Amuntai,  (Antaranews Kalsel) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Banjarmasin masih menemukan kerupuk yang dijual pedagang di lokasi pasar Ramadhan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, mengandung boraks dan zat pewarna berbahaya.

Kepala BPOM Banjarmasin Rustyawati, di Amuntai, Kamis, mengatakan 30 sampel makanan yang diambil dari pedagang di lokasi Pasar Ramadhan di Kota Amuntai tercatat lima sampel mengandung bahan pewarna berbahaya dan boraks.

Pola kandungan yang sama, kata dia, ditemukan secara berulang-ulang oleh BPOM pada pengujian bahan makanan di kabupaten/kota di Kalimantan Selatan.

"Selalu kita temukan kandungan boraks dan zat pewarna berbahaya ini pada jenis makanan kerupuk," terangnya.

Bahkan untuk kerupuk yang mengandung rhodamin B yakni zat pewarna berbahaya yang biasa digunakan pewarna tekstil ini sudah bisa dikenali dengan kasat mata, meski belum diuji petugas BPOM.

Selain kerupuk, rhodamin B juga ditemukan pada jenis makanan kue lapis atau kue basah, yang juga dijual pedagang pasar Ramadhan.

"Kalau Rhodamin B digunakan agar tampilan kerupuk lebih menarik di mata konsumen karena warnanya yang cerah, sedang boraks digunakan sebagai pengembang kerupuk dan membuat citra rasanya lebih gurih," jelasnya.

Bahkan, kata Kepala BPOM ini, terdapat jenis kerupuk di Kalsel yang pasti mengandung boraks yakni kerupuk `cengur` yang biasa dijual pedagang cengur (kulit sapi) atau pedagang pencok buah.

"Bentuknya besar dengan warga agak kuning, biasa dijual pedagang pencok buah yang juga menjual cingur, dan cara memakan kerupuk ini dengan bumbu petis" terangnya.

Jenis kerupuk ini sudah sering diuji pihak BPOM Banjarmasin, dan telah meminta pelaku usaha kecil yang memproduksi kerupuk menggunakan zat pengganti lain yakni sodium tripoli phosphat (STTP), pengganti bahan boraks yang berfungsi sebagai pengembang dan perenyah kerupuk.

Kabid Sertifikasi dan Layanan Informasi Komputer BPOM Banjarmasin Fajar Wahyudi menambahkan pelaku usaha kecil menengah yang memproduksi kerupuk cingur masih kesulitan menemukan formula yang tepat untuk pemakaian STTP ini, apalagi zat pengembang makanan ini masih sulit di beli di Kalsel.

"Zat pengembang STTP memang ada dijual di Kota Banjarmasin namun dalam bentuk yang besar karena masih dijual untuk industri makanan skala besar, namun produsen kerupuk ini tetap kita bantu agar bisa menemukan formula atau dosis yang tepat untuk mengganti boraks," katanya.

Sementara itu, Kabid Farmasi, Makanan minuman dan Pengembang gizi Dinas Kesehatan Kabupaten HSU Ivan Gunawan mengatakan perajin makanan mengaku susah mengganti pencampuran zat makanan ini karena biasa digunakan oleh perajin sebelumnya.

"Namun tetap kita dorong untuk mengganti zat makanan karena ada alternatif zat penggantinya yang lebih aman," kata Ivan.

Secara terpisah, Kasubid Kewaspadaan Pangan dari Badan Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP4KKP) HSU Anang Dumalik menginformasikan untuk tingkat kabupaten sudah lama dibentuk tim keamanan pangan yang bertugas mengawasi dan membina pedagang dan perajin makanan dalam hal penggunaan zat makanan ini.

Tim keamanan pangan ini terdiri dari BP4KKP, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan dan Peternakan serta Kementerian Agama dan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan.

"Dalam satu tahun sebanyak empat kali tim keamanan pangan, turun kelapangan memberikan penyuluhan kepada pelaku usaha makanan, sosialisasi ke sekolah-sekolah serta mengunjungi pedagang di Pasar induk Amuntai, Pasar Alabio, Babirik dan Danau Panggang," pungkasnya.

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015