Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Komisi IV bidang kesra DPRD Kalimantan Selatan mengusulkan pembentukan panitia khusus untuk menindaklanjuti penggusuran sekolah dasar untuk kepentingan tambang di Kabupaten Balangan.
"Kita usul agar dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti persoalan penggusuran sekolah dasar (SD) tersebut," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel Yazidie Fauzi kepada wartawan, di Banjarmasin, Senin.
Menurut dia, Pansus tersebut gabungan dari Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta dari IV yang membidangi pendidikan pula.
Karena, lanjut anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kalsel tersebut, masalah itu tidak hanya menyangkut soal pendidikan, namun juga pertambangan yang merupakan bidang kerja Komisi III.
"Pansus dalam bentuk lintas komisi/bidang, agar bisa efektif bekerja dalam menelisik soal penggusaran sekolah di `Bumi Sanggam` Balangan itu," tegas Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalsel tersebut.
Ia menduga, pengusuran sekolah tersebut oleh PT Adaro Indonesia itu atas restu pemerintah kabupaten (Pemkab) Balangan.
"Ada indikasi penggusuran sekolah oleh PT Adaro Indonesia itu direstui Pemkab setempat, bahkan pada pertemuan lalu di Bumi Sanggam, dikatakan hanya satu sekolah yang direlokasi," katanya.
"Alasan relokasi karena murid sekolah itu minim atau hanya tujuh orang," lanjutnya seraya menyatakan, kebenaran dari keterangan tersebut harus digali oleh Pansus gabungan.
Padahal, ungkapnya, informasi yang disampaikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun tokoh masyarakat menyebutkan ada enam sekolah dasar yang digusur, dan tidak semuanya kekurangan murid.
"Kekurangan murid hanya terjadi di SDN Rambutan 3, yang hanya tujuh orang," jelas putra dari almarhum Mansyah Add (Ketua DPRD Kalsel 1999 - 2004) itu.
Ia menegaskan, penggusuran dan relokasi sekolah itu bertentangan dengan Hak Azasi Manusia (HAM), terutama kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi anak usia sekolah.
"Relokasi itu juga harus mendapatkan persetujuan dari orangtua murid dan mempertimbangkan jarak tempuh bagi anak sekolah tersebut," tuturnya, seraya menambahkan, apakah lokasi sekolah yang baru bisa ditempuh dengan jalan kaki atau naik sepeda, karena relokasi dikuatirkan menyebabkan anak putus sekolah.
"Karena lokasi yang satu dengan lainnya di Balangan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalsel pada 2003 itu, relatif jauh," demikian Yazidie.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi III DPRD Kalsel H Abdul Latief, yang menyatakan, berarti tidak ada keberpihakan Pemkab Balangan maupun DPRD setempat dengan masyarakat, yang tergusur akibat aktivitas pertambangan.
"Pengusuran tersebut tidak hanya pada sekolah, namun juga pemukiman penduduk, khususnya pemukiman transmigrasi," ujar anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel itu.
Menurut dia, pengusuran pemukiman itu jelas mengalahkan program pusat, yang menempatkan transmigran di daerah tersebut, namun akhirnya kalah dengan aktivitas pertambangan.
"Ini sangat ironis, kepentingan masyarakat tergusur oleh aktivitas pertambangan," tegas Latief.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014
"Kita usul agar dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti persoalan penggusuran sekolah dasar (SD) tersebut," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel Yazidie Fauzi kepada wartawan, di Banjarmasin, Senin.
Menurut dia, Pansus tersebut gabungan dari Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta dari IV yang membidangi pendidikan pula.
Karena, lanjut anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kalsel tersebut, masalah itu tidak hanya menyangkut soal pendidikan, namun juga pertambangan yang merupakan bidang kerja Komisi III.
"Pansus dalam bentuk lintas komisi/bidang, agar bisa efektif bekerja dalam menelisik soal penggusaran sekolah di `Bumi Sanggam` Balangan itu," tegas Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalsel tersebut.
Ia menduga, pengusuran sekolah tersebut oleh PT Adaro Indonesia itu atas restu pemerintah kabupaten (Pemkab) Balangan.
"Ada indikasi penggusuran sekolah oleh PT Adaro Indonesia itu direstui Pemkab setempat, bahkan pada pertemuan lalu di Bumi Sanggam, dikatakan hanya satu sekolah yang direlokasi," katanya.
"Alasan relokasi karena murid sekolah itu minim atau hanya tujuh orang," lanjutnya seraya menyatakan, kebenaran dari keterangan tersebut harus digali oleh Pansus gabungan.
Padahal, ungkapnya, informasi yang disampaikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun tokoh masyarakat menyebutkan ada enam sekolah dasar yang digusur, dan tidak semuanya kekurangan murid.
"Kekurangan murid hanya terjadi di SDN Rambutan 3, yang hanya tujuh orang," jelas putra dari almarhum Mansyah Add (Ketua DPRD Kalsel 1999 - 2004) itu.
Ia menegaskan, penggusuran dan relokasi sekolah itu bertentangan dengan Hak Azasi Manusia (HAM), terutama kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi anak usia sekolah.
"Relokasi itu juga harus mendapatkan persetujuan dari orangtua murid dan mempertimbangkan jarak tempuh bagi anak sekolah tersebut," tuturnya, seraya menambahkan, apakah lokasi sekolah yang baru bisa ditempuh dengan jalan kaki atau naik sepeda, karena relokasi dikuatirkan menyebabkan anak putus sekolah.
"Karena lokasi yang satu dengan lainnya di Balangan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalsel pada 2003 itu, relatif jauh," demikian Yazidie.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi III DPRD Kalsel H Abdul Latief, yang menyatakan, berarti tidak ada keberpihakan Pemkab Balangan maupun DPRD setempat dengan masyarakat, yang tergusur akibat aktivitas pertambangan.
"Pengusuran tersebut tidak hanya pada sekolah, namun juga pemukiman penduduk, khususnya pemukiman transmigrasi," ujar anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel itu.
Menurut dia, pengusuran pemukiman itu jelas mengalahkan program pusat, yang menempatkan transmigran di daerah tersebut, namun akhirnya kalah dengan aktivitas pertambangan.
"Ini sangat ironis, kepentingan masyarakat tergusur oleh aktivitas pertambangan," tegas Latief.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014