Genderang pemberlakukan pasar bebas ASEAN pada akhir 2015 makin sering diperdengarkan oleh seluruh kalangan, kini berbagai pihak, baik itu pemerintah, pelaku usaha, maupun kalangan profesional, mulai bersiap menyambut "perang" pasar bebas Asia Tenggara ini.

Tidak terkecuali para pengrajin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kini juga mulai "dicekokin" dengan berbagai program menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Hal tersebut sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai UTara (HSU) yang merupakan salah satu daerah sentra produk kerajinan berbahan baku tumbuhan dengan produksi tertinggi di Kalimantan Selatan.

Pemerintah daerah tersebut, kini terus berupaya meningkatkan kemampuan para pengrajin untuk membuat berbagai produk yang berkualitas dan memiliki nilai jual tinggi sehingga produk-produk kerajinan yang kini menjadi salah satu penopang hidup terbesar warga daerah tersebut, bukan hanya diterima oleh pasar lokal, melainkan juga pasar internasional.

Seperti kerajinan anyaman yang kini terus dikembangkan melalui inovasi dan upaya pembuatan varian baru berbagai anyaman untuk membuka peluang pasar lebih luas, antara lain anyaman bamban.

Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten HSU Sri Mainor mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya mendorong pengrajin meningkatkan varian anyaman.

Seperti yang dilakukan pengrajin kerajinan bamban yang kini mulai menggeliat setelah pemerintah membantu menggali potensi daerah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya.

Anyaman bamban yang dahulu hanya membuat kerajinan bakul atau keranjang untuk mengangkut hasil pertanian, kini dikembangkan menjadi produk kerajinan tas dan lainnya.

"Kita juga sudah memberikan pelatihan teknik meningkatkan kualitas anyaman agar harga jual kerajinan bamban juga meningkat," kata Mainor.

Kini, kerajinan anyaman bamban sudah bisa dipasarkan hingga ke Kalimantan Timur dan Tengah, bahkan sebagian pengepul telah menjualnya hingga ke Pulau Jawa.

Kerajinan bamban merupakan kerajinan dengan bahan baku dari kulit tanaman bamban, yakni sejenis tanaman semak yang banyak tumbuh di lahan rawa, Kecamatan Amuntai Utara.

"Sebagian masyarakat, khususnya kaum perempuan di desa, bahkan menjadikan anyaman bamban ini sebagai mata pencarian utama," katanya.

Dengan adanya bantuan usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS) dan BKKBN bagi peningkatan kualitas, kerajinan ini sangat membantu pengrajin yang menggantungkan hidupnya pada hasil membuat anyaman Bamban.

Setelah jadi tas yang diberi aneka motif, corak, dan varian, menurut dia, harga jual produk kerajinan Bamban meningkat hingga tiga kali lipat.

"Satu buah tas yang sudah diberi motif dan desain dijual seharga Rp100 ribu hingga Rp150 ribu," imbuhnya.

Datangkan Pelatih

Mendorong para pengrajin untuk bisa terus berkembang, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara secara berkala mendatangkan pelatih dari Yogyakarta, dan membangun kerja sama dengan pengusaha Handycraf dari beberapa daerah yang telah maju.

Pimpinan YL Handycraft dari Yogyakarta Cornelia Lina Meliasari di Amuntai, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), mengatakan bahwa produk kerajinan di HSU memiliki potensi besar untuk bersaing dengan pasar luar.

Seperti kerajinan eceng gondok, yang kini relatif cukup diminati di pasar Jepang dan Jerman karena kualitas produk kerajinan eceng gondok tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk diekspor.

Melalui perusahaan YL Handycraf Yogyakarta tersebut, produk eceng gondok yang dibuat pengrajin Hulu Sungai Utara sudah dipasarkan ke luar negeri dalam bentuk produk karpet, bantal, dan boks.

Hanya saja, kata Cornelia, dari segi kuantitas produk eceng gondok HSU belum mampu memenuhi pesanan dari luar negeri.

"Padahal, jumlah pengrajin eceng gondok sudah tersebar di sembilan kecamatan dari 10 kecamatan yang ada," katanya.

Dari segi kualitas, jenis kerajinan ini sudah berkembang pesat dalam waktu enam tahun terakhir. Bahkan, ditunjang bahan baku yang melimpah karena wilayah Kabupaten HSU sekitar 89 persen didominasi lahan rawa.

Kendala dalam upaya meningkatkan jumlah produksi terletak pada aspek penyediaan bahan baku. "Jumlah pengrajin dan bahan baku memang banyak. Akan tetapi, tidak ada kelompok masyarakat yang khusus sebagai penyedia atau pemasok bahan baku," katanya.

Dengan demikian, tambah dia, para pengrajin butuh waktu lama untuk membuat produk kerajinan karena tersita waktunya untuk mencari bahan baku.

Semestinya, lanjut Cornelia, pengrajin fokus pada upaya produksi saja, sedangkan penyediaan bahan baku dilakukan kelompok masyarakat yang lain sehingga proses produksi lebih lancar.

Perlu sosialisasi lebih lanjut agar masyarakat ada yang bersedia menjadi pemasok bahan baku bagi pengrajin karena masyarakat umumnya terbiasa mencari sendiri bahan baku eceng gondok.

Pemerintah daerah sudah mencoba memotivasi masyarakat. Namun, karena penyediaan bahan baku eceng gondok perlu proses agak lama sekitar 4--5 hari hingga siap dianyam, relatif banyak yang lebih memilih bekerja mencari ikan karena hasilnya lebih cepat bisa mereka peroleh untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Sementara itu, Ketua PKK HSU Anisah Rasyidah Wahid mengatakan bahwa pangsa pasar kerajinan eceng gondok sudah tersedia sehingga pengrajin harus fokus meningkatkan pada hasil produksi kerajinan eceng gondok," kata Anisah.

Bukan hanya pemerintah daerah, Bank Indonesia Wilayah Kalimantan kini juga mulai "ikut campur" membantu pengembangan berbagai produk kerajinan di Kalimantan Selatan, antara lain dengan membangun klaster-klaster industri daerah.

Melalui klaster-klaster tersebut, Bank Indonesia berupaya membantu penguatan modal dengan memberikan kemudahan bagi pengrajin untuk bisa mengakses dana di bank.

Begitu juga dengan BPN, juga memberikan kemudahan untuk mengurus sertifikat melalui program Prona bagi masyarakat kurang mampu.

Bantuan tersebut, seperti yang dilaksanakan melalui proyek pengembangan anyaman purun dan ilung, yang biasa disebut dengan Anpulung.

Proyek Kluster Anpulung yang dimotori Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan ini telah selesai dilaksanakan pada akhir 2014.

Salah satu hasilnya, kelompok pengrajin yang menjadi basis "champion" proyek ini akan memiliki sertifikasi atas kepemilikan lahan bangunan dan lahan tanaman yang berguna untuk agunan saat butuh pinjaman modal usaha keperbankan.

Melalui proyek pengembangan kluster Anpulung ini, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) didampingi pejabat Bank Indonesia (BI) Wilayah Kalsel dan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan melakukan inventarisasi lahan milik peserta kluster, yakni KUB Kembang Ilung di Desa Banyu Hirang, Kecamatan Amuntai Selatan.

Pengrajin dibantu memiliki sertifikat lahan usaha dan lahan budi daya agar sewaktu-waktu butuh tambahan modal usaha sertifikat tersebut bisa dijadikan agunan.

Selanjutnya, yang kini akan dilakukan inventarisi meliputi lahan bangunan KUB, lahan untuk tanaman budi daya purun yang belum memiliki sertikat.

Selain itu, bantuan peralatan untuk mendukung peningkatan produksi kerajinan juga didapat KUB Kembang Ilung, seperti tempat jemur, mesin press, kompressor, mesin genset, dan mesin jahit cangklung. Sementara itu, pengrajin purun di Desa Palimbangan Gusti juga mendapatkan bantuan mesin penumbuk purun.

Melalui proyek pengembangan kluster Anpulung, sejumlah SKPD turut dilibatkan, yakni Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian, Bagian Ekonomi Setda HSU, dan Badan Pemberdayaan Perempuan.



Tantangan



Mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat tidaklah semudah membalikkan tangan. Kebutuhan hidup masyarakat yang mengharuskan masyarakat mendapatkan uang setiap hari, membuat sebagian besar pengrajin memilih menjual hasil kerajinannya apa adanya, atau setengah jadi.

Sebagian pengrajin memilih menjual produk kerajinan apa adanya dengan kayakinan bahwa dengan menjual produk seadanya pun masyarakat membelinya.

Selain itu, untuk produk-produk khas daerah, seperti pembuatan bunga cempaka dan pembuatan tenun sarigading khas Amuntai, sulit untuk dikembangkan karena pemilik hak paten enggan menularkan ilmunya untuk pengrajin lain.

Kondisi tersebut, membuat hasil kerajinan yang bila dikembangkan bisa menjadi produk unggulan daerah, terancam punah, karena kini para pengrajin yang menguasai produk tersebut sudah beranjak tua, sementara hingga kini orang yang mampu mewarisi kerajinan tersebut belum ada.

Padahal, seperti tenun sarigading Amuntai, memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan diproduksi secara massal sebagai kerajinan unggulan khas daerah.

Sebelumnya, Kepala Divisi Akses Keuangan, UMKM, dan Komunikasi, Bank Indonesia Wilayah Kalimantan Triatmo Doriyanto mengatakan bahwa pihaknya melihat pemberlakuan Kmunitas Ekonomi ASEAN (KEA) 2015 sebagai peluang.

"Peningkatan kompetensi UMKM, termasuk pekerjanya, sangat penting dilakukan dalam menghadapi pemberlakukan KEA," katanya.

Salah satu upaya yang telah dilakukan BI, antara lain dengan memberikan pelatihan kepada UMKM khas Kalsel, seperti usaha kain sasirangan, penggosokan batu intan, toko intan dan permata, pengrajin anyaman purun dan ilung, pengrajin arguci, kuliner khas Banjar, dan toko pusat oleh-oleh.

Selain itu, BI juga memberikan pelatihan mengenai laporan keuangan sederhana dan bagaimana kiat untuk memberikan pelayanan yang prima.

"Program yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam peningkatan daya saing SDM Kalsel tentu saja sudah disinergikan dengan program peningkatan kualitas tenaga kerja terdidik dari Dinas Pendidikan dan program peningkatan kualitas tenaga kerja terampil dari Dinas Tenaga Kerja," katanya.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Koperasi dan Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah sedang memetakan produk unggulan masing-masing kabupaten dan kota sesuai dengan karakteristik dan sumber daya alam masing-masing daerah.

Kadis Koperasi dan UMKM Kalsel Bambang Supriyadi mengatakan bahwa upaya memetakan produk unggulan masing-masing kabupaten tersebut sangat penting, terutama untuk memudahkan pembinaan dan pengembangan.

Beberapa produk unggulan Kalsel yang kini sudah diakui oleh pemerintah pusat, antara lain kerajinan air guci dari Martapura, Kabupaten Banjar, perhiasan Martapura, dan tenun dari Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu.

"Khusus kerajinan air guci Martapura memiliki kualitas yang cukup bagus, dan diyakini bisa bersaing dengan produk sejenis yang hanya ada di Thailand," katanya.

Menurut Bambang, produk menyerupai air guci. Selama ini dikenal hanya ada di Thailand, ternyata pengrajin Martapura, juga memiliki industri yang serupa dengan ciri khas yang berbeda.

Ke depannya, kata dia, pihaknya juga akan mengembangkan jenis produk unggulan tersebut, tidak hanya pada sektor kerajinan, tetapi juga hortikultura, seperti jeruk dari Kabupaten Barito Kuala dan buah naga dari Kabupaten Tanah Laut.

Upaya melakukan inovasi terhadap berbagai macam produk dan industri unggulan di daerah terkendala pemasaran karena harga yang lebih mahal.

Pewarta: Ulul Maskuriah/Edy Abdillah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015