Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, pengurangan subsidi bahan bakar minyak yang dilakukan pemerintah dalam beberapa bulan ini mulai ada hasilnya untuk mengurangi devisit fiskal yang dialami negara.
Menurut Mirza saat memberikan sambutan pada acara serah terima jabatan Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Senin mengatakan, pada 2013 Indonesia mengalami devisit ekspor -impor hingga 29 miliar dolar AS.
"Setelah ada pengurangan subsidi BBM, devisit anggaran ekspor dan impor tersebut kini menjadi 26 miliar dolar AS atau turun hingga 3 miliar dolar AS,"katanya.
Devisit tersebut terjadi, karena ekspor secara nasional mengalami penurunan yang sangat drasatis, sementara, impor terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Nilai ekspor dari Indonesia ke berbagai negara kini turun, terutama untuk komoditas ekspor yang menjadi andalan negara ini seperti batu bara, sawit dan karet.
"Penurunannya tidak asal turun, tetapi terjun bebas seperti air terjun, sehingga kondisi tersebut membuat anggaran negara mengalami devisit yang cukup besar," katanya.
Khusus sektor batu bara, akibat krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, harga batu bara anjlok, pada tahun 2005 hingga 2007, harga batu bara mencapai 120 dolar AS hingga 170 dolar AS/ton, kini menjadi hanya 50 dolar AS - 70 dolar AS/ton.
Begitu juga dengan CPO dan karet, yang harganya juga cenderung terus mengalami penurunan, kendati penurunanya tidak drastis seperti batu bara.
Sementara, impor dalam negeri juga terus mengalami peningkatan signifikan, sehingga memperparah devisit ekspor-impor yang dialami negara.
"Kita tahu, Indonesia adalah negara yang suka impor, sehingga walaupun di negara kita berbagai kebutuhan sandang maupun pangan sudah ada, tetap saja impor di sektor tersebut dilakukan," katanya.
Kondisi tersebut, kata dia, membuat dolar di Indonesia terus menguat, karena dolar datangnya dari devisa, sedangkan devisa berasal dari ekspor dan masuknya modal asing ke dalam negeri.
"Dengan terjadinya devisit ekspor, maka secara otomatis pendapatan devisa juga turun, sehingga dolar menjadi langka dan menguat," kata Mirza menjelaskan kondisi riil ekonomi nasional dihadapan Wakil Gubernur Rudy Resnawan, Muspida dan seluruh undangan dari perbankan dan instansi lainnya.
Mengantisipasi hal tersebut, tambah dia, maka negara mengambil langkah-langkah, yaitu dengan melakukan pengetatan fiskal, antara lain dengan mengurangi subsidi BBM.
"Kendati kebijakan tersebut baru berjalan beberapa waktu, namun telah ada hasilnya, kini devisit ekspor - impor berkurang menjai 26 miliar dolar AS atau turun sekitar 3 miliar dolar AS," katanya.
Kendati penurunan devisit tersebut tidak terlalu signifikan, namun dampak ikutan lainnya cukup bagus bagi prospek pertumbuhan ekonomi Indoensia.
Menurut Mirza, pengurangan subsidi BBM yang disikapi secara tenang dan aman, juga mendapatkan apresiasi positif dari luar, yang ditandai dengan masuknya modal dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) atau porfolio invesment.
Penanaman modal senilai 25 miliar dolar AS tersebut dalam bentuk ekspansi modal pemerintah maupun modal swasata.
"Melihat dari hal tersebut, ketergantungan Indonesia terhadap ekonomi luar negeri memang sangat besar, sehingga Indonesia tidak bisa mengabaikan kondisi politik maupun ekonomi negara lain," katanya.
Pada serah terima jabatan tersebut, Mokhammad Dadi Aryadi yang sebelumnya menjadi Kepala Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Selatan menyerahkan estafet kepemimpinan kepada Harymurthy Gunawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014
Menurut Mirza saat memberikan sambutan pada acara serah terima jabatan Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Senin mengatakan, pada 2013 Indonesia mengalami devisit ekspor -impor hingga 29 miliar dolar AS.
"Setelah ada pengurangan subsidi BBM, devisit anggaran ekspor dan impor tersebut kini menjadi 26 miliar dolar AS atau turun hingga 3 miliar dolar AS,"katanya.
Devisit tersebut terjadi, karena ekspor secara nasional mengalami penurunan yang sangat drasatis, sementara, impor terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Nilai ekspor dari Indonesia ke berbagai negara kini turun, terutama untuk komoditas ekspor yang menjadi andalan negara ini seperti batu bara, sawit dan karet.
"Penurunannya tidak asal turun, tetapi terjun bebas seperti air terjun, sehingga kondisi tersebut membuat anggaran negara mengalami devisit yang cukup besar," katanya.
Khusus sektor batu bara, akibat krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, harga batu bara anjlok, pada tahun 2005 hingga 2007, harga batu bara mencapai 120 dolar AS hingga 170 dolar AS/ton, kini menjadi hanya 50 dolar AS - 70 dolar AS/ton.
Begitu juga dengan CPO dan karet, yang harganya juga cenderung terus mengalami penurunan, kendati penurunanya tidak drastis seperti batu bara.
Sementara, impor dalam negeri juga terus mengalami peningkatan signifikan, sehingga memperparah devisit ekspor-impor yang dialami negara.
"Kita tahu, Indonesia adalah negara yang suka impor, sehingga walaupun di negara kita berbagai kebutuhan sandang maupun pangan sudah ada, tetap saja impor di sektor tersebut dilakukan," katanya.
Kondisi tersebut, kata dia, membuat dolar di Indonesia terus menguat, karena dolar datangnya dari devisa, sedangkan devisa berasal dari ekspor dan masuknya modal asing ke dalam negeri.
"Dengan terjadinya devisit ekspor, maka secara otomatis pendapatan devisa juga turun, sehingga dolar menjadi langka dan menguat," kata Mirza menjelaskan kondisi riil ekonomi nasional dihadapan Wakil Gubernur Rudy Resnawan, Muspida dan seluruh undangan dari perbankan dan instansi lainnya.
Mengantisipasi hal tersebut, tambah dia, maka negara mengambil langkah-langkah, yaitu dengan melakukan pengetatan fiskal, antara lain dengan mengurangi subsidi BBM.
"Kendati kebijakan tersebut baru berjalan beberapa waktu, namun telah ada hasilnya, kini devisit ekspor - impor berkurang menjai 26 miliar dolar AS atau turun sekitar 3 miliar dolar AS," katanya.
Kendati penurunan devisit tersebut tidak terlalu signifikan, namun dampak ikutan lainnya cukup bagus bagi prospek pertumbuhan ekonomi Indoensia.
Menurut Mirza, pengurangan subsidi BBM yang disikapi secara tenang dan aman, juga mendapatkan apresiasi positif dari luar, yang ditandai dengan masuknya modal dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) atau porfolio invesment.
Penanaman modal senilai 25 miliar dolar AS tersebut dalam bentuk ekspansi modal pemerintah maupun modal swasata.
"Melihat dari hal tersebut, ketergantungan Indonesia terhadap ekonomi luar negeri memang sangat besar, sehingga Indonesia tidak bisa mengabaikan kondisi politik maupun ekonomi negara lain," katanya.
Pada serah terima jabatan tersebut, Mokhammad Dadi Aryadi yang sebelumnya menjadi Kepala Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Selatan menyerahkan estafet kepemimpinan kepada Harymurthy Gunawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014