Penyedia sayuran hidroponik untuk kota Banjarmasin, Banjarbaru, serta kota Martapura Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel) kewalahan memenuhi kebutuhan konsumen.
Ketua Asosiasi Petani Hidroponik Organik Tanaman Pangan dan Hortikultura (Aphothik) Kalsel Wahdiah SP MS mengemukakan itu di Banjarbaru (35 kilometer dari Banjarmasin) melalui WA-nya, Jumat.
"Kebutuhan konsumen terhadap sayuran hidroponik seperti jenis tanaman Salada per hari sekitar 50 kg, sedangkan suplai baru berkisar antara 20 - 30 kg," ujarnya menjawab Antara Kalsel.
Alumunus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang berkampus di Banjarbaru itu memperkirakan, tidak terpenuhinya persediaan sayuran hidroponik sesuai kebutuhan atau permintaan mungkin karena musim penghujan dan sehubungan bencana banjir.
Oleh karena musim penghujan dan kebanjiran sehingga petani hidroponik tidak bisa berbuat maksimal untuk memenuhi kebutuhan konsumen, demikian Wahdiah.
Salah seorang Wakil Ketua Aphothik Kalsel Hero Wongso Negara SH yang juga selaku petani hidroponik menerangkan, pada musim penghujan tanaman Salada rentan terserang jamur jika tidak menggunakan teknologi tinggi.
"Seperti tanaman Salada saya sekitar 30 persen terserang jamur sehingga tidak layak jual atau konsumsi," ujar alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
"Begitu pula teman saya di Banjarbaru mempunyai lobang/tanaman hidroponik jenis Salada semua kena serangan jamur. Kalau disemprot dengan pembasmi jamur berarti tanaman tersebut tidak organik lagi," lanjutnya.
Sementara orang-orang sekarang banyak yang ingin kembali pada alami, lebih memilih pangan seperti sayuran dan buah-buahan yang bersifat organik bebas dari pestisida ataupun insektisida guna tetap terjaga kesehatan, demikian Wongso.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Ketua Asosiasi Petani Hidroponik Organik Tanaman Pangan dan Hortikultura (Aphothik) Kalsel Wahdiah SP MS mengemukakan itu di Banjarbaru (35 kilometer dari Banjarmasin) melalui WA-nya, Jumat.
"Kebutuhan konsumen terhadap sayuran hidroponik seperti jenis tanaman Salada per hari sekitar 50 kg, sedangkan suplai baru berkisar antara 20 - 30 kg," ujarnya menjawab Antara Kalsel.
Alumunus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang berkampus di Banjarbaru itu memperkirakan, tidak terpenuhinya persediaan sayuran hidroponik sesuai kebutuhan atau permintaan mungkin karena musim penghujan dan sehubungan bencana banjir.
Oleh karena musim penghujan dan kebanjiran sehingga petani hidroponik tidak bisa berbuat maksimal untuk memenuhi kebutuhan konsumen, demikian Wahdiah.
Salah seorang Wakil Ketua Aphothik Kalsel Hero Wongso Negara SH yang juga selaku petani hidroponik menerangkan, pada musim penghujan tanaman Salada rentan terserang jamur jika tidak menggunakan teknologi tinggi.
"Seperti tanaman Salada saya sekitar 30 persen terserang jamur sehingga tidak layak jual atau konsumsi," ujar alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
"Begitu pula teman saya di Banjarbaru mempunyai lobang/tanaman hidroponik jenis Salada semua kena serangan jamur. Kalau disemprot dengan pembasmi jamur berarti tanaman tersebut tidak organik lagi," lanjutnya.
Sementara orang-orang sekarang banyak yang ingin kembali pada alami, lebih memilih pangan seperti sayuran dan buah-buahan yang bersifat organik bebas dari pestisida ataupun insektisida guna tetap terjaga kesehatan, demikian Wongso.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021