Kabupaten Kotabaru yang memiliki luas wilayah 13.044,5 km persegi terdiri atas 111 pulau atau hampir sepertiga wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, yakni, 37.530,52 km persegi memiliki masalah rawan pangan.

Rawan pangan bagi Kotabaru, bukan berarti daerah tersebut tidak memiliki persediaan bahan makanan, karena daerah yang tandus atau minus.

Akan tetapi, rawan pangan bagi Kotabaru lebih disebabkan pada tidak lancarnya distribusi bahan makanan dari luar daerah ke wilayah Kotabaru, disebabkan cuaca buruk, atau transportasi yang tidak lancar.

Kotabaru memiliki beberapa daerah kecamatan, dimana bahan makanannya sangat tergantung oleh daerah luar.

Karena wilayah tersebut merupakan daerah penghasil perkebunan, daerah perkotaan, atau daerah penduduknya cukup padat, sehingga produksi beras dan bahan pangan lainnya tidak mampu mencukupi untuk kebutuhan sendiri.

Berdasarkan data bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Kotabaru 2008 di daerah itu terdapat beberapa daerah rawan pangan.

Di antaranya, daerah Kecamatan Pulau Laut Utara, Pulau Laut Barat, Kelumpang Barat, Kelumpang Hilir, Sampanahan, Sungai Durian dan Pulau Sembilan.

Rawan pangan bagi Kotabaru bukan berarti tidak ada bahan pangan.

Akan tetapi ketersediaan bahan makanan di daerah-daerah itu sangat tergantung dengan kondisi transportasi, dimana transportasi laut menjadi andalan untuk distribusi barang kebutuhan sehari-hari.

Jika terjadi ombak besar dan angin kencang, transportasi akan terganggu dan pasokan sembako juga akan terhambat.

Menurut Kepala Dinas Pertanian Kotabaru H Zuhairil Anwar MM, untuk menghindari rawan pangan, pemerintah daerah harus secepatnya menemukan langkah strategis, agar masyarakat tidak menjadi korbannya.

Untuk mengatasi rawan pangan di daerah Pulau Sembilan yang jaraknya sekitar 84 mil sebelah selatan Kotabaru dan rawan gelombang tinggi hingga 3 meter lebih itu, dapat dilakukan dengan dua hal.

Pertama, kata Zuhairil, pemerintah daerah harus melakukan perluasan tanaman padi, intensifikasi dan ekstensifikasi, membangun lumbung padi.

Pada 2011 dinas pertanian berencana mencetak sawah baru seluas 800 hektare (Ha), membuka lahan kering untuk lahan padi seluas 350 ha.

Serta peningkatan mutu intensifikasi seluas 7.500 ha dengan pola Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT).

Dengan adanya kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi diharapkan peningkatan produksi padi tahun 2011 meningkat menjadi sekitar 88.098 ton, jagung 16.199 ton, kedelai 2.544 ton dan kacang tanah sebesar 1.857 ton.

Kedua, pemerintah harus berani membuka program lembaga usaha ekonomi pedesaan (LUEP) khusus.

"LUEP khusus adalah pemberian pinjaman kepada kelompok/pengusaha pada April untuk membeli beras dan baru akan dikembalikan pada April tahun berikutnya," ujarnya.

Perbedaan LUEP biasa dengan LUEP khusus, jika LUEP biasa pinjaman dicairkan Januari menjelang musim panen dan dikembalikan setelah hasil panen dijual atau akhir tahun (Desember).

Menurut dia, rawan pangan di Pulau Sembilan atau pulau-pulau lain yang terpencil terjadi pada musim gelombang tinggi sekitar Oktober, November dan Desember.

Karena pada saat itu, kapal/perahu tidak berani atau dilarang berlayar karena membahayakan.       

"Pada saat itulah masyarakat tidak berani keluar pulau, mereka terpaksa bertahan dengan segala resiko, misalnya, stok makanan tambah menipis," terangnya.

Sebelum terjadi gelombang besar, saat petani mulai panen seperti pada April ini, pemerintah bisa memberikan pinjaman LUEP khusus untuk membeli beras untuk distok di gudang/lumbung padi.

Dan pada musim gelombang tinggi, beras tersebut diedarkan untuk dijual, meski masyarakat menganggur tidak melaut, stok beras atau bahan makanan tetap cukup.

"Dan pada April mendatang, kelompok tani/pengusaha dapat mengembalikan pinjaman LUEPnya," ujar dia.                   
Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kotabaru H Abdul Hamid pada suatu kesempatan menjelaskan, pada 2010 Pemkab Kotabaru mulai melaksanakan pemetaan daerah rawan pangan dan penanggulangannya.

Setelah mendapatkan daerah rawan pangan, masing-masing SKPD diminta menyusun program sesuai dengan bidangnya untuk bersama-sama meningkatkan kesejahteraan dan daya beli masyarakat di daerah rawan pangan.

Misalkan, Dinas Kesehatan dapat memberikan makanan tambahan/asupan makanan bagi masyarakat atau balita yang menderita kurang gizi akibat rawan pangan.

Sedangkan Dinas Pertanian dapat memberikan bantuan melalui program Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) atau sejenisnya untuk menjaga harga gabah atau beras tidak jatuh pada saat panen.

Untuk jangka panjang, Dinas Perkebunan dapat membuka program revitalisasi perkebunan tanaman karet, kelapa sawit atau yang lainnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di lokasi rawan pangan.

Dengan peran aktif SKPD-SKPD itu, secara bertahap daya beli dan kesejahteraan masyarakat di daerah rawan pangan akan meningkat.

   
                Desa Mandiri.
     
Hamid menjelaskan, untuk mengatasi agar tidak terjadi rawan pangan, Kotabaru 2010 membentuk desa mandiri pangan (mapan).

Tujuan pembentukan desa mapan pangan adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan secara optimal sumber daya yang dimiliki atau yang dikuasainya untuk mencapai kemandirian pangan rumah tangga dan masyarakat.

Sasaran dari program tersebut adalah rumah tangga miskin di desa rawan pangan agar dapat mewujudkan kemandirian pangan masyarakat.

Dari sekitar 201 kelurahan dan desa di Kotabaru terdapat sekitar 37 desa yang dinilai rawan pangan karena angka kemiskinannya lebih dari 30 persen.

Dia menerangkan, untuk mendorong agar desa-desa tersebut terbebas dari rawan pangan, pemerintah mengucurkan dana bantuan dan dana pinjaman modal melalui Lembaga Pengembangan Distribusi Masyarakat (LPDM), Dana Pinjaman Modal, Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan dan Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP).

Untuk program bantuan sosial, pemerintah memberikan bantuan dana di tiga kecamatan, Pulau Laut Barat, Pulau Laut Tengah dan Pulau Laut Timur, masing-masing Rp150 juta.

Dana tersebut digunakan untuk lumbung sebesar Rp30 juta, untuk ketahanan pangan Rp10 juta dan sisanya Rp120 juta untuk jual beli gabah.

"Dana tersebut untuk menstabilkan hatrga gabah di tingkat petani agar tidak jatuh saat panen raya," tandasnya.

Pada 2010, dana bantuan itu ditambah Rp75 juta sehingga menjadi Rp225 juta per kecamatan.

Hamid menambahkan, pemerintah juga masih menyediakan dana talangan dan dana yang lain khusus untuk daerah rawan pangan.

Khusus untuk desa mandiri pangan Desa Hampang dan Desa Cantung Kiri Hulu Kecamatan Hampang mendapatkan bantuan masing-masing Rp100 juta.

"Diharapkan desa-desa tersebut empat tahun mendatang bisa mandiri pangan," paparnya./C

Pewarta:

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2011