Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, mengimbau para pelaku usaha pekebunan Sawit agar tetap mematuhi protokol kesehatan, agar untuk mencegah dan senantiasa terhindar dari penularan COVID-19.

Ia mengatakan, sampai sekarang perkebunan kelapa sawit masih tetap bisa beroperasi, karena tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, hendaknya semua tetap disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan.

"Kalau sampai tertular, resikonya akan besar terhadap produktivitas perusahaan kita dan juga bagi semua karyawan kita dan keluarga mereka,” katanya, saat membuka diskusi virtual bertajuk “Kiat pencegahan dan penanggulangan COVID-19 di Perkebunan sawit” yang diselenggarakan GAPKI, Selasa siang (29/09).

Epidemolog Universitas Indonesia dr Pandu  Riono, mengatakan para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit harus tetap disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan, dan karena pandemi yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia, diperkirakan akan bertahan hingga lima tahun ke depan.

Baca juga: Perusahaan sawit di HSS terapkan protokol pencegahan COVID-19

Dijelaskan dia, selain disiplin menerapkan protokol kesehatan, hal yang sangat perlu dilakukan para pelaku usaha sawit dalam mencegah penularan virus di wilayah masing-masing adalah mengidentifikasi resiko tinggi dan mengelolanya dalam sistem manajemen modern.

Selalu yang paling tinggi resikonya adalah kontak orang dan kerumunan orang. Kalau kontak antar manusia ini bisa dikelola dengan penerapan ketat dan disiplin protokol kesehatan dalam sistem manajemen modern, ia yakin semuanya bisa terbebas dari penularan virus.

"Harus diingat kasus COVID-19 itu tinggi adalah akibat faktor kerumunan atau kontak antar manusia yang tidak terkelola dengan baik, Kerumunan atau kontak antar manusia itu harus dibatasi benar-benar, sehingga hanya yang sangat penting saja diperbolehkan," katanya.

Baca juga: Siap siaga cegah Corona, perusahaan sawit HSS patuhi edaran pemerintah

Menurut dia, mungkin bila perlu harus diberlakukan pembatasan sosial berskala mikro di wilayah operasi perkebunan. Dari seluruh karyawan itu, harus diidentifikasi siapa saja yang paling beresiko tinggi atau high risk.

Artinya siapa saja yang harus terlibat dalam kontak orang atau harus memasuki kerumunan, misalnya pasar, tempat ibadah, warung makan yang semuanya di luar kontrol perusahaan.

Ditambahkan dia, biasanya orang-orang dalam resiko tinggi seperti itu kurang lebih antara lima sampai 10 persen dari jumlah total karyawan. Orang-orang yang high risk ini harus menjadi prioritas utama dalam usaha pencegahan penularan pandemi tersebut.

Pewarta: Fathurrahman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020