Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons adanya desakan agar turut menyelidiki penyebab terbakarnya Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta.
"Terkait peristiwa kebakaran di Kejagung, tentu lebih bijak jika menunggu hasil pemeriksaan penyebab kebakaran tersebut dari pihak-pihak yang berkompeten untuk itu," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal tersebut sebagai respons atas pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mendesak KPK turut menyelidiki penyebab terbakarnya Gedung Kejagung tersebut.
Ia mengatakan KPK menghargai masukan dan pendapat masyarakat terkait agar KPK ambil alih kasus yang melibatkan Djoko Tjandra.
Namun, lanjut dia, dalam kasus yang diduga melibatkan Djoko Tjandra, KPK melalui Kedeputian Penindakan saat ini telah melaksanakan koordinasi aktif dengan Polri dan Kejagung.
Selain itu, KPK juga mendorong Polri dan Kejagung untuk terus mengungkap dugaan keterlibatan pihak-pihak lain selain yang telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini.
"Hingga saat ini, KPK masih memantau 'progress' penanganan perkaranya dan apabila ditemukan adanya indikasi hambatan yang dihadapi oleh Polri maupun Kejaksaan maka KPK sesuai kewenangan dalam Pasal 10A UU KPK tentu siap untuk ambil alih kasusnya," tuturnya.
Sebelumnya, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (23/8) mengatakan bahwa desakan kepada KPK itu setidaknya untuk membuktikan, apakah kejadian tersebut murni karena kelalaian atau memang direncanakan oleh oknum tertentu.
"Sebab, saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, salah satunya dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang merencanakan untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut," kata Kurnia.
Jika hal itu benar, kata dia, maka KPK dapat menyangka oknum tersebut dengan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang "obstruction of justice" atau upaya menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Sejak awal, kata Kurnia, ICW sudah meragukan komitmen Kejagung dalam menangani perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari itu.
"Terlebih lagi banyak kejadian yang menciptakan situasi skeptisisme publik. Mulai dari dikeluarkannya pedoman pemeriksaan Jaksa, pemberian bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki, dan terakhir terbakarnya Gedung Kejaksaan Agung," ujar Kurnia.
Oleh karena itu, ICW mendesak agar KPK segera mengambil alih penanganan perkara tersebut karena berdasarkan Pasal 11 UU KPK, KPK diberi kewenanganan untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum, dalam hal ini Jaksa Pinangki.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Terkait peristiwa kebakaran di Kejagung, tentu lebih bijak jika menunggu hasil pemeriksaan penyebab kebakaran tersebut dari pihak-pihak yang berkompeten untuk itu," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal tersebut sebagai respons atas pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mendesak KPK turut menyelidiki penyebab terbakarnya Gedung Kejagung tersebut.
Ia mengatakan KPK menghargai masukan dan pendapat masyarakat terkait agar KPK ambil alih kasus yang melibatkan Djoko Tjandra.
Namun, lanjut dia, dalam kasus yang diduga melibatkan Djoko Tjandra, KPK melalui Kedeputian Penindakan saat ini telah melaksanakan koordinasi aktif dengan Polri dan Kejagung.
Selain itu, KPK juga mendorong Polri dan Kejagung untuk terus mengungkap dugaan keterlibatan pihak-pihak lain selain yang telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini.
"Hingga saat ini, KPK masih memantau 'progress' penanganan perkaranya dan apabila ditemukan adanya indikasi hambatan yang dihadapi oleh Polri maupun Kejaksaan maka KPK sesuai kewenangan dalam Pasal 10A UU KPK tentu siap untuk ambil alih kasusnya," tuturnya.
Sebelumnya, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (23/8) mengatakan bahwa desakan kepada KPK itu setidaknya untuk membuktikan, apakah kejadian tersebut murni karena kelalaian atau memang direncanakan oleh oknum tertentu.
"Sebab, saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, salah satunya dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang merencanakan untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut," kata Kurnia.
Jika hal itu benar, kata dia, maka KPK dapat menyangka oknum tersebut dengan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang "obstruction of justice" atau upaya menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Sejak awal, kata Kurnia, ICW sudah meragukan komitmen Kejagung dalam menangani perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari itu.
"Terlebih lagi banyak kejadian yang menciptakan situasi skeptisisme publik. Mulai dari dikeluarkannya pedoman pemeriksaan Jaksa, pemberian bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki, dan terakhir terbakarnya Gedung Kejaksaan Agung," ujar Kurnia.
Oleh karena itu, ICW mendesak agar KPK segera mengambil alih penanganan perkara tersebut karena berdasarkan Pasal 11 UU KPK, KPK diberi kewenanganan untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum, dalam hal ini Jaksa Pinangki.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020