restoratif. Alhamdulilah tersangka bisa bebas dan korbannya pihak Indomaret memaafkan," tutur Indah.

Dijelaskan dia pula, apabila hukum diterapkan maka dilihat sisi kemanfaatannya. Yang jelas rasa keadilan harus bisa terpenuhi semua baik dari sisi korban maupun pelaku.

"Harapan kita kasus Nenek Minah mencuri tiga buah kakao jangan terulang lagi. Hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas hingga mengusik keadilan masyarakat," ucap Indah.

 
Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Indah Laila . (ANTARA/Firman)


Jaksa harus fight

Mengomando Tindak Pidana Umum di Kejati Kalsel, Indah terus menekankan kepada para jaksa di bawah jajarannya untuk teliti dan cermat dalam mempelajari berkas yang diterima dari penyidik Kepolisian.

Hal itu dilakukan demi tegaknya kebenaran dan keadilan hukum tanpa adanya kekeliruan pada langkah jaksa di tahap penuntutan.

"Apakah orang yang diposisikan sebagai tersangka memang layak untuk kita bawa kedepan persidangan. Seandainya layak segera P21. Namun jika tidak terpenuhi unsur jangan ragu tentukan sikap. Hati kita harus jujur," katanya.

Ditegaskan Indah, kalau sudah berdasarkan yuridis maka jaksa tak boleh takut karena semua bisa dipertanggungjawabkan. Namun jika ada keragu-raguan tetapi tetap dimajukan ke persidangan maka sebuah kekonyolan bagi seorang JPU.

"Kalau terpenuhi syarat formil dan materilnya, jaksa harus fight buktikan dakwaannya di persidangan. Masalah di fakta persidangan terungkap hal lain termasuk misalnya saksi atau terdakwa mencabut BAP dan sebagainya, itu perkara lain semuanya dikembalikan kepada keputusan hakim," jelasnya.

Andai kata terdakwa bebas di peradilan tingkat pertama lantaran dakwaan jaksa dinilai hakim tak terbukti, jaksa penuntut umum masih punya upaya hukum seperti banding hingga kasasi.

"Jadi tidak ada istilah kalah dalam penuntutan, yang ada seorang terdakwa memang benar tidak bersalah dan JPU harus legowo apapun keputusan majelis hakim di tiap tingkatannya," tegas Indah.

 
(ANTARA/Firman)



Pegang teguh integritas 

Mengabdi sebagai insan Adhyaksa sejak 1997, karir wanita kelahiran Karawang, Jawa Barat berdarah Sunda dan Bugis ini terbilang moncer.

Mengawali tugas sebagai jaksa fungsional di Kejari Karawang, Indah kemudian mutasi ke Kejari Cibinong mulai jabatan Kasubsi sampai Kasi Datun.

Kemudian di tahun 2009, dia promosi sebagai Kasubag Kerjasama Hukum Luar Negeri di Kejaksaan Agung dan masuk anggota Satgas Pengawasan Kejagung.

Setelah sempat mengemban amanah jadi Koordinator Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, alumni SMAN 1 Situbondo, Jawa Timur ini mendapat kepercayaan memimpin Kejaksaan Negeri Kotabaru jajaran Kejati Kalsel di tahun 2016.

Indah cukup lama bertugas di daerah berjuluk bumi Sa-ijaan itu yaitu 3 tahun 2 bulan. Sejumlah torehan prestasi pun berhasil diraihnya selama memimpin.

Bahkan di tahun 2018, Kejari Kotabaru mendapatkan penilaian sebagai Kejaksaan berkinerja terbaik dari seluruh Kejari se-Provinsi Kalimantan Selatan.

Penghargaan itu salah satunya berkat prestasi menyelamatkan uang negara miliaran rupiah dari berbagai perkara yang ditangani selama 2018 terutama hasil rampasan dari tindak pidana korupsi yang nilainya Rp4 miliar dengan seluruhnya terkumpul Rp7,5 miliar yang jadi terbesar di Kalsel kala itu.

Uang miliaran rupiah itupun seluruhnya masuk ke kas negara, sehingga dapat digunakan kembali untuk membiayai pembangunan.

Atas prestasi itu pula, wanita yang punya nama kecil kerap dipanggil Iin ini promosi sebagai Kajari Ponorogo, Jawa Timur.

10 bulan bertugas di pulau Jawa, Indah kembali lagi ke Bumi Lambung Mangkurat sebagai Aspidum Kejati Kalsel, sebuah jabatan strategis yang kini hanya diemban oleh 5 srikandi Adhyaksa di seluruh Indonesia pada posisi yang sama.

Indah menyadari sebagai pegawai Kejaksaan harus siap di tempatkan dimana saja. Amanah jabatan baginya adalah tanggung jawab sekaligus tantangan untuk senantiasa memberikan kinerja terbaik.

Profesional dan menjaga integritas adalah kunci yang teguh dipegangnya menjalani tugas. Bahkan dia selalu mengingatkan kepada diri sendiri bahwa apa yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan kepada keluarga, negara, masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.

"Saya berterima kasih kepada pimpinan atas kepercayaan tugas yang diberikan selama ini. Kejaksaan memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan sesuai kompetensinya tanpa membeda-bedakan gender," kata Indah sembari mengakhiri perbincangan.
 

Pewarta: Firman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021