Wabah virus corona yang melanda banyak negara di dunia sejak akhir 2019 telah berimbas pada semua sektor, terutama pada sektor ekonomi yang ditandai dengan berubahnya peta perdagangan dunia dan terhambatnya berbagai bidang usaha termasuk di Indonesia.

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan tertekan, dikarenakan semakin meluasnya penyebaran CIVID - 19 di berbagai wilayah.

Salah satu imbas pandemi di sektor ekonomi salah satunya usaha jual beli karet menyusul makin anjloknya harga karet di tingkat petani dibandingkan sebelum wabah Corona.

 Seperti yang dirasakan petani karet yang ada di Desa Kalahiang Kabupaten Balangan, harga karet di pengepul saat ini hanya dapat menembus Rp 4.000 – 4.500 perkilonya, turun hampir empat puluh persen dari harga biasanya yaitu diangka Rp. 6.500 – Rp. 7.200 perkilo.

“Kami tetap bersemangat menjalankan bisnis di koperasi meskipun harga karet turun, karet dari petani harus tetap dibeli oleh koperasi agar petani dan mendapatkan penghasilan” ungkap Ketua Koperasi Sungai Kihung Lestari (SKL) Kabupaten Balangan, Arsyad.

 Tentunya ini membuat petani karet sulit bernapas, terutama bagi petani karet yang hanya mengandalkan karet sebagai sumber utama penghasilan mereka.

 Namun di tengah persoalan tersebut, bisnis usaha jual beli karet yang dijalankan Koperasi SKL sekitar dua tahun terakhir ini tetap berjalan dan justru meraup keuntungan.

Koperasi yang dibina oleh Yayasan Adaro Bangun Negeri (YABN) ini memiliki strategi khusus menghadapi situasi sulit tersebut dengan memperkuat hubungan petani karet yang ada di sekitar dan meningkatkan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak seperti Dinas Pertanian dan pabrik Karet.
 
Foto Antaranews.Kalsel/ist (Istimewa)
 Dengan mengedepankan kualitas karet, hubungan kerjasama Koperasi SKL dengan pihak pabrik terus terjalin hingga saat ini.

Hal tersebut tentunya sangat berdampak pada harga karet yang ditawarkan oleh pihak pabrik.

Untuk itu koperasi SKL sebagai perpanjangan tangan khusus petani karet selaku anggota koperasi mampu memberikan harga di tingkat petani dengan harga lebih tinggi dari pada harga di pengepul saat ini, yakni Rp 5.300 – Rp 5.500 per kilogram.

 Harga tersebut membuat petani lebih tertarik untuk menjual karetnya ke koperasi sehingga stok karet di koperasi untuk dijual ke pabrik pun bertambah.

Kondisi ini berdampak pada peningkatan pendapatan petani karena biaya operasional yang dikeluarkan relatif sama atau hanya sedikit bertambah dari sebelumnya, maka persentase pendapatan bersih yang diterima lebih tinggi.

Hingga saat ini penambahan petani yang menjual karetnya ke koperasi mencapai 60 persen.

“Awalnya hanya sekitar 17 orang, namun setelah adanya COVID - 19 ini jumlah petani yang menjual karetnya ke koperasi bertambah menjadi 27 orang," jelas Arsyad.

Pihak koperasi pun sampai kewalahan dikarenakan banyaknya petani yang menjual karetnya di luar jam kerja yang berlaku di koperasi.

 Bertambahnya jumlah anggota dan intensitas pekerjaan di koperasi tak membuat Arsyad dan pengurus lainnya melupakan himbauan pemerintah untuk mencegah penyebaran Codona khususnya di Provinsi Kalimantan Selatan.

“Kami selaku pengurus koperasi Sungai Kihung Lestari tetap mengikuti himbauan pemerintah dengan memakai masker dan juga menerapkan pembatasan sosial (physical distancing) selama berinteraksi dengan orang lain,” terangnya.

Arsyad berharap strategi yang mereka terapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan petani karet dan pihak koperasi dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi , khususnya kepada anggota dan mitra usaha ke depannya.

Strategi bisnis yang diterapkan oleh koperasi Sungai Kihung Lestari tersebut mendapatkan apresiasi dari Zulfa Anita selaku pendamping dari YABN .

“ Kami turut bangga atas pencapaian yang diperoleh Koperasi SKL saat ini, teruslah bergerak maju, manfaatkan segala potensi dan tingkatkan jejaring agar koperasi SKL bisa terus bertahan dan bertumbuh," jelas Zulfa.

Pewarta: Herlina Lasmianti

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020