Bupati Kotabaru, Kalimantan Selatan H. Irhami Ridjani menyatakan, fatwa haram tidak dapat dialamatkan pada semua perusahaan namun harus ada indikator yang jelas.

Pernyataan itu dikatakan bupati Selasa menyusul keinginan Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang akan bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)  mengeluarkan fatwa haram bagi perusak lingkungan.

Menurut Irhami, fatwa haram bisa saja dilabelkan pada perusahaan tambang batu bara yang dinilai tidak melakukan penambangan sesuai dengan prosedur yang benar.

Tetapi tidak dapat dialamatkan terhadap perusahaan yang belum melakukan aktivitas penambangan namun sudah diduga akan melakukan merusak lingkungan.

Dia menduga perusahaan tertentu akan melakukan perusakan lingkungan, padahal perusahaan tersebut belum beroperasi sehingga tidak dapat dijadikan alasan untuk menetapkan haram.

Menyinggung akan adanya perusahaan tambang berencana membuka pertambangan di wilayah Kotabaru, Irhami mengaku tidak serta merta menyetujui sebelum syarat dan kajian dipenuhi sesuai mekanisme yang benar.

"Sebelum syarat-syaratnya dipenuhi kita juga tidak mau perusahaan itu beroperasi apalagi jika perusahaan tersebut merusak lingkungan," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta  mengatakan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup akan bekerja sama dengan MUI untuk mengeluarkan fatwa haram bagi perusak lingkungan.

Hal itu disampaikan usai pembukaan sosialisasi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kalsel.

Menurut dia, fatwa haram yang diharapkan dikeluarkan MUI itu sebagai salah satu upaya gerakan moral bagi perusahaan atau pribadi yang melakukan pengrusakan alam melebihi batas kemampuan yang telah ditetapkan.

Fatwa tersebut, kata dia, misalnya bisa dikeluarkan bila ada perusahaan yang melakukan eksploitasi yang melebihi daya kemampuan alam sekitarnya.

"Jadi bila kondisi alam tidak memungkinkan dieksploitasi namun tetap diberikan izin maka eksploitasi tersebut bisa dinyatakan haram," katanya.(C/A)

Pewarta:

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2011