Penerapan produk teknologi mesin tetas sistem photovoltaic panel surya oleh peternak di Desa Keraton, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan terbukti berhasil meningkatkan produktivitas pembibitan itik alabio yang dikembangkan masyarakat setempat.

"Teknologi mesin tetas panel surya ini mampu menyelesaikan permasalahan yang selama ini kami hadapi yaitu suplai listrik untuk mesin tetas kurang stabil dan fluktuatif karena tegangannnya sering turun naik akibat PLN wilayah Kalselteng yang kurang daya," kata Sartono pemilik kelompok itik Keraton di Martapura, Sabtu.

Desa Keraton menunjukkan geliat yang baik dalam peternakan bahkan terdapat pembibitan itik. Selain usaha budidaya itik pedaging dan petelur konsumsi, juga terdapat usaha pembibitan yaitu penetasn telur itik Alabio.

Pengembangan inovasi teknologi tersebut hasil program Produk Teknologi yang Didesiminasi kepada Masyarakat (PTDM) dari Badan Ristek Inovasi Indonesia (BRIN) Jakarta.

Tim Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dengan koordinator tim pelaksana Prof Dr Ir Danang Biyatmoko, M Si dari Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian (Faperta) dengan anggota Dr Ichsan Ridwan, S.Si, M.Kom (Prodi Fisika FMIPA) dan Masyhudah Rosni, SP, M.Si (Prodi Sosek Faperta) mengembangkan penerapan mesin tetas sistem photovoltaic panel surya sebagai suplai daya listrik kontinu bagi peternak itik Alabio di Desa Keraton selaku mitra kegiatan.

Diungkapkan Danang, solusi melalui penerapan produk teknologi mesin tetas sistem photovoltaic panel surya terbukti mampu memperbaiki standar mesin tetas dan meng-upgrade hasil tetas meri itik (dod) sekaligus pendapatan ekonomi dari hasil tetas.

Hasil aplikasi penerapan melalui uji tetas dari mesin tetas panel surya menunjukkan peningkatan daya tetas mencapai 71,2 persen lebih tinggi dari sebelumnya dengan banyak kendala listrik sebesar 40 persen.

Kemudian meningkatkan efisiensi biaya listrik sebesar 43,2 KWH sebesar Rp58.406 perbulan dan dengan skala usaha penetasan 300 butir dihasilkan IOFC (Income Over Feed Cost) sebesar Rp1.140.000 per 300 butir.

Dengan demikian dalam satu kali periode tetas yang berlangsung selama 30 hari dihasilkan pendapatan usaha sebesar Rp1.198.406 perbulan.

Sedangkan untuk skala usaha ekonomis penetasan dicapai pada skala usaha minimal 1.000 butir telur menggunakan 5 unit mesin tetas skala 200 butir atau 10 unit mesin tetas skala 100 butir.

Berdasarkan asumsi pendapatan yang dicapai pada skala usaha penetasan telur itik di Desa Keraton tersebut, ungkap Danang, maka dihasilkan pendapatan sebesar Rp3.994.686 perbulan atau berkisar Rp4.000.000 perbulan.

"Sebagai usaha sampingan, disamping usaha budidaya itik jantan pedaging dan petelur konsumsi, maka kontribusi usaha penetasan melalui penerapan mesin tetas sistem photovoltaic panel surya cukup menjanjikan," tuturnya.
Itik Alabio merupakan salah satu rumpun itik lokal Indonesia yang mempunyai sebaran asli geografis di Provinsi Kalimantan Selatan. (ANTARA/Firman)


Diakui Danang, sebelum teknologi tersebut diterapkan usaha penetasan terkendala suplai daya listrik yang tidak kontinu akibat gangguan listrik, terutama pemadaman lampu yang tidak menentu, dengan durasi pemadaman terkadang melebihi 2 jam.

Kondisi itu menyebabkan embrio telur saat dieramkan di mesin akan mati kedinginan.

Upaya antisipasi menggunakan genset selain menambah biaya penetasan, juga peternak harus mengalokasikan waktu lebih banyak dan menjadi tidak efisien.

Hal ini disebabkan peternak juga harus mengelola usaha itik pedaging dan petelurnya termasuk pemberian pakan, minum, kolekting telur dan pemasarannya, sehingga menjadi kurang efisien.

Diketahui daya terpasang listrik peternak pembibitan itik (breeder) umumnya rendah berkisar 450-900 VA, sulit untuk membagi keperluan untuk penetasan dengan keperluan rumah tangga.

"Daya tetas telur mesin tetas yang rendah berkisar 40 persen menyebabkan pendapatan dan kesejahteraan peternak breeder itik yang rendah," timpal Danang.

Berdasarkan uji performans mesin tetas sistem photovoltaic panel surya tersebut, tambah Danang, mesin tetas panel surya punya prospek yang bagus untuk dikembangkan di wilayah lain di Kabupaten Banjar dan di wilayah Kalimantan Selatan pada umumnya.

Potensi itu juga dapat didiseminasikan pada daerah atau wilayah yang sulit terjangkau listrik tapi punya prospek baik untuk usaha pembibitan atau penetasan itik.

Mengingat daya atau suplai listriknya sepenuhnya berasal dari energi surya (matahari) yang bersinar rata 5-7 jam perhari secara terik di wilayah Kalimantan Selatan pada umumnya.

Dijelaskan dia pula, mesin tetas sistem photovotaic panel surya portable atau bisa dipindah-pindahkan dan dirakit kembali. Maka prospek pemanfaatannya menjanjikan dan cukup cerah di saat sekarang dan di masa yang akan datang.

Danang berharap peternakan itik Alabio dalam pengembangan sumber bibit melalui penerapan mesin tetas panel surya akan mendongkrak tidak hanya populasi itik di wilayah Kabupaten banjar, tapi juga menjadikan kabupaten ini sumber bibit baru yang terus tumbuh sebagai sentra bibit itik Alabio di wilayah di Kalimantan Selatan.

Itik Alabio merupakan salah satu rumpun itik lokal Indonesia yang mempunyai sebaran asli geografis di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2921/Kpts/OT.140/6/2011 tanggal 17 Juni 2011 dan mempunyai nilai ekonomis yang penting bagi masyarakat Kalimantan Selatan.

Pewarta: Firman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021