Ketua Komisi III Bidang Pembangunan dan Infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) H Sahrujani sependapat perlunya pengetatan pengawasan pendistribusian gas elpiji bersubsidi atau tabung isi tiga kilogram.

"Pengawasan itu bukan cuma Pertamina, tetapi juga aparat berwenang terkait dan masyarakat," ujarnya di Banjarmasin, Selasa sesudah Komisinya mendatangi Kementerian Enegi Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia pekan lalu.

Begitu pula pengawasan tersebut pada tingkat agen ke pangkalan hingga ke konsumen atau warga masyarakat yang betul-betul berhak atas gas elpiji bersubsidi tersebut.

"Kemudian daripada itu, penindakan atas penyimpangan/penyalahgunaan peruntukan gas elpiji bersubsidi tersebut," lanjutannya menjawab Antara Kalsel di Banjarmasin.

Kunjungan Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi (termasuk gas elpiji tiga kilogram) serta perhubungan itu ke Kementerian ESDM tersebut secara khusus ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Dalam pertemuan dengan BPH Migas tersebut selain membicarakan masalah Bahan Bakar Minyak (BBM), juga gas elpiji tabung isi tiga kilogram atau sebutan gas "Melon" yang belakangan sempat langka dan mahal harganya pada beberapa tempat di Kalsel.

"Oleh karena itu, kadatangan kami ke BPH Migas untuk meminta tambahan kuota (jatah) gas Melon guna mengatasi kelangkaan serta harga yang mahal," ujar mantan Ketua DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel tersebut.

"Tetapi dari keterangan pihak BPH Migas bahwa penyaluran gas Melon di provinsi kita yang kini berpenduduk lebih empat juta jiwa dan tersebar pada 13 kabupaten/kota sudah melebihi kuota," kutip wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel V/Kabupaten HSU, Balangan dan Kabupaten Tabalong itu.

Namun, lanjut politikus senior Partai Golkar itu, pihak BPH Migas nampaknya tidak terlalu mempermasalahkan penambahan kuota, baik untuk kebutuhan BBM maupun gas elpiji bersubsidi.

"Kan permohonan penambahan kuota itu merupakan hak/kewenangan pemerintah daerah setempat," tambahnya mengutip pernyataan dari pihak BPH Migas.

Mengenai penggunaan "kartu kendali"  sebagai salah satu upaya penertiban dan sekaligus buat pengawasan pendistribusian gas Melon yang peruntukannya cuma masyarakat miskin, dia menyatakan sependapat.

"Kabupaten/kota di Kalsel bisa mengeluarkan Peraturan Bupati/ Wali Kota (Perbul/Perwali) untuk pemberlakuan sistem kartu kendali dalam hal gas Melon tersebut, sebagaimana Kota Banjarmasin," demikian Sahrujani.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) H Sahrujani. (Syamsuddin Hasan)

Permasalahan gas elpiji bersubsidi sempat mencuat ke permukaan beberapa waktu belakangan di "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" atau "Bumi Lambung Mangkurat" Kalsel karena langka serta harga eceran mahal mencapai Rp40.000/tabung isi tiga kilogram.

Padahal harga resmi gas Melon itu pada tingkat pangkalan di Banjarmasin cuma Rp17.500/tabung isi tiga kilogram tersebut.

Persoalan gas elpiji bersubsidi tersebut sempat membuat galau warga sehingga beberapa organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kalsel berunjukrasa meminta DPRD provinsi setempat segera turun tangan.

Namun dengan operasi pasar dari pihak Pertamina belakangan ini kelangkaan gas elpiji tiga kilogram mulai berkurang atau sudah agak normal.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020