Para mahasiswa Prodi Sosialogi Fisip Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin telah melakukan penelitian mengenai keberadaan GOa Batu Hapu terletak di Desa  Batu  Hapu,  Kecamatan Hatungun, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan sebuah tulisan yang dikirim ke LKBN Antara Kalsel, Minggu mahasiswa yang melakukan penelitian tersebut yakni Ribka Aprillia dan Siti Aulia dimbingan dosen Sri Hidayah dengan judul “Revolusi pemikiran masyarakat Desa Batu Hapu”

Dalam tulisan trersebut dikatakan, banyak  artikel  yang mengangkat mengenai  keindahan  Goa  Batu  Hapu  yang terletak di Desa  Batu  Hapu,  Kecamatan  Hatungun. Keindahan  goa  tersebut memang  sudah  bukan menjadi hal asing, terlebih bagi masyarakat Kalimantan Selatan.

Goa yang ramai di kunjungi ini sering kali dimuat dalam  berbagai artikel digital  maupun non digital. Tetapi, apakah kita pernah bertanya-tanya bagaimana pengelolaannya? Keindahan   alam   memanglah   merupakan   kuasa tuhan,  tugas  kita  sebagai  manusia  
adalah  merawatnya. 

Hal  ini  lah  yang  membuat  kita  patut mengapresiasi  usaha  warga  Desa  Batu  Hapu  dalam  pengelolaan goa  yang  berada  di  wilayah mereka. Warga Desa  Batu  Hapu bukan  merupakan  penduduk  asli  yang  berdiamdi  wilayah tersebut, tetapi hasil transmigrasi besar-besaran dari pulau  Jawa ke Kalimantan pada tahun 1975. 

Sehingga  kebanyakan  dari  mereka  merupakan  masyarakat  suku  jawa.  Sejak  saat  itu Goa  Batu Hapu mulai dikenal dan sering didatangi oleh masyarakat dari berbagai daerah. 

Pada tahun 1985 barulah Goa Batu  Hapu dijadikan sebagai  tempat  wisata  untuk  umum oleh  masyarakat  sekitar. Namun, saat  itu belum dikelola dengan  baik. Goa Batu Hapu memang  berhasil  menarik  banyak pengunjung  bukan  hanya  dari  keindahannya  tetapi  juga  dari  banyaknya  mitos-mitos yang meyertainya. 

 Hal  tersebut  membuat  banyak  orang  penasaran  dan  ingin  mengunjunginya secara langsung. Selain  sebagai objek wisata, seiring  berjalannya  waktu  sebagian  masyarakat mulai menyadari nilai dari kotoran  kelelawar yang hidup didalam goa untuk dijadikan pupuk.

Mereka mulai mengambil  sedikit  demi  sedikit kotoran tersebut,  dari yang  awalnya  hanya sekedar untuk konsumsi  pribadi  hingga  mulai diperjualbelikan.  Kegiatan  pengambilan  kotoran  kelelawar  ini mulai terdengar luas ke berbagai penjuru Kalimantan, yang menarik minat orang-orang dari luar daerah untuk berdatangan mengambil kotoran kelelawar ini. 

Kotoran kelelawar di anggap sangat menguntungkan  karena  tidak  memerlukan proses  pengelolaan lebih  lanjut  dan  dapat  langsung digunakan. Sejak  saat  itu  kotoran  kelelawar  diambil  secara  besar-besaran  dan  di  sebarkan  ke berbagai  daerah. Secara kritis,  hal tersebut  bisa dikatakan  bentuk eksploitasi  tanpa  memikirkan dampak ekologis yang di timbulkan terhadap ekosistem goa. Menurut  penuturan Bapak  Jaenuri pengambilan  kotoran  kelelawar  secara  terus  menerus dapat  mengakibatkan  longsor  pada lantai  goa. 

Sebab  lantai  goa  yang  awalnya  rata  akibat penimbunan  kotoran  kelelawar,lambat   laun  akan  terkikis  dan   mengakibatkan
munculnya rongga-rongga di  lantai goa. Selain  hal tersebut, hewan dan  bakteri  yang  hidup dalam goa tentu juga akan terganggu perkembang biakannya. 


Sedangkan seperti yang kita tau hewan-hewan yang hidup di goa kebanyakan tidak bisa  hidup di  luar goa. Melihat hal tersebut ada beberapa warga yang  mulai  sadar akan bahaya  yang timbul  jika  mereka masih  melakukan kegiatan pengambilan kotoran  kelelawar  ini. 

 Muncullah pertentangan  dari  berbagai  pihak  yang  sadar  dan  pihak  yang ingin  terus  mengambil  manfaat.  Setelah  melewati berbagai  penyelesaian  masalah  yang  alot. Akhirnya di buatlah peraturan desa untuk melarang pengambilan kotoran kelalawar.

Dalam   kajian   lingkungan, praktek   di   atas   sangat   erat   hubungannya dengan   teori antroposentrismedan teori ekosentrisme. Dimana manusia yang awalnya hanya ingin mengambil manfaat  untuk  dirinya  sendiri  tanpa  melihat  dampak  lingkungan (antroposentrisme) mulai menyadari  bahwa  lingkunganjuga  berpengaruh  dan  perlu  di  pertimbangkan  keberlanjutannya (Ekosentrisme).

Penekanannya adalah hubungan antara manusia dengan alam yang harmonis dan berkelanjutan.  Etika ini mengusahakan  keseimbangan
antara  kepentingan  individu  dengan kepentingan  keseluruhan  dalam  ekosistem. Dari kasus  masyarakat  Desa  Batu  Hapu,
adanya kesadaran sebagian kecil masyarakat ternyata dapat berdampak besar bagi kehidupan mereka dan lingkungan. Sehingga
terciptalah hubungan yang harmonis antara mereka dengan alam

 

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021