Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak seperti Wildlife Conversation Society (WCS) Indonesia dan Center for Environment, Fisheries and Aquaculture Science (CEFAS) Inggris guna mencegah kepunahan hiu dan pari.
"Beberapa jenis hiu dan pari, seperti Hiu Mako, Pari Gitar, dan Pari Liong Bun telah dimasukkan ke dalam daftar Apendiks II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Untuk itu penting sekali membekali petugas di lapangan dengan pengetahuan dari aspek regulasi, biologi, ekologi, proses identifikasi, dan pelaporan pemanfaatan hiu dan pari," ujar Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono dalam keterangan persnya, Senin.
Sebagaimana diketahui, populasi hiu dan pari di dunia terus mengalami penurunan, sehingga beberapa jenis dari kedua fauna laut ini masuk dalam daftar Apendiks CITES. Untuk itu, maka ke depannya sejumlah ketentuan terkait hal tersebut juga diatur, seperti pengelolaan sumber daya ikan harus mengedepankan aspek keberlanjutan (sustainability), sesuai aturan (legality) dan ketertelusuran (traceability).
Baca juga: Jaga Natuna, Menteri Edhy perlu reorientasi pengawasan laut
Aryo menjelaskan, KKP berkomitmen mewujudkan SDM yang unggul di bidang konservasi sumber daya kelautan dan perikanan melalui Training of Trainers (TOT) identifikasi hiu dan pari, yang akan digelar di Jakarta pada 6-10 Januari 2020.
Hal itu, ujar dia, dilakukan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo tentang pembangunan sumberdaya manusia yang menjadi prioritas utama pada Kabinet Indonesia Maju.
"TOT ini merupakan bagian dari implementasi kerja sama antara KKP, CEFAS, The University of Salford, dan WCS yang ditandatangani pada tahun 2018," imbuh Aryo Hanggono.
Dia menambahkan, Indonesia memiliki potensi dan keragaman sumberdaya ikan tinggi, termasuk Ikan Hiu dan Pari. Setidaknya terdapat 218 jenis Ikan Hiu dan Pari ditemukan di perairan Indonesia, meliputi 114 jenis Hiu, 101 jenis Pari dan tiga jenis ikan Hiu Hantu yang termasuk ke dalam 44 suku.
Hiu dan pari, kata Aryo memiliki nilai ekonomis tinggi untuk konsumsi dan juga sebagai objek wisata, sehingga ekspolitasi terhadap jenis ini cukup tinggi baik sebagai target tangkapan utama maupun tangkapan samping.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Andi Rusandi menambahkan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PRL yaitu Balai/Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL/LPSPL) telah melakukan pengelolaan Hiu dan Pari secara aktif dengan memberikan rekomendasi pada setiap produk hiu dan pari yang akan diekspor, sebelum diterbitkan sertifikat HC oleh karantina ikan.
"Guna mencegah perdagangan illegal Hiu dan Pari yang dilindungi dan dilarang ekspor, petugas verifikasi yang ada di BPSPL/LPSPL melakukan identifikasi produk sebelum dilalulintaskan. Akan tetapi pada pelaksanaannya sangat sulit untuk mengetahui asal produk karena minimnya informasi, catatan dan dokumentasi produk saat penangkapan," ungkap Andi.
Baca juga: BEI diapresiasi hingga KKP perketat pengawasan perairan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Beberapa jenis hiu dan pari, seperti Hiu Mako, Pari Gitar, dan Pari Liong Bun telah dimasukkan ke dalam daftar Apendiks II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Untuk itu penting sekali membekali petugas di lapangan dengan pengetahuan dari aspek regulasi, biologi, ekologi, proses identifikasi, dan pelaporan pemanfaatan hiu dan pari," ujar Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono dalam keterangan persnya, Senin.
Sebagaimana diketahui, populasi hiu dan pari di dunia terus mengalami penurunan, sehingga beberapa jenis dari kedua fauna laut ini masuk dalam daftar Apendiks CITES. Untuk itu, maka ke depannya sejumlah ketentuan terkait hal tersebut juga diatur, seperti pengelolaan sumber daya ikan harus mengedepankan aspek keberlanjutan (sustainability), sesuai aturan (legality) dan ketertelusuran (traceability).
Baca juga: Jaga Natuna, Menteri Edhy perlu reorientasi pengawasan laut
Aryo menjelaskan, KKP berkomitmen mewujudkan SDM yang unggul di bidang konservasi sumber daya kelautan dan perikanan melalui Training of Trainers (TOT) identifikasi hiu dan pari, yang akan digelar di Jakarta pada 6-10 Januari 2020.
Hal itu, ujar dia, dilakukan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo tentang pembangunan sumberdaya manusia yang menjadi prioritas utama pada Kabinet Indonesia Maju.
"TOT ini merupakan bagian dari implementasi kerja sama antara KKP, CEFAS, The University of Salford, dan WCS yang ditandatangani pada tahun 2018," imbuh Aryo Hanggono.
Dia menambahkan, Indonesia memiliki potensi dan keragaman sumberdaya ikan tinggi, termasuk Ikan Hiu dan Pari. Setidaknya terdapat 218 jenis Ikan Hiu dan Pari ditemukan di perairan Indonesia, meliputi 114 jenis Hiu, 101 jenis Pari dan tiga jenis ikan Hiu Hantu yang termasuk ke dalam 44 suku.
Hiu dan pari, kata Aryo memiliki nilai ekonomis tinggi untuk konsumsi dan juga sebagai objek wisata, sehingga ekspolitasi terhadap jenis ini cukup tinggi baik sebagai target tangkapan utama maupun tangkapan samping.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Andi Rusandi menambahkan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PRL yaitu Balai/Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL/LPSPL) telah melakukan pengelolaan Hiu dan Pari secara aktif dengan memberikan rekomendasi pada setiap produk hiu dan pari yang akan diekspor, sebelum diterbitkan sertifikat HC oleh karantina ikan.
"Guna mencegah perdagangan illegal Hiu dan Pari yang dilindungi dan dilarang ekspor, petugas verifikasi yang ada di BPSPL/LPSPL melakukan identifikasi produk sebelum dilalulintaskan. Akan tetapi pada pelaksanaannya sangat sulit untuk mengetahui asal produk karena minimnya informasi, catatan dan dokumentasi produk saat penangkapan," ungkap Andi.
Baca juga: BEI diapresiasi hingga KKP perketat pengawasan perairan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020