Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Sebanyak 18 bank syariah anggota "Indonesian Islamic Global Market Association" (IIGMA) sepakat untuk menggunakan "Mini Master Repo Agreement" (MRA) atau penggunaan dokumen acuan pada transaksi surat berharga syariah berdasar prinsipnya yaitu transaksi repo syariah.
"Kesepakatan ini akan ditandai dengan panandatanganan 'MoU' pada tanggal 2 Juli ini, bersama dengan bank-bank syariah di Indonesia," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto usai pelaksanaan MoU di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis.
Transaksi repo syariah adalah transaksi penjualan surat berharga syariah oleh peserta PUAS (Pasar Uang Antar-bank berdasarkan prinsip Syariah) kepada peserta lainnya yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan janji pembelian kembali untuk jangka waktu satu tahun.
Kesepakatan ini dilakukan karena mempertimbangkan potensi industri keuangan syariah di Indonesia, sedangkan pada sisi lain pengelolaan likuiditas dalam dunia keuangan syariah belum optimal.
"Potensi di sini (industri syariah) sangat besar, hingga bulan Mei 2015 total emisi Sukuk telah mencapai Rp13,57 triliun," ujar Erwin.
Kendala yang dihadapi dalam industri keuangan syariah antara lain, masih terbatasnya 'credit line' dan 'credit limit' antarpelaku, limit likuiditas yang dapat diberikan induk nisbi terbatas serta berkaitan dengan kondisi bank induk, tidak semua bank syariah memiliki induk.
Jika tidak memiliki induk, maka likuiditas yang mendesak belum tentu dapat diatasi dalam waktu singkat. Selain itu, pasar sekunder Sukuk yang terbatas serta deposito antar bank niosbi mahal dan berkaitan dengan ada dan tidaknya "credit line".
Dengan adanya kesepakatan ini, Erwin berharap pengelolaan likuiditas industri keuangan syariah mampu mendorong peningkatan transaksi, baik di pasar Sukuk maupun PUAS.
"Kedepannya, kesiapan infrastruktur dan instrumen pasar keuangan syariah dalam pengelolaan likuiditas sangat diperlukan, sejalan dengan makin tingginya komitmen pemerintah untuk mendukung perkembangan industri syariah," tukasnya./e
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
"Kesepakatan ini akan ditandai dengan panandatanganan 'MoU' pada tanggal 2 Juli ini, bersama dengan bank-bank syariah di Indonesia," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto usai pelaksanaan MoU di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis.
Transaksi repo syariah adalah transaksi penjualan surat berharga syariah oleh peserta PUAS (Pasar Uang Antar-bank berdasarkan prinsip Syariah) kepada peserta lainnya yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan janji pembelian kembali untuk jangka waktu satu tahun.
Kesepakatan ini dilakukan karena mempertimbangkan potensi industri keuangan syariah di Indonesia, sedangkan pada sisi lain pengelolaan likuiditas dalam dunia keuangan syariah belum optimal.
"Potensi di sini (industri syariah) sangat besar, hingga bulan Mei 2015 total emisi Sukuk telah mencapai Rp13,57 triliun," ujar Erwin.
Kendala yang dihadapi dalam industri keuangan syariah antara lain, masih terbatasnya 'credit line' dan 'credit limit' antarpelaku, limit likuiditas yang dapat diberikan induk nisbi terbatas serta berkaitan dengan kondisi bank induk, tidak semua bank syariah memiliki induk.
Jika tidak memiliki induk, maka likuiditas yang mendesak belum tentu dapat diatasi dalam waktu singkat. Selain itu, pasar sekunder Sukuk yang terbatas serta deposito antar bank niosbi mahal dan berkaitan dengan ada dan tidaknya "credit line".
Dengan adanya kesepakatan ini, Erwin berharap pengelolaan likuiditas industri keuangan syariah mampu mendorong peningkatan transaksi, baik di pasar Sukuk maupun PUAS.
"Kedepannya, kesiapan infrastruktur dan instrumen pasar keuangan syariah dalam pengelolaan likuiditas sangat diperlukan, sejalan dengan makin tingginya komitmen pemerintah untuk mendukung perkembangan industri syariah," tukasnya./e
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015