Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Hermanto mengingatkan pemerintah agar tidak hanya sibuk menenteramkan publik dalam kondisi nilai rupiah yang belakangan terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat.


Pemerintah hendaknya membuktikan kemampuan mengoptimalkan sisi positif dari menguatnya dolar Amerika Serikat (AS), ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu dalam keterangan pers, Kamis.

Menurut alumnus program doktor Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat (Jabar) itu, jika berfikir sederhana, memang dengan penguatan dolar membuat nilai ekspor Indonesia menjadi naik.

"Namun, kenaikan nilai ekspor itu akan terjadi bila produk ekspor kita dibeli oleh pasar internasional. Disinilah masalahnya, kita harus bekerja keras agar produk ekspor kita bisa dibeli orang," ujarnya menanggapi pernyataan Wakil Presiden dalam mennyikapi melemahnya rupiah terhadap dolar AS.

Ia mengungkapkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan, penguatan dolar justru akan membuat nilai ekspor Indonesia menjadi naik. Karena hampir seluruh ekspor dihitung dengan dolar. Dampaknya, stabilitas ekonomi akan lebih cepat.

"Hal itu peluang agar ekonomi bisa tumbuh lebih baik. Di sisi lain, pelemahan rupiah dapat membuat investasi di Indonesia menjadi murah. Calon-calon investor diyakini akan giat menanamkan modalnya. Investasi akan lebih memungkinkan bergerak dengan baik," kutipnya.

Yang terjadi belakangan ini, lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, tidak mudah menjual produk ekspor karena ada pelemahan permintaan dari negara mitra.

"Apalagi saat ini, di mana mata uang negara-negara di dunia melemah juga terhadap dolar. Tentu dalam kondisi ini mereka juga akan mengurangi impor guna mencegah berkurangnya devisa secara signifikan," paparnya.

Tidak mudahnya menjual produk itu, terangnya, diakui juga oleh Menteri Keuangan (Menkeu) RI Bambang Brodjonegoro.

"Menteri menyatakan pelemahan rupiah seharusnya menjadi momentum bagi pelaku industri manufaktur nasional untuk menggenjot ekspor. Namun sayangnya, saat ini sektor manufaktur Indonesia tidak berada dalam kondisi yang baik," kutipnya.

Indonesia, tambahnya, saat ini sangat tergantung pada ekspor komoditas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai ekspor Indonesia pada Januari sampai Oktober 2014 mencapai 148,06 miliar dolar AS.

Dari jumlah nilai ekspor tersebut 63 persen berupa komoditas atau produk primer, bukan barang olahan industri manufaktur.

"Kondisi saat ini, harga komoditas sedang anjlok. Negara-negara mitra tengah mengurangi permintaan. Akibatnya, ekspor juga terpukul," ujarnya.

Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, harga komoditas dunia yang tengah menurun berdampak pada komoditas dalam negeri. Tren penurunan komoditas dunia ini diprediksi masih terus berlanjut tahun 2015.

Jadi, menurutnya, perlu kerja keras agar produk ekspor Indonesia dibeli orang secara signifikan. "Perlu dilakukan pendekatan-pendekatan terutama kepada negara-negara yang tidak atau kurang terpegaruh oleh penguatan dolar AS," sarannya.

Ia menyarankan pula, selain mendorong ekspor, Pemerintah Indonesia diminta agar menekan impor. "Pemerintah perlu menerapkan strategi ganda dalam menghadapi menguatnya kurs dolar yaitu mendorong ekspor dan menekan impor," tambahnya.

"Pemerintah harus inovatif dan responsif mengambil langkah cepat agar dapat mencegah dampak transmisi kenaikan kurs dollar terhadap ekonomi nasional," demikian Hermanto.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014