Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan Muhammad Syaripuddin SE MAP mengharapkan, agar pemerintah provinsi (Pemprov) setempat melakukan langkah-langkah penguatan dan pemberdayaan penelitian dan pengembangan (Litbang).

"Jangan justru mau menghilangkan atau menggabungkan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)," ujarnya melalui WA malam Rabu (28/4) lalu.

Menurut dia, seharusnya pemerintahan daerah (Pemda) melakukan langkah-langkah penguatan dan pemberdayaan berupa komitmen dalam memanfaatkan lembaga penelitian dan pengembangan, serta dukungan anggaran sebagai aspek penting dalam penelitian dan pengembangan. 

"Berpijak pada perseolan tersebut perekrutan jabatan fungsional seperti peneliti perlu untuk ditambah dan dilakukan peningkatan kualitas, karena merupakan pelaksana fungsi dari lembaga penelitian agar menghasilkan rumusan dan penelitian yang berkualitas berbasis riset dan teknologi atau ristek," sarannya.

"Komitmen melalui instrument kebijakan di daerah dalam penguatan kelembagaan harus diakomodir guna terumuskannya postur organisasi yang tepat dalam menjalankan fungsi litbang pada Pemerintahan Daerah," lanjut laki-laki yang akrab dengan sapaan Bang Dhin tersebut.

Politikus muda Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang cukup berpikir kritis tersebut mengemukakan pendapatnya sehubungan wacana Pemprov Kalsel menggabungkan Balitbangda dengan Bappeda.

"Wacana menggabungkan Balitbangda dengan Bappeda itu menjadi sorotan dan pembicaraan ketika kami berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia di Jakarta, 26 April lalu," ujarnya.

"Kunjungan kami ke Kemendagri membicarakan penyederhanaan Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) jajaran Pemprov Kalsel," tegas Bang Dhin.

Terkait wacana penggabungan Balitbangda dan Bappeda di Kalsel, menurut dia, memerlukan penelaahan lebih lanjut, sehingga hasilnya sesuai ketentuan yang berlaku.

"Itulah sebabnya kami konsultasi, berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri," ujar mantan anggota DPRD Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) tersebut.

Ia menerangkan, masing-masing SKPD punya dasar hukum dan landasan aturan sendiri-sendiri. "Balitbangda misalnya mengacu Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 dan  UU 12 2020 tentang Ciptakerja," lanjutnya.

Selain itu, masalah yang mengemuka adalah perampingan organisasi pada Biro Hukum Setdaprov Kalsel perlu pertimbangan jangan sampai Biro Hukum di daerah menjadi lemah karena adanya perampingan organisasi, tambahnya.

Mengenai Balitbangda, dia mengingatkan, keberadaan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang) di daerah dilandasi UU 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mengatur secara teknis mengenai kedudukan, tata kelola, dan kelembagaan dalam kerangka memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi. 

"Bahkan ketentuan lain yang mengatur eksistensi lembaga Litbang terakomodir dalam Pasal 121 UU tentang Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 48 UU 11/2019 bahwa untuk menjalankan penelitian, pengembangan dan pengkajian di daerah, pemerintah daerah membentuk sebuah badan," ujarnya. 

Kemudian secara teknis terkait penataan kelembagaan penelitian dan pengembangan, Kemendagri pernah mengeluarkan surat Nomor 060/2700/LITBANG tanggal 1 September 2016, yang meminta Pemerintah Daerah melakukan penguatan dan pemberdayaan kelembagaan Litbang. 

"Dengan fungsi pengkajian, penelitian, pengembangan, dan penerapan pada perspektif strategis tersebut lembaga Litbang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan serta sebagai dasar perumusan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah secara terarah dan terukur," lanjutnya.

Oleh sebab itu, menurut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel VI/Kabupaten Kotabaru dan Tanbu tersebut, menggabungkan Balitbangda dengan Bappeda justru akan mengecilkan cakupan fungsi penelitian dan pengembangan secara luas.

"Karena orientasi penelitian dan pengembangan dengan perencanaan pembangunan dipisahkan pada output yang berupa rekomendasi berbasis penelitian dan instrument perencanaan dalam Pembangunan Daerah," tegasnya. 

Ia berpendapat, secara umum permasalahan yang terjadi pada Balitbangda dapat diurai pada jumlah sumber daya manusia/peneliti, minimnya anggaran penelitian, sarana dan prasarana. 

"Masalah tersebut bukan berarti menjadi sebuah alasan untuk melebur fungsi Litbang dengan perangkat daerah lain yang memiliki keterkaitan dalam rumpun urusan penunjang," demikian Bang Dhin.


 

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021