Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur mengapresiasi kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menunda sebagian tahapan pilkada serentak 2020 dampak mewabahnya Virus Corona jenis baru atau COVID-19.
"Penundaan itu adalah kebijakan yang tepat guna mempersempit penyebaran wabah corona di segala aktivitas penyelenggaraan Pilkada serentak," kata Ketua KIPP Jatim Novli Thyssen, di Surabaya, Minggu.
Penundaan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor : 179/PL.02-Kpt/01/KPU/lII/2020 Tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Hal ini, lanjut dia, mengingat penyelenggaraan tahapan verifikasi faktual dukungan perseorangan dan tahapan pemutakhiran data pemilih dengan coklit (pencocokan dan penelitian) sangat berpotensi menyebarnya virus corona karena adanya interaksi fisik maupun verbal di antara petugas penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu dengan masyarakat pemilih.
Sedangkan, lanjut dia, data pasien yang terinfeksi Virus Corona dari hari ke hari terus bertambah dan penyebarannya meluas di 17 provinsi dan beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Bahkan per tanggal 20 maret sebanyak 369 positif, 32 pasien meninggal dunia.
"KPU harus bijak belajar dari pengalaman pelaksanaan pemilu tahun 2019 yang memakan korban jiwa sebanyak 554 korban jiwa, langkah antisipasi ini penting guna mencegah terjadinya korban jiwa," ujarnya.
Menurut dia, tidak etis jika pemerintah mengimbau masyarakatnya untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, sedangkan petugas penyelenggara pemilihan tetap harus tunduk regulasi untuk melaksanakan tugas tugasnya yang justru dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
Penundaan pelaksanaan sebagian tahapan Pilkada telah sesuai dengan regulasi UU Nomor 1 Tahun 2015, khususnya pasal 120 ayat 1, di mana penundaan dapat dilakukan dikarenakan adanya gangguan lainnya (wabah pandemi corona) maka dilakukan pemilihan lanjutan.
"Yang tentunya sebelum dilaksanakan pemilihan lanjutan harus terlebih dahulu diterbitkan penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan (pasal 122 ayat 1)," ujarnya.
Ia menjelaskan KPU dapat menunda tahapan pelaksanaan pemilihan sampai waktu yang tidak ditetapkan (kondisional), sampai dirasa bahwa situasi kembali normal dalam artian wabah corona telah dapat ditangani dan bukan merupakan ancaman lagi.
Meski demikian, penundaan ini bisa berimplikasi pada tahapan pemilihan lainnya. Bahkan jadwal tahapan yang telah ditentukan tidak menutup kemungkinan pemungutan suara diundur dari tanggal penetapannya 23 September 2020.
"Namun, sekali lagi kebijakan ini sangat penting diambil, karna nyawa satu manusia tidak sebanding dengan hasil pemilu itu sendiri. Karena pada hakikatnya pemilu adalah pesta demokrasi, pesta rakyat, harusnya rakyat bersuka cita, bukan berduka cita," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Penundaan itu adalah kebijakan yang tepat guna mempersempit penyebaran wabah corona di segala aktivitas penyelenggaraan Pilkada serentak," kata Ketua KIPP Jatim Novli Thyssen, di Surabaya, Minggu.
Penundaan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor : 179/PL.02-Kpt/01/KPU/lII/2020 Tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Hal ini, lanjut dia, mengingat penyelenggaraan tahapan verifikasi faktual dukungan perseorangan dan tahapan pemutakhiran data pemilih dengan coklit (pencocokan dan penelitian) sangat berpotensi menyebarnya virus corona karena adanya interaksi fisik maupun verbal di antara petugas penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu dengan masyarakat pemilih.
Sedangkan, lanjut dia, data pasien yang terinfeksi Virus Corona dari hari ke hari terus bertambah dan penyebarannya meluas di 17 provinsi dan beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Bahkan per tanggal 20 maret sebanyak 369 positif, 32 pasien meninggal dunia.
"KPU harus bijak belajar dari pengalaman pelaksanaan pemilu tahun 2019 yang memakan korban jiwa sebanyak 554 korban jiwa, langkah antisipasi ini penting guna mencegah terjadinya korban jiwa," ujarnya.
Menurut dia, tidak etis jika pemerintah mengimbau masyarakatnya untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, sedangkan petugas penyelenggara pemilihan tetap harus tunduk regulasi untuk melaksanakan tugas tugasnya yang justru dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
Penundaan pelaksanaan sebagian tahapan Pilkada telah sesuai dengan regulasi UU Nomor 1 Tahun 2015, khususnya pasal 120 ayat 1, di mana penundaan dapat dilakukan dikarenakan adanya gangguan lainnya (wabah pandemi corona) maka dilakukan pemilihan lanjutan.
"Yang tentunya sebelum dilaksanakan pemilihan lanjutan harus terlebih dahulu diterbitkan penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan (pasal 122 ayat 1)," ujarnya.
Ia menjelaskan KPU dapat menunda tahapan pelaksanaan pemilihan sampai waktu yang tidak ditetapkan (kondisional), sampai dirasa bahwa situasi kembali normal dalam artian wabah corona telah dapat ditangani dan bukan merupakan ancaman lagi.
Meski demikian, penundaan ini bisa berimplikasi pada tahapan pemilihan lainnya. Bahkan jadwal tahapan yang telah ditentukan tidak menutup kemungkinan pemungutan suara diundur dari tanggal penetapannya 23 September 2020.
"Namun, sekali lagi kebijakan ini sangat penting diambil, karna nyawa satu manusia tidak sebanding dengan hasil pemilu itu sendiri. Karena pada hakikatnya pemilu adalah pesta demokrasi, pesta rakyat, harusnya rakyat bersuka cita, bukan berduka cita," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020