Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin berharap ke depan bank syariah bisa lebih mandiri bukan lagi sebagai unit dari bank konvensional sebagaimana yang terjadi saat ini.

"Sebaiknya bank syariah berdiri sendiri, tidak lagi sebagai unit bank konfensional, sehingga manfaatnya bisa jauh lebih maksimal," kata Gubernur usai pembukaan pertemuan Forum Riset Perbankan Syariah ke-6 2013 di Banjarmasin, Rabu.

Selain itu, tambah Gubernur, dengan berdiri sendiri, maka status bank juga akan lebih jelas, yaitu bank syariah, bukan unit dari bank konfensional.

Gubernur juga berharap, bank syariah selain bergelut pada sektor ekonomi kreatif, sektor riil dan UMKM juga mampu membiayai sektor pembangunan pemerintah.

Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tazkia Jakarta, Rahmat Mulyana MM mengatakan, keberadaan bank syariah merupakan jawaban terhadap kesenjangan yang terjadi di masyarakat, terutama antara pengusaha atau masyarakat kecil dengan masyarakat atau pengusaha besar.

Menurut Rahmat, lembaga syariah merupakan lembaga yang lebih memihak kepada sektor riil dan UMKM, terbukti dana penyaluran kredit UMKM mencapai 103 persen dibanding dengan penghimpunan dana masyarakat atau pihak ketiga.

"Itu artinya, bank syariah berani memanfaatkan seluruh modalnya bahkan memanfaatkan uang sendiri, untuk membiayai sektor UMKM dan riil," katanya.

Hal itu, tambah dia, berbeda dengan bank konfensional yang pembiayaan UMKM dan sektor lainnya hanya sekitar 60 persen dari dana yang dihimpun masyarakat.

Direktur Departemen Perbankan Syariah Ahmad Buchori mengatakan, perkembangan bank syariah nasional bahkan di beberapa negara lainnya cukup bagus dalam beberapa tahun terakhir.

Hal tersebut, kata dia, terbukti dari aset yang dikelola oleh industri keuangan syariah global kini diperkirakan telah mencapai 1,6 triliun dolar AS.

Hal itu terjadi, tambah dia, karena semakin banyak negara mengadopsi keuangan syariah, tidak sebatas negara-negara Islam atau berpenduduk mayoritas muslim.

"Hal ini menunjukkan keuangan syariah tidak bersifat eksklusif namun memiliki rasionalitas ekonomi yang diterima luas," katanya.

Sedangkan perkembangan perbankan syariah dan hal-hal terkait yang menjadi fokus perhatian Bank Indonesia sejak triwulan pertama tahun 2013, secara umum industri perbankan syariah masih menunjukkan kinerja yang baik.

Hingga April, tambah Buchori, aset perbankan syariah (BUS, UUS, BPRS) telah mencapai Rp212,8 triliun, dengan laju pertumbuhan sebesar 43,6 persen.

Share aset terhadap perbankan nasional masih sebesar 4,8 persen, meski demikian, jumlah akun dana nasabah yang dikelola industri perbankan syariah telah mencapai 11,9 juta atau �9 persen dari akun dana yang dikelola perbankan nasional.

Selain itu, fungsi intermediasi perbankan syariah juga berjalan optimal, tercermin dari rasio pembiayaan terhadap DPK (rasio FDR) bank-bank umum syariah yang mencapai 103,1 persen, yang ditunjang pula dengan kualitas pembiayaan yang baik, dengan rasio pembiayaan bermasalah (NPF net) 1,8 persen.

Hal-hal yang perlu dicermati, tambah dia, adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 2-2013 yang diprakirakan bisa ke batas bawah kisaran prakiraan sebelumnya sebesar 5,9 persen-6,1 persen.

Kondisi tersebut terjadi, seiring terbatasnya pertumbuhan ekspor dan investasi. Selain itu, BI mencermati bahwa ekspektasi inflasi cenderung meningkat terkait rencana perubahan kebijakan subsidi BBM yang akan ditempuh pemerintah.

Perkembangan tersebut berpotensi mengurangi laju pertumbuhan dan atau kualitas pembiayaan bank-bank syariah.

Selain itu, potensi kenaikan suku bunga sebagai respon atas kondisi tersebut, dapat memperketat likuiditas bank-bank syariah yang sejak tahun lalu cenderung ketat akibat laju penambahan DPK yang lebih rendah dibandingkan laju ekspansi pembiayaan.

Pewarta:

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013