Guru besar Universitas Andalas (Unand) Padang Prof Herwandi menilai industri batik di Sumatera Barat mengalami kesulitan penciptaan motif baru dan kelangkaan sumber daya manusia.
"Meski pun sudah mulai bergairah, industri batik di Sumbar belum berkembang dengan baik dan belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri," kata dia di Padang, Senin.
Ia menyampaikan hal itu pada orasi ilmiah pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam bidang ilmu arkeologi pada Fakultas Ilmu Budaya Unand dengan materi Arkeologi Seni Pola Hias Minangkabau dari Artefak Seni ke Motif Batik Kreatif di Sumbar.
Menurutnya permintaan pasar terhadap batik Sumbar cukup besar namun tidak terpenuhi oleh produksi lokal sehingga sebagian besar kebutuhan batik masih dipasok dari Jawa.
Baca juga: Legislator : batik nasional merupakan identitas bangsa indonesia
"Batik asal Jawa selain kualitasnya agak lebih baik juga mudah diperoleh, ironisnya ada batik dengan motif asal Sumatera Barat yang buat di sentra produksi di Jawa karena harus mengejar target guna memenuhi pesanan," ujar guru besar bidang arkeologi keempat yang ada di Indonesia itu.
Ia menilai sebagai produk industri kreatif batik mengandalkan kreativitas perajin dan orang yang terlibat dalam proses tersebut. Sumbar kekurangan tenaga dan sumber daya manusia perajin batik, sentra-sentra industri batiknya belum merata di setiap kabupaten dan kota, katanya.
Saat ini daerah yang memilik sentra batik di Sumbar meliputi Kota Padang, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Jika dijumlahkan perajin batik di Sumbar tak lebih dari 120 orang, kemampuannya pun tidak merata, yang busa mengerjakan dari awal sampai tuntas hanya bisa dihitung dengan jari, katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi membatik Garuda Nusantara
Akibatnya, lanjut dia motif batik yang dihasilkan menjadi sedikit sehingga salah satu keluhan perajin adalah penciptaan motif baru yang mampu bersaing dan diminati pasar.
Selain itu ia menemukan perajin belum memahami filosofi seni hias Minangkabau sehingga desain yang dihasilkan tidak sesuai dengan filosofi adat yaitu melakukan penggambaran makhluk hidup yang sebetulnya harus dihindari.
Memang ada sejumlah kegiatan merancang desain baru pola hias, sayangnya ada yang membuat desain makhluk hidup yang bertentangan dengan filosofi adat seperti motif kabau padati, kudo bendi, urang baaldang dan lainnya.
Oleh sebab itu ia menyarankan perajin batik di Sumbar perlu diberikan pemahaman tentang nilai-nilai adat dan seni terkait motif pola hias Minangkabau yang memiliki filosofi tinggi berasal dari pemikiran adat alam takambang jadi guru.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Meski pun sudah mulai bergairah, industri batik di Sumbar belum berkembang dengan baik dan belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri," kata dia di Padang, Senin.
Ia menyampaikan hal itu pada orasi ilmiah pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam bidang ilmu arkeologi pada Fakultas Ilmu Budaya Unand dengan materi Arkeologi Seni Pola Hias Minangkabau dari Artefak Seni ke Motif Batik Kreatif di Sumbar.
Menurutnya permintaan pasar terhadap batik Sumbar cukup besar namun tidak terpenuhi oleh produksi lokal sehingga sebagian besar kebutuhan batik masih dipasok dari Jawa.
Baca juga: Legislator : batik nasional merupakan identitas bangsa indonesia
"Batik asal Jawa selain kualitasnya agak lebih baik juga mudah diperoleh, ironisnya ada batik dengan motif asal Sumatera Barat yang buat di sentra produksi di Jawa karena harus mengejar target guna memenuhi pesanan," ujar guru besar bidang arkeologi keempat yang ada di Indonesia itu.
Ia menilai sebagai produk industri kreatif batik mengandalkan kreativitas perajin dan orang yang terlibat dalam proses tersebut. Sumbar kekurangan tenaga dan sumber daya manusia perajin batik, sentra-sentra industri batiknya belum merata di setiap kabupaten dan kota, katanya.
Saat ini daerah yang memilik sentra batik di Sumbar meliputi Kota Padang, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Jika dijumlahkan perajin batik di Sumbar tak lebih dari 120 orang, kemampuannya pun tidak merata, yang busa mengerjakan dari awal sampai tuntas hanya bisa dihitung dengan jari, katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi membatik Garuda Nusantara
Akibatnya, lanjut dia motif batik yang dihasilkan menjadi sedikit sehingga salah satu keluhan perajin adalah penciptaan motif baru yang mampu bersaing dan diminati pasar.
Selain itu ia menemukan perajin belum memahami filosofi seni hias Minangkabau sehingga desain yang dihasilkan tidak sesuai dengan filosofi adat yaitu melakukan penggambaran makhluk hidup yang sebetulnya harus dihindari.
Memang ada sejumlah kegiatan merancang desain baru pola hias, sayangnya ada yang membuat desain makhluk hidup yang bertentangan dengan filosofi adat seperti motif kabau padati, kudo bendi, urang baaldang dan lainnya.
Oleh sebab itu ia menyarankan perajin batik di Sumbar perlu diberikan pemahaman tentang nilai-nilai adat dan seni terkait motif pola hias Minangkabau yang memiliki filosofi tinggi berasal dari pemikiran adat alam takambang jadi guru.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019