Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengatakan pemerintah bisa memaksimalkan vaksinasi COVID-19 saat penyekatan di pos cek poin larangan mudik dan obyek wisata.
"Jadi tak hanya tes antigen secara acak, vaksinasi juga harus secara masif dilakukan namun tentunya kepada orang yang memenuhi syarat kesehatan untuk diberikan vaksin," katanya di Banjarmasin, Minggu.
Menurut Syamsul, pemberian vaksin juga digambarkan semacam "sanksi" bagi masyarakat yang tetap nekat mudik termasuk berniat liburan ke tempat wisata. Dimana baik mudik maupun berwisata sama-sama berisiko terjadinya penularan COVID-19.
"Saya tidak yakin obyek wisata bisa menerapkan protokol kesehatan yang benar apalagi ketat. Sulit rasanya mengatur banyak orang yang berkumpul pada satu lokasi yang luas seperti tempat wisata termasuk mal dan lokasi hiburan lainnya," tutur Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Selain penggunaan masker yang kendor, ungkap Syamsul, maksimal 50 persen dari daya tampung juga tak menjamin dipenuhi. Jika pun dipatuhi, interaksi antar pengunjung hingga menimbulkan kerumunan banyak orang berpotensi terjadi.
"Ingat COVID-19 itu penyakit komunal. Jadi, di saat orang berkumpul meski tak ada yang terkonfirmasi positif bisa saja penularan terjadi. Begitu juga untuk menghentikan penyebaran virus, butuh usaha komunal salah satunya vaksinasi untuk kekebalan komunitas," paparnya.
Untuk itulah, momen larangan mudik Lebaran dan potensi meningkatnya kunjungan wisata dapat digunakan pemerintah sebagai wahana promosi vaksinasi COVID-19. Dimana vaksinasi secara nasional saat ini baru mencapai 8.486.054 orang dari total sasaran vaksinasi 40.349.049 orang atau 21,03 persen.
Padahal efektivitas vaksin khususnya Sinovac, 14 hari setelah dosis kedua 67 persen efektif mencegah timbulnya gejala COVID-19, 85 persen efektif mencegah perlunya dirawat di rumah sakit, 89 persen efektif mencegah perlunya ICU dan 80 persen efektif mencegah kematian.
"Bagaimana mungkin Indonesia dapat mencapai kekebalan komunitas menghendaki 70 persen dari jumlah penduduk, jika jumlah yang divaksinasi tidak optimal," pungkas Syamsul.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Jadi tak hanya tes antigen secara acak, vaksinasi juga harus secara masif dilakukan namun tentunya kepada orang yang memenuhi syarat kesehatan untuk diberikan vaksin," katanya di Banjarmasin, Minggu.
Menurut Syamsul, pemberian vaksin juga digambarkan semacam "sanksi" bagi masyarakat yang tetap nekat mudik termasuk berniat liburan ke tempat wisata. Dimana baik mudik maupun berwisata sama-sama berisiko terjadinya penularan COVID-19.
"Saya tidak yakin obyek wisata bisa menerapkan protokol kesehatan yang benar apalagi ketat. Sulit rasanya mengatur banyak orang yang berkumpul pada satu lokasi yang luas seperti tempat wisata termasuk mal dan lokasi hiburan lainnya," tutur Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Selain penggunaan masker yang kendor, ungkap Syamsul, maksimal 50 persen dari daya tampung juga tak menjamin dipenuhi. Jika pun dipatuhi, interaksi antar pengunjung hingga menimbulkan kerumunan banyak orang berpotensi terjadi.
"Ingat COVID-19 itu penyakit komunal. Jadi, di saat orang berkumpul meski tak ada yang terkonfirmasi positif bisa saja penularan terjadi. Begitu juga untuk menghentikan penyebaran virus, butuh usaha komunal salah satunya vaksinasi untuk kekebalan komunitas," paparnya.
Untuk itulah, momen larangan mudik Lebaran dan potensi meningkatnya kunjungan wisata dapat digunakan pemerintah sebagai wahana promosi vaksinasi COVID-19. Dimana vaksinasi secara nasional saat ini baru mencapai 8.486.054 orang dari total sasaran vaksinasi 40.349.049 orang atau 21,03 persen.
Padahal efektivitas vaksin khususnya Sinovac, 14 hari setelah dosis kedua 67 persen efektif mencegah timbulnya gejala COVID-19, 85 persen efektif mencegah perlunya dirawat di rumah sakit, 89 persen efektif mencegah perlunya ICU dan 80 persen efektif mencegah kematian.
"Bagaimana mungkin Indonesia dapat mencapai kekebalan komunitas menghendaki 70 persen dari jumlah penduduk, jika jumlah yang divaksinasi tidak optimal," pungkas Syamsul.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021