Kebakaran lahan terjadi hampir setiap tahun. Pada tahun 2019, ada sekitar puluhan ribu (11,950 hektar) lahan terbakar di Provinsi Kalimantan Selatan. Kerusakan akibat kebakaran lahan perlu disikapi secara serius oleh pemerintah.
Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibentuk oleh Presiden RI ditahun 2016 dimaksudkan untuk mempercepat pemulihan fungsi hidrologis gambut akibat kebakaran hutan dan lahan, yeng bertugas mengkoordinasi dan memfasilitasi di 7 provinsi, termasuk Kalimantan Selatan.
Kedeputian III BRG yang membidangi edukasi, sosialisasi, dan partisipasi dan kemitraan memandang penting pelibatan masyarakat desa, termasuk petani di dalam dan sekitar ekosistem gambut.
Salah satu kegiatan restorasi adalah SLPG (Sekolah Lapang Petani Gambut) dengan metode PLTB (Pengolahan Lahan Tanpa Bakar). Kepala Sub Kelompok Kerja Edukasi, Sosialisasi dan Pelatihan BRG, Deasy Efnidawesty menegaskan Sekolah Lapang bertujuan petani dapat meningkatkan teknik pengolahan lahan gambut tanpa bakar dan mampu menerapkan tehnik budi daya pertanian dan kewirausahaan pertanian berbasis ekosistem gambut.
Metode SLPG mengedepankan partisipasi dan praktek di lapangan, sehingga tempat trainingpun diadakan di kebun.
Dari tahun 2017-2020, SLPG telah melahirkan kader Sekolah Lapang sebanyak 68 kader di Desa Peduli Gambut Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2020 , kegiatan SLPG dilaksanakan (4-7 Juli) di lahan perkebunan kelompok tani Pulau Besar di Desa Batu Mandi.
Peserta SLPG berjumlah 12 petani gambut dari kecamatan Batu Mandi (Desa Batu Mandi dan Banua Hanyar) dan Kecamatan Lampihong (Desa Teluk Karya) di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.
Setelah pelatihan ini, setiap peserta membuat demplot pertanian PLTB dengan tanaman hortikultura, padi, bunga rosella, talas atau tanaman lainnya yang sesuai dengan karakter lahan gambut, ujar Enik Maslahah, Dinamisator Program Desa Peduli Gambut wilayah Kalimantan Selatan.
Pertanian di lahan gambut dengan cara tanpa membakar adalah penting untuk melindungi lahan pertanian kita dari kerusakan. Pemerintah Balangan sangat mendukung aktifitas BRG untuk melakukan restorasi gambut dengan melibatkan petani.
Kepala Dinas Pertanian Balangan, Rahmadi dalam pembukaan SLPG di Desa Batu Mandi mengatakan, pihaknya mensupport petani yang akan membuat demplot dari hasil pelatihan ini.
Pada umumnya, pertanian di lahan gambut dilakukan dengan cara membakar yang sudah dilakukan secara turun temurun, yang dianggap sudah hal biasa.
Cara ini dianggap murah dan praktis, namun mengabaikan keberlanjutan lingkungan, terutama ekosistem gambut. Pertanian lahan gambut, cara membakar dilakukan ketika musim air surut untuk membersihkan gulma dan tanaman rumput dan juga menurunkan kadar asam dalam tanah.
Para petani tidak menyadari, pembakaran di lahan gambut bisa berakibat lahan berangsur-angsur kering, rusak, dan merusak kesehatan anak-anak, perempuan, dan masyarakat pada umumnya, apalagi di masa wabah COVID -19 ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat dilahan gambut yang rentan terhadap penyakit saluran pernafasan akibat asap kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau.
Salah satu peserta SLPG (Sekolah Lapang Petani Gambut), Bapak Indra Atmaja, Kelompok Tani Pulau Besar, Desa Batu Mandi, Kec. Batu Mandi, Kabupaten Balangan, mengungkapkan keberuntungannya dapat mengikuti SLPG, yang mengajarkan pengolahan lahan dengan cara tidak membakar, dan beberapa ramuan pupuk organik baik padat maupun cair.
Sebelum kegiatan ini, Fasilitator desa Desa Peduli Gambut, BRG, juga telah memberikan pelatihan pengolahan paska panen yang diikuti oleh kelompok Wanita Tani. Singkong yang kami tanam, saat ini dijadikan kripik, biasanya kami hanya menjual singkong saja.
Teknik olah lahan tanpa bakar
Rancangan SLPG dikemas secara komprehensif tidak saja untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam pengelolaan lahan gambut, tetapi juga menerapkan tehnik budidaya pertanian dan kewirausahaan pertanian berbasis ekosistem gambut.
Syahroni dari Institute Agroekologi Indonesia (INAgri), sebagai pengajar SLPG menjelaskan pelatihan ini diawali dengan mengembangkan pemahaman petani secara luas mengenai karakter dan potensi lahan gambut, dan mengenalkan beberapa model atau teknik menyiapkan, menata, dan mengolah lahan gambut untuk budi daya pertanian.
Seperti, teknik Hugelkultur, Mandala, Sorjan, dan kebun Apung. Di hari terahir pelatihan, materi dilengkapi dengan pemetaan sumber daya lokal dan pemasaran pertanian dari masing-masing desa.
Teknik olah lahan tanpa bakar yang menarik dan dipraktekkan oleh peserta dalam SLPG adalah tehnik Hugelkultur. Prinsip Hugelkultur dengan memanfaatkan sebanyak mungkin biomassa tumbuhan di lahan yang akan dikelola sebagai lahan budi daya.
Seperti, batang kayu, ranting, daun, gulma, jerami, dan batang jagung. Material yang besar atau kasar diletakkan dibagian bawah lobang tanah, dan material halus diletakkan di atas, sehingga menjadi gundukan seperti model surjan. Gundukan ini menjadi lahan subur untuk tanaman.
Materi lain, yang tidak kalah menariknya bagi peserta dalam SLPG ini pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL). Pembuatan pupuk yang berasal dari sisa-sisa hasil produksi pertanian atau limba makanan dapat diolah menjadi pakan, kompos, dan pupuk dengan tehnologi sederhana , melalui proses fermentasi.
Peran MOL untuk mendegradasikan bahan-bahan organik yang banyak ditemui di lahan gambut untuk diproses menjadi pupuk organik cair.
Terkait praktek teknik olah lahan tanpa bakar, Fasilitator Desa Peduli Gambut Herlianor mengatakan, fasilitator desa akan mengawal pembuatan demplot pertanian tanpa bakar ini ke kelompok petani yang kami dampingi, agar menjadi percontohan bagi petani lainnya sehingga tidak ada pembakaran lahan untuk budidaya pertanian.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020