Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane mengatakan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pimpinan Komjen Firli Bahuri patut diapresiasi setelah tim gabungan penyelidik dan penyidik KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap beberapa orang termasuk Bupati Kutai Timur Ismunandar.
Melalui siaran pers IPW yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat, Neta menilai OTT ini sekaligus menjawab keraguan segelintir orang atas kinerja Firli sebagai jenderal polisi dalam memimpin KPK.
IPW menilai dalam memimpin KPK selama ini, Firli telah bekerja sebagai polisi yang promoter (profesional, modern, terpercaya) dengan mengedepankan deteksi dini dan antisipasi demi kelangsungan proses pembangunan dan penyelamatan uang negara.
Terkait sejumlah kasus yang terkatung-katung penyelesaiannya, Neta meminta Firli agar tidak ragu untuk menerbitkan SP3 karena berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU KPK, lembaga antirasuah itu dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
"Sementara kasus yang ngambang di KPK sudah tahunan (bertahun-tahun). Kasus RJ Lino misalnya sudah lima tahun," katanya.
Namun sesuai Pasal 40 ayat (2), dalam penghentian penyidikan dan penuntutan itu, Firli harus melaporkannya ke Dewan Pengawas paling lambat satu pekan terhitung sejak dikeluarkannya SP3.
Selain itu KPK juga wajib mengumumkan SP3 tersebut kepada publik.
"Semua ini harus dilakukan Firli agar proses SP3 itu transparan. Dan jika ditemukan bukti baru, penghentian penyidikan dan penuntutan itu dapat dicabut oleh pimpinan KPK," ujarnya.
IPW berharap sebagai jenderal polisi senior, Firli segera menjalankan pasal-pasal di UU KPK tersebut agar tercipta kepastian hukum.
"Sehingga KPK tidak menjadi lembaga yang zalim menghukum orang tanpa alat bukti," imbuh Neta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Melalui siaran pers IPW yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat, Neta menilai OTT ini sekaligus menjawab keraguan segelintir orang atas kinerja Firli sebagai jenderal polisi dalam memimpin KPK.
IPW menilai dalam memimpin KPK selama ini, Firli telah bekerja sebagai polisi yang promoter (profesional, modern, terpercaya) dengan mengedepankan deteksi dini dan antisipasi demi kelangsungan proses pembangunan dan penyelamatan uang negara.
Terkait sejumlah kasus yang terkatung-katung penyelesaiannya, Neta meminta Firli agar tidak ragu untuk menerbitkan SP3 karena berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU KPK, lembaga antirasuah itu dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
"Sementara kasus yang ngambang di KPK sudah tahunan (bertahun-tahun). Kasus RJ Lino misalnya sudah lima tahun," katanya.
Namun sesuai Pasal 40 ayat (2), dalam penghentian penyidikan dan penuntutan itu, Firli harus melaporkannya ke Dewan Pengawas paling lambat satu pekan terhitung sejak dikeluarkannya SP3.
Selain itu KPK juga wajib mengumumkan SP3 tersebut kepada publik.
"Semua ini harus dilakukan Firli agar proses SP3 itu transparan. Dan jika ditemukan bukti baru, penghentian penyidikan dan penuntutan itu dapat dicabut oleh pimpinan KPK," ujarnya.
IPW berharap sebagai jenderal polisi senior, Firli segera menjalankan pasal-pasal di UU KPK tersebut agar tercipta kepastian hukum.
"Sehingga KPK tidak menjadi lembaga yang zalim menghukum orang tanpa alat bukti," imbuh Neta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020