Berbincang dengan pak Hermanto terutama soal anggrek seakan berbicara dengan seorang pakar anggrek, karena begitu hapal dengan nama nama latin anggrek spicies yang dikoleksinya sekitar 50 jenis itu.

Padahal Hermanto yang keturunan suku Jawa ini, justru dulunya sekolah pesantren, dan tahu mengenai anggrek karena suka berteman dengan pengoleksi anggrek dari anggota Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) disamping suka membaca buku tentang anggrek.

Ketika ditunjuk salah satu jenis anggrek, langsung saja ia menjelaskan mengenai nama yang biasa disebut orang kampung sekaligus nama latin.
Lahan anggrek Pak Hermanto (Antaranews Kalsel/Hasan Z)


Mengoleksi anggrek yang dilakukan petani yang tinggal di bilangan Desa Sebuhur Trans 100 Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut ini sejak tahun 2010 lalu, dikala banyak anggrek di hutan wilayah Tanah Laut tergusur lantaran pertambangan, dan perkebunan sawit.

Dengan begitu ia memungut anggrek yang bakal tergusur tersebut untuk diselamatkan sekaligus dikembangkan di lahan sekitar seperempat hektare wilayah pekarangan rumahnya di perkampungan transmigrasi tersebut.

Pada awal pertama ditanam sekitar seratus lebih spicies, tetapi karena perkembangan belakangan anggrek spicies yang  mampu berkembang biak hanya sekitar 50 spicies saja, dan sebagian besar jenis anggrek dendrodium.

Yang unik pengoleksi sekaligus pelestari ini mengembangkan anggrek justru berbarengan dengan penyelamatan fosil kayu ulin, yakni kayu ulin yang berumur sangat tua yang banyak dipajang di pekarangan tersebut.
Penulis di lahan anggrek Pak Hermanto (Antaranews Kalsel/Hasan Z)


Sebagian besar kayu ulin tua tersebut justru menjadi media tumbuh anggrek spicies, karena menurut pak Hermanto ulin ulin tua yang berkarat dan berlubang-lubang kecil itu sangat baik untuk anggrek karena mampu menyimpan air.

Ulin ulin tua itupun disebutkannya dikumpulkannya sejak sepuluh tahun terakhir pula terutama di lahan lahan yang bakal ditanami pohon sawit. Sebagian besar kayu ulin tua itu hasil galian karena sebelumnya terpendam dalam tanah.

Makanya ulin ulin tua yang unik unik tersebut justru berasal dari akar-akar kayu ulin yang bekas ditebang sejak ratusan tahun lalu terpendam dalam tanah lau digali dan diambil untuk dikoleksi.

Ulin ulin tua yang hampir menjadi fosil tersebut beraneka bentuk, dan banyak pembeli yang ingin mengkoleksinya, walau ditawar dengan harga mahal, tetapi pak Hermanto sangat sayang, sehingga banyak diantaranya enggan dilepasnya.

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021