Pemerintah Kuba pada minggu ini mengatakan dua obat yang dikembangkan oleh industri bioteknologi dalam negeri efektif mengurangi angka kematian akibat COVID-19 karena obat itu meringankan peradangan akut (hiperinflamasi) pada pasien dengan gejala sakit parah.

Otoritas kesehatan setempat mencatat hanya dua pasien meninggal dunia dari 200 pasien yang masih dirawat di rumah sakit dalam sembilan hari terakhir. Informasi itu menunjukkan Kuba kemungkinan berhasil menanggulangi wabah.

Pemerintah, yang berharap dapat meningkatkan ekspor produk biofarmasinya, telah mencoba berbagai macam obat hasil buatannya untuk mencegah penularan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), penyebab COVID-19, serta gejala penyakitnya.

Otoritas setempat menyebut angka kematian pada pasien COVID-19 dengan gejala sakit parah berkurang setelah dua obat buatan Kuba itu mulai digunakan pada April.



Dua obat itu, itolizumab dan peptida, diyakini dapat menenangkan "badai sitokin", kondisi tubuh yang terjadi saat sistem imun mulai menyerang jaringan tubuh sehat saat melawan virus.

Itolizumab merupakan antibodi monoklonal yang diproduksi di Kuba dan daerah lain, sementara peptida telah memasuki tahap II uji klinis untuk mengobati rheumatoid arthritis. Industri bioteknologi Kuba mengklaim jadi yang pertama menemukan peptida untuk pengobatan.

"Sekitar 80 persen pasien yang kritis akhirnya sekarat. Di Kuba, dengan menggunakan dua obat itu, 80 persen pasien yang kritis atau dalam kondisi serius berhasil diselamatkan," kata Presiden Miguel Diaz-Canel, Kamis (21/5) saat menghadiri pertemuan yang disiarkan oleh televisi pemerintah.

Sejumlah ilmuwan mengingatkan penelitian terkontrol dengan skala lebih besar dibutuhkan guna menguatkan pengetahuan mengenai keamanan dan kemanjuran obat COVID-19 tersebut.

Namun, pengobatan hasil uji coba Kuba itu dapat membantu menekan tingkat kematian sampai 4,2 persen, sementara rata-rata di kawasan dan dunia masing-masing sebanyak 5,9 persen dan 6,6 persen, kata otoritas kesehatan.

Tingkat kematian akibat suatu penyakit dihitung dari banyak variabel, di antaranya termasuk tingkat pemeriksaan, kualitas sistem kesehatan, usia dan kondisi kesehatan penduduk.

Data resmi menunjukkan Kuba, negara dengan layanan kesehatan universal dan sistem perawatan yang baik, berhasil menanggulangi wabah.

Otoritas setempat mencatat kurang dari 20 kasus COVID-19 baru per hari selama seminggu terakhir. Angka itu menunjukkan penurunan saat Kuba mencapai lonjakan tertinggi 50 sampai 60 pasien per hari pada pertengahan April.

Sejauh ini, Kuba mencatat 1.916 orang dari total penduduk 11 juta jiwa positif tertular COVID-19. Dari jumlah pasien positif, 81 di antaranya meninggal dunia.

Dengan demikian, kemungkinan penularan COVID-19 di Kuba hanya mencapai 0,71 orang per 100.000 penduduk, sementara di Amerika Serikat tingkat penyebaran lebih besar dengan 29 orang per 100.000 penduduk, demikian proyeksi dari Johns Hopkins University.

Tindakan cepat pemerintah menanggulangi wabah membantu Kuba mengatasi krisis kesehatan tersebut. Setelah menutup perbatasan, sekolah dan transportasi umum pada Maret, Kuba mewajibkan warga tetap berada di rumah, mengenakan masker, dan menggunakan sistem pelacakan yang efektif guna menekan penularan virus.

Sumber: Reuters
 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020