Ramadhan 1442 Hijriyah yang jatuh pada Selasa, 13 April 2021 disambut suka cita umat muslim di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. 

Sepekan sudah puasa dilalui dengan beragam tradisi masyarakat mengisi bulan suci, di samping kegiatan ibadah seperti Shalat Tarawih hingga sahur dan berbuka puasa bersama.

Euforia Ramadhan tahun ini tentunya berbeda jika dibanding tahun lalu saat pandemi COVID-19 mulai mewabah. Memasuki setahun pandemi, kini sebagian masyarakat nampaknya mulai terbiasa dengan kondisi penerapan protokol kesehatan. Meski banyak pula yang justru sekarang mengabaikannya dengan berbagai alasan dan perasaan masing-masing.

Diketahui pada Ramadhan tahun 2020 lalu bertepatan dengan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah dan dijalankan oleh berbagai daerah termasuk Kalimantan Selatan.

Kala itu, aktivitas masyarakat lintas kabupaten dan kota dibatasi hingga pemberlakuan jam malam dan segala macam ketentuan lainnya termasuk larangan mudik di momen Hari Raya Idul Fitri.

Namun kondisi tersebut kini berbeda. Setahun pandemi hingga memasuki bulan Ramadhan ini, pemerintah lebih melakukan pelonggaran dengan harapan aktivitas ekonomi dapat berjalan lebih baik dan pada akhirnya perekonomian tumbuh positif.

Berdasarkan pantauan ANTARA di Kota Banjarmasin, Ibukota Kalimantan Selatan selama Ramadhan ini, aktivitas masyarakat memang lebih ramai jauh dibanding puasa tahun lalu.

Hal itu dapat terlihat ketika sore hari, banyak pedagang makanan dan minuman yang menyediakan hidangan berbuka puasa diserbu pembeli. Meski tak ada lagi "Pasar Wadai Ramadhan" yang terpusat diadakan pemerintah daerah lantaran pandemi, namun pedagang secara mandiri ramai membuka lapak di tepi jalan.
Rumah produksi Bingka H.Thambrin Salon Banjarmasin. (ANTARA/Bayu Pratama Syahputra)


Kuliner khas Ramadhan paling populer bagi masyarakat suku Banjar di Kalimantan Selatan yaitu kue bingka. Salah satu yang terlaris produk "Bingka H.Thambrin Salon" di Banjarmasin.

Pengelola rumah produksi Bingka H.Thambrin Salon, Muhammad Raffi mengaku bersyukur Ramadhan tahun ini ada peningkatan penjualan dibanding tahun lalu.

"Sehari kita produksi sekitar 1.100 kue bingka. Kalau tahun lalu pas awal pandemi hanya produksi sekitar 500 kue. Jadi sangat bersyukur tahun ini meski belum bisa mengembalikan penjualan dalam kondisi normal yaitu sampai 2.000 kue kita produksi sehari sebelum pandemi," tuturnya.

Atas pertimbangan situasi pandemi, harga kue bingka juga tak ada kenaikan dibanding tahun lalu, yakni Rp45 ribu meski diakui Raffi untuk modal bahan olahannya naik.

"Yang penting kami menjaga kualitas rasa agar pelanggan tidak lari. Untung sedikit asal bisa laku banyak sangat syukur, sehingga dapat mempekerjakan lebih banyak karyawan juga tahun ini," bebernya ditemui di rumah produksi Bingka H.Thambrin Jalan Sultan Adam,  Komplek Pondok Merpati, Banjarmasin, Selasa.
Rumah produksi Bingka H.Thambrin Salon Banjarmasin. (ANTARA/Bayu Pratama Syahputra)


Ramadhan jadi momentum pemulihan ekonomi?

Satu pekan sudah Ramadhan dilalui. Seperti biasa geliat kegiatan ekonomi di bulan Ramadhan pun meningkat meskipun tidak seperti situasi normal sebelum pandemi. 

Datangnya Ramadhan biasanya memang diikuti dengan peningkatan belanja masyarakat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya kebutuhan masyarakat untuk berbuka dan dorongan kegiatan berbagi dalam rangka infaq, sedekah dan zakat. 

Ahli ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan pada situasi sebelum pandemi dan perekonomian tidak sedang mengalami tekanan, peningkatan belanja masyarakat pada bulan Ramadhan biasanya membantu pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tingkat nasional lebih tinggi 0,1 sampai 0,2 persen dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelum atau sesudah Ramadhan. 

Di Kalimantan Selatan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan di mana ada bulan Ramadhan-nya dapat lebih tinggi 0,2 sampai 1,2 persen.

Apakah Ramadhan dapat dijadikan sebagai momentum kebangkitan ekonomi di masa pandemi COVID-19? 

Menurut Taqin, momentum Ramadhan tidak dapat dijadikan penopang pemulihan ekonomi (economic recovery) yang tengah tertatih di era pandemi ini. 

Ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, geliat ekonomi pada masa Ramadhan bersifat musiman, sehingga begitu bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri sudah lewat, kegiatan ekonomi kembali ke situasi sebagaimana biasanya.

Kedua, permasalahan pemulihan ekonomi di masa pandemi COVID-19 tidak dapat dilakukan tanpa kemampuan mengendalikan pandemi itu sendiri.

"Jadi strategi pemerintah pusat yang mencoba menyeimbangkan penanganan pandemi sekaligus pemulihan ekonomi justru akan membuat pandemi sulit untuk dikendalikan," jelas dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan ULM itu.
 
Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D (ANTARA/Firman)


Selama pandemi belum dapat dikendalikan, kata dia, maka selama itu juga perekonomian tidak bisa melepaskan dari belenggu COVID-19, di mana pada satu sisi terjadi pelemahan daya beli masyarakat dan di sisi lain masyarakat juga cenderung menahan konsumsinya agar memiliki tabungan. 

Pada bagian lain meskipun pemerintah telah melakukan berbagai pelonggaran ekonomi di masa pandemi, dunia bisnis dan perdagangan tetap mengalami belenggu bahaya penyebaran COVID-19 dan menurunnya konsumsi masyarakat. 

Dampaknya adalah para pengusaha dari level UMKM hingga pengusaha besar juga cenderung berhemat dan menunda investasi, sehingga pertumbuhan lapangan kerja baru juga menjadi sangat lambat.

"Kita perlu mencontoh China yang mengambil langkah pengendalian pandemi terlebih dahulu dengan cara penerapan protokol kesehatan yang ketat, peningkatan strategi 3T dan pengendalian mobilitas penduduk dengan lockdown," jelasnya.

Pemerintah China menyiapkan kompensasi bagi masyarakat dan dunia usaha untuk kebijakan ini. Tetapi pandemi cepat terkendali dan perekonomian China pada tahun 2020 tetap tumbuh positif sebesar 2,3 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi minus 2,07 persen.

Bahkan pada triwulan I 2021 ini, pertumbuhan ekonomi China melejit ke level 18,3 persen.

"Di sinilah kita harus memilih. Pemerintah sebaiknya mengutamakan kebijakan penanganan dan pengendalian pandemi COVID-19 secepatnya. Tanpa pengendalian pandemi maka tidak ada pemulihan ekonomi. Pelonggaran di masa pandemi hanya akan menyebabkan semakin banyak korban COVID-19 yang berjatuhan dan semakin besar ongkos kesehatan serta biaya ekonomi yang kita tanggung," papar pria yang juga anggota Tim Pakar ULM untuk Percepatan Penanganan COVID-19.
Anggota Satpol PP Banjarmasin sosialisasi protokol kesehatan ke pengguna jalan. (ANTARA/Bayu Pratama Syahputra)


PPKM Mikro ada tapi tiada

Sejak dilaksanakannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)  pada pertengahan Januari 2021 yang kemudian dilanjutkan dengan PPKM skala mikro atau PPKM mikro hingga sekarang, perkembangan pandemi COVID-19 di Kalimantan Selatan justru semakin melonjak tajam ke atas. 

Menurut Taqin, hal itu menggambarkan ketidakefektifan PPKM dan PPKM Mikro, di mana keberadaannya seperti tiada. 

"Contohnya aturan jam operasional rumah makan, cafe dan tempat hiburan yang harus tutup sampai pukul 21.00 WITA, faktanya banyak yang melanggar. Belum lagi penerapan protokol kesehatan yang tidak dipatuhi," bebernya.

Untuk itulah, dia berharap petugas berwenang dalam operasi penegakan disiplin protokol kesehatan khususnya terkait kebijakan PPKM Mikro dapat lebih tegas lagi menindak pelanggaran yang terjadi.

Begitu juga masyarakat dan pelaku usaha diharapkan kesadarannya agar disiplin mematuhi semua aturan yang ada demi kebaikan bersama dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19.

Taqin mengungkapkan Kalimantan Selatan telah mengalami situasi paling berat pada bulan Maret lalu sepanjang pandemi. Namun kondisi pada bulan April berpotensi lebih buruk.

Ada 3.214 kasus positif di bulan April. Pengabaian masyarakat terhadap protokol kesehatan dalam menjalankan kegiatan ibadah di bulan Ramadhan dapat memicu penularan secara massif.

Tingginya tingkat penularan di tengah masyarakat mendorong semakin banyaknya jumlah penduduk usia 50 tahun ke atas yang terpapar. Jika ini terjadi, potensi peningkatan jumlah kematian akibat COVID-19 dapat melonjak tinggi.

Data Satgas Penanganan COVID-19 Kalimantan Selatan di bulan April menunjukkan kasus kematian sudah mencapai angka 55 orang yang lebih tinggi dari sebelumnya pada periode yang sama di bulan Maret. 

Tingginya mobilitas penduduk juga menjadi penyebab utama penyebaran COVID-19. Taqin membeberkan mobilitas sembako mengalami lonjakan mulai awal Maret melampaui mobilitas saat keadaan normal sebelum pandemi. Mobilitas sembako adalah mobilitas di pasar tradisional, supermarket, toko bahan makanan dan apotik. Bahkan mobilitas yang identik dengan kegiatan ibu-ibu rumah tangga berbelanja pada awal April melonjak sangat tinggi jauh dari kondisi di awal tahun 2020.

"Situasi ini berpotensi mendorong meningkatnya kasus yang menimpa perempuan khususnya ibu-ibu rumah tangga yang selanjutnya bermetamorfosis menjadi klaster keluarga," cetusnya.
Seorang wanita berolahraga jogging di saat pandemi. (ANTARA/Firman)


Jaga imunitas selama puasa

Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengatakan beberapa cara menjaga daya tahan tubuh saat puasa di masa pandemi yang dapat diterapkan mulai sahur, asupan air, tidur, berbuka, olahraga, rileks dan suplemen.

Untuk sahur, diharapkan mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat kompleks untuk memperoleh energi dan juga berserat tinggi. Makanan yang mengandung karbohidrat kompleks pada umumnya juga memiliki lebih banyak mineral dan vitamin yang sangat penting bagi tubuh.

Berikutnya asupan air yang cukup dan konsumsi  buah mengandung air. Temperatur yang tinggi pada siang hari akan menghasilkan keringat lebih banyak, jadi penting untuk asupan air sebagai pengganti cairan yang hilang di siang hari (setidaknya 8 gelas pada malam hari ketika tidak berpuasa). 

Selama puasa 8 gelas air tersebut dapat dibagi menjadi 1 gelas setelah bangun tidur, 1 gelas setelah azan magrib, 1 gelas setelah makan, 1 gelas saat sahur, 1 gelas setelah Shalat Magrib, 1 gelas sebelum Shalat Isya, 1 gelas setelah Shalat Tarawih dan 1 gelas sebelum tidur.

"Asupan air bisa diperoleh juga dengan mengonsumsi buah yang mengandung air, seperti semangka dan melon. Menghindari minuman berkafein seperti kopi, teh dan soda, karena kafein dapat membuat beberapa orang lebih sering buang air kecil, yang dapat menyebabkan dehidrasi," papar Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd. (ANTARA/Firman)


Kemudian diusahakan pula mempertahankan jam tidur seperti biasa di luar Ramadhan. Biasanya jam tidur normal orang dewasa antara 6 sampai 8 jam. Jika biasa tidur tengah malam, majukan sekitar 30 menit lebih awal tiap malamnya. 

Jadwal yang teratur akan membantu kualitas tidur, karena otak manusia membutuhkan rutinitas kebiasaan tidur. Sesibuk apapun, gunakan waktu luang yang ada selama seharian untuk curi-curi waktu tidur meski sebentar saja. Sebab, tidur siang selama 20-30 menit saja sudah lebih dari cukup untuk memulihkan energi agar bisa kembali produktif. 

Untuk menu berbuka puasa, disarankan Syamsul dengan yang manis-manis, seperti kurma sebagai sumber serat yang sangat baik untuk dikonsumsi. 

Mengonsumsi sayuran seperti biji-bijian utuh yang memberi energi juga serat pada tubuh juga disarankan. Kemudian menikmati daging tanpa lemak, ayam dan ikan tanpa kulit untuk porsi protein sehat yang baik. 

Sebaliknya tidak disarankan untuk berbuka langsung dengan porsi makan yang banyak. Selain itu, menghindari gorengan dan makanan olahan yang tinggi lemak.

Sedangkan kegiatan olahraga, dalam keadaan perut kosong ketika berpuasa, pilihlah olahraga dengan intensitas rendah hingga sedang seperti yoga, skipping dan jogging. 

Ada tiga waktu yang tepat untuk melakukan olahraga. Pertama, ialah ketika sore hari, sekitar 30 hingga 60 menit menjelang waktu berbuka puasa tiba. Kedua, malam hari setelah berbuka puasa, karena tubuh telah mendapatkan energinya kembali dari makanan dan minuman yang dikonsumsi. 

Ketiga setelah sahur, sebab setelah sahur tubuh  baru saja menerima energi dari makanan yang  dikonsumsi sehingga tubuh lebih kondusif untuk melakukan olahraga.

"Daya tahan tubuh juga sangat dipengaruhi oleh kesehatan mental, dengan kesehatan mental yang jelek seperti sering stress dapat semakin menurunkan kemampuan tubuh dalam melawan penyakit. Dianjurkan selalu rileks dan santai dalam berbagai situasi dan keadaan," timpal pria yang juga menjabat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Palangkaraya itu.

Terakhir konsumsi suplemen yang berisi mineral dan vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh agar bisa mencegah infeksi virus corona penyebab COVID-19. 

Beberapa suplemen yang umum dikonsumsi saat Ramadhan antara lain vitamin C, vitamin B kompleks dan vitamin E. Mengonsumsi suplemen saat puasa bisa membantu menjaga kesehatan dan meningkatkan daya tahan tubuh untuk mencegah berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus maupun bakteri. 

"Ini tahun kedua Ramadhan di tengah pandemi. Budaya yang kental selama Ramadhan adalah budaya kumpul-kumpul dengan keluarga, ibadah bersama dan berburu sajian untuk buka puasa. Pastikan tetap mematuhi protokol kesehatan, karena meski imunitas kita terjaga dengan pola hidup sehat, COVID-19 bisa menular kapan saja dan dimana saja tanpa kita sadari," tandas Prof Syamsul.

Pandemi COVID-19 telah memasuki tahun kedua begitu juga bulan Ramadhan untuk kedua kalinya dirasakan masyarakat di bawah bayang-bayang ancaman penularan penyakit yang belum ada obatnya hingga kini kecuali penyuntikan vaksin yang digelorakan pemerintah saat ini.

Pelonggaran aktivitas masyarakat oleh pemerintah harus disikapi secara positif dengan tetap mematuhi protokol kesehatan sebagai wujud rasa syukur sekaligus kepedulian menjaga kesehatan bersama satu sama lain.

Saatnya Indonesia bangkit menginjak setahun pandemi yang disambut bulan suci Ramadhan, bulan penuh rahmat dan ampunan dari Allah SWT agar bumi pertiwi dapat dibebaskan dari COVID-19.

Pewarta: Firman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021