Amuntai, (Antaranews Kalsel) - Inspektur Pembantu Wilayah IV Inspektorat Kalimantan Selatan Sulkan mengatakan, diperlukan strategi pembangunan untuk mengintegrasikan isu gender dalam perencanaan anggaran pembanggunan.


Menurut Sulkan di Amuntai Selasa, strategi tersebut antara lain dengan memasukkan berbagai program dan kegiatan pembangunan dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sehingga bisa membantu mengurangi kesenjangan gender di masyarakat.

Anggaran pembangunan di daerah, kata dia, wajib merespon permasalahan gender, karena melalui kebijakan pemerintah kesenjangan gender secara sistem dan struktur bisa dikurangi.

Guna mempercepat realisasi anggaran responsif gender bisa diterapkan di tiap provinsi, kabupaten/ kota maka perlu pembentukan kelompok kerja (pokja) gender.

Sulkan mengatakan, Anggaran Responsif Gender (ARG) bukan berarti menyediakan anggaran khusus untuk kegiatan PKK atau "urusan perempuan" lainnya, bukan pula menambah alokasi anggaran untuk kegiatan gender. tetapi, tambah dia, anggaran pembangunan disetiap SKPD yang kegiatannya, memiliki dampak mengurangi kesenjangan gender di masyarakat, sesuai bidang tugas masing-masing SKPD.

Dengan demikian, kata dia, selain dilakukan analisi S.W.O.T juga perlu dilakukan analisis gender pada penyusunan anggaran SKPD, meski tidak semua SKPD harus dilakukan analisi gender ini.

"Apakah jika pemda sudah membantu anggaran yang cukup besar untuk kegiatan PKK, atau kegiatan perempuan lainnya berarti ARG sudah dilakukan? belum tentu," katanya.

Sulkan menjelaskan, ARG bukan dimonopoli satu SKPD atau sekelompok SKPD, melainkan terintegrasi dalam seluruh program dan kegiatan SKPD.

Sesuai permendagri nomor 15 tahun 2008, terangnya anggaran responsif gender berasal dari berbagai sumber.

"Tidak ada SKPD yang memonopoli anggaran responsif gender ini melainkan terintegrasi di semua SKPD, sehingga penganggarannya bersifat partisipatif, transparan dan akuntabilitas," kata Sulkan.

Peran Inspektorat didaerah akan mengawasi agar dilakukan analisis gender disetiap anggaran sehingga anggaran memiliki responsif terhadap persoalan gender.

Sulkan mengatakan, terdapat empat instansi di daerah yang memiliki peran sentral dalam upaya pengarusutamaan gender, misalnya seperti di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang berperan seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Inspektorat, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) serta Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Pentingnya pemerintah terlibat dalam pengarusutamaan gender ini, terang Sulkan karena melalui anggaran dan kebijakannya bisa melakukan pengurangan kesenjangan gender pada sistem dan struktur di masyarakat.

Pemerintah, katanya sering salah tafsir terhadap akar kemiskinan tanpa mempertimbangan faktor gender ini, karena laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan terkait alasan dan penyebab kemiskinan yang mereka alami.

"Perlu analisis gender dalam program pengentasan kemiskinan agar upayanya lebih efekif mengurangi penyebab kemiskinan" kata Sulkan.

Ia menyayangkan masih banyak pihak yang salah mengartikan persoalan gender seakan hanya menyangkut urusan perempuan padahal gender juga menyangkut persoalan laki-laki.

Ia mencontohkan, masyarakat menganggap perempuan lemah sehingga dibatasi bidang kerjanya, atau laki-laki dianggap macho sehingga tidak layak mengurusi urusan rumah tangga.

Kesenjangan gender terjadi karena pemahaman atas pelabelan yang sudah tertanam selama ini membentuk pola pikir (mindset) di masyarakat.

"Jadi yang perlu dirubah pola pikirnya bukan hanya orang perorang, melainkan struktur dan sistemnya, upaya ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintah," pungkasnya.



(T.U004/B/H005/H005) 21-04-2015 10:03:54

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015