Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengharapkan masyarakat internasional ikut melarang perdagangan plasma nutfah seperti benih lobster untuk menjaga biodiversitas dalam ekosistem perairan di Indonesia.
"Indonesia membutuhkan dukungan internasional dalam menjaga biodiversity kita sehingga tidak terjadi aliran perdagangan lintas benua, lintas negara untuk plasma nutfah, salah satunya adalah benih lobster," kata Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja saat membuka webinar bertajuk "Menuju Sustainable Ocean Economy di Indonesia" di Jakarta, Selasa.
Sjarief Widjaja mengutarakan harapannya akan dukungan dari negara-negara internasional untuk melihat bahwa perdagangan internasional plasma nutfah dapat dikategorikan sebagai IUU Fishing atau penangkapan ikan ilegal.
Baca juga: Disnak Lindungi Hewan Plasma Nutfah
Ia mengemukakan, pihaknya ingin berbagai negara dapat memasukkan opsi tersebut sebagai salah satu pemikiran pada masa yang akan datang untuk menjamin keberlanjutan sumber daya kelautan di Tanah Air.
Kepala BRSDM KKP juga mengingatkan Indonesia telah mampu menetapkan satu area wilayah pengelolaan perikanan yaitu WPP 714 sebagai sumber plasma nutfah bagi ikan-ikan unggulan dunia seperti tuna dan kerapu.
Hal tersebut, lanjutnya, merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam mewujudkan target 30 persen wilayah lautnya bisa menjadi sebagai area konservasi pada 2030.
Berdasarkan data laporan FAO pada 2020, potensi kekayaan laut Indonesia mencapai 120-170 miliar dolar AS, menempatkan Indonesia pada urutan ketiga ekonomi perikanan secara global setelah China dan Peru.
Baca juga: Kiara berharap Peraturan Menteri KP No. 59/2020 terkait lobster dicabut
Sementara itu, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Republik Indonesia adalah negara maritim yang berkomitmen untuk menjalankan prinsip berkelanjutan di sektor kelautan dan perikanan nasionalnya.
Luhut mengemukakan pemerintah sedang mengembangkan konsep ekonomi karbon biru yang bertujuan antara lain untuk meminimalkan kerusakan lingkungan serta dapat mengembalikan kondisi kesehatan kawasan perairan di Indonesia.
Menurut dia, kondisi kesehatan masih terancam sehingga perlu adanya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan multisektor serta perlu adanya optimalisasi dan dukungan melalui investasi dan transfer teknologi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan larangan ekspor benih bening lobster (BBL) karena lobster termasuk komoditas yang harus dijaga.
Menteri Trenggono memastikan KKP akan mengganti kebijakan ekspor benih lobster dan memanfaatkannya secara optimal untuk budidaya di dalam negeri. Jika sudah sampai ukuran konsumsi, ekspor lobster baru boleh dilakukan.
Bahkan dalam kunjungan kerjanya di Lombok pada 24 Maret 2021, Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah bertekad untuk memanfaatkan benih lobster yang merupakan kekayaan Indonesia hanya untuk memperkaya Indonesia, bukan luar negeri.
"Kalau ada yang budi daya di sini, saya pasti dukung sampai mati," tegas Menteri Kelautan dan Perikanan.
KKP telah menargetkan kawasan konservasi seluas 32,5 juta hektare pada 2030.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Indonesia membutuhkan dukungan internasional dalam menjaga biodiversity kita sehingga tidak terjadi aliran perdagangan lintas benua, lintas negara untuk plasma nutfah, salah satunya adalah benih lobster," kata Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja saat membuka webinar bertajuk "Menuju Sustainable Ocean Economy di Indonesia" di Jakarta, Selasa.
Sjarief Widjaja mengutarakan harapannya akan dukungan dari negara-negara internasional untuk melihat bahwa perdagangan internasional plasma nutfah dapat dikategorikan sebagai IUU Fishing atau penangkapan ikan ilegal.
Baca juga: Disnak Lindungi Hewan Plasma Nutfah
Ia mengemukakan, pihaknya ingin berbagai negara dapat memasukkan opsi tersebut sebagai salah satu pemikiran pada masa yang akan datang untuk menjamin keberlanjutan sumber daya kelautan di Tanah Air.
Kepala BRSDM KKP juga mengingatkan Indonesia telah mampu menetapkan satu area wilayah pengelolaan perikanan yaitu WPP 714 sebagai sumber plasma nutfah bagi ikan-ikan unggulan dunia seperti tuna dan kerapu.
Hal tersebut, lanjutnya, merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam mewujudkan target 30 persen wilayah lautnya bisa menjadi sebagai area konservasi pada 2030.
Berdasarkan data laporan FAO pada 2020, potensi kekayaan laut Indonesia mencapai 120-170 miliar dolar AS, menempatkan Indonesia pada urutan ketiga ekonomi perikanan secara global setelah China dan Peru.
Baca juga: Kiara berharap Peraturan Menteri KP No. 59/2020 terkait lobster dicabut
Sementara itu, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Republik Indonesia adalah negara maritim yang berkomitmen untuk menjalankan prinsip berkelanjutan di sektor kelautan dan perikanan nasionalnya.
Luhut mengemukakan pemerintah sedang mengembangkan konsep ekonomi karbon biru yang bertujuan antara lain untuk meminimalkan kerusakan lingkungan serta dapat mengembalikan kondisi kesehatan kawasan perairan di Indonesia.
Menurut dia, kondisi kesehatan masih terancam sehingga perlu adanya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan multisektor serta perlu adanya optimalisasi dan dukungan melalui investasi dan transfer teknologi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan larangan ekspor benih bening lobster (BBL) karena lobster termasuk komoditas yang harus dijaga.
Menteri Trenggono memastikan KKP akan mengganti kebijakan ekspor benih lobster dan memanfaatkannya secara optimal untuk budidaya di dalam negeri. Jika sudah sampai ukuran konsumsi, ekspor lobster baru boleh dilakukan.
Bahkan dalam kunjungan kerjanya di Lombok pada 24 Maret 2021, Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah bertekad untuk memanfaatkan benih lobster yang merupakan kekayaan Indonesia hanya untuk memperkaya Indonesia, bukan luar negeri.
"Kalau ada yang budi daya di sini, saya pasti dukung sampai mati," tegas Menteri Kelautan dan Perikanan.
KKP telah menargetkan kawasan konservasi seluas 32,5 juta hektare pada 2030.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021