Erens Behuku, terdakwa kasus penganiayaan yang baru divonis satu tahun penjara tanpa diduga melempari majelis hakim dengan menggunakan sebuah pena dan nyaris memukuli jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Ambon, Katerina Lesbata.
Awalnya majelis hakim diketuai RA Didi Ismiatun didampingi Christina Tetelepta dan Amaye Yambeyabdi membuka persidangan di Ambon, Kamis, dengan agenda pembacaan keputusan.
Terdakwa yang dijerat melanggar pasal 351 KUH Pidana akibat memarangi rekannya dengan sebilah paran gara-gara sebatang rokok dijatuhi vonis satu tahun penjara dan sama dengan tuntutan JPU Kejari Ambon.
Setelah itu terdakwa dipersilahkan majelis hakim berkonsultasi dengan penasihat hukumnya Peny Tupan dan mereka sepakat untuk menerima keputusan majelis hakim.
Baca juga: Hakim akan dilaporkan ke Bawas MA dan KY
Terdakwa lalu disuruh mendekati panitera pengganti untuk menandatangani sebuah surat usai sidang keputusan, dan setelah itu tanpa diduga terdakwa dengan wajah emosi langsung melempari majelis hakim dengan pena dari jarak dekat.
Aksi terdakwa membuat majelis hakim, JPU, maupun penasihat hukum dan pengunjung ruang sidang jadi kaget dan terkesima.
Selang beberapa detik, petugas kejaksaan yang mengawal tahanan masuk dan mengeluarkan terdakwa dari ruang sidang, namun JPU yang ikut dari belakang memarahi terdakwa karena perbuatanya tanpa diduga balik melayangkan pukulan ke arah JPU.
Salah satu pengacara praktek di kantor PN Ambon, Wendy Tuaputimain mengatakan, tindakan terdakwa sudah termasuk contempt of court atau menghina persidangan karena berani menyerang majelis hakim dan JPU.
Baca juga: Hakim tegur pemohon minta "pemilihan suara ulang"
"Semestinya proses persidangan di PN Ambon melibatkan petugas pengamanan agar masalah seperti ini tidak terulang lagi sehingga keamanan dan keselamatan majelis hakim maupun peserta sidang lainnya bisa terjamin," ujarnya.
Peristiwa pelemparan dalam ruang sidang yang secara tiba-tiba oleh terdakwa membuat majelis hakim sempat merasa trauma.
Akibatnya, dalam persidangan berikutnya majelis hakim mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi dengan meminta petugas kejaksaan memasang borgol di tangan para terdakwa yang akan menjalani persidangan.
Baca juga: Bid Dokkes Polda Kalsel dorong 17 poliklinik terakreditasi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Awalnya majelis hakim diketuai RA Didi Ismiatun didampingi Christina Tetelepta dan Amaye Yambeyabdi membuka persidangan di Ambon, Kamis, dengan agenda pembacaan keputusan.
Terdakwa yang dijerat melanggar pasal 351 KUH Pidana akibat memarangi rekannya dengan sebilah paran gara-gara sebatang rokok dijatuhi vonis satu tahun penjara dan sama dengan tuntutan JPU Kejari Ambon.
Setelah itu terdakwa dipersilahkan majelis hakim berkonsultasi dengan penasihat hukumnya Peny Tupan dan mereka sepakat untuk menerima keputusan majelis hakim.
Baca juga: Hakim akan dilaporkan ke Bawas MA dan KY
Terdakwa lalu disuruh mendekati panitera pengganti untuk menandatangani sebuah surat usai sidang keputusan, dan setelah itu tanpa diduga terdakwa dengan wajah emosi langsung melempari majelis hakim dengan pena dari jarak dekat.
Aksi terdakwa membuat majelis hakim, JPU, maupun penasihat hukum dan pengunjung ruang sidang jadi kaget dan terkesima.
Selang beberapa detik, petugas kejaksaan yang mengawal tahanan masuk dan mengeluarkan terdakwa dari ruang sidang, namun JPU yang ikut dari belakang memarahi terdakwa karena perbuatanya tanpa diduga balik melayangkan pukulan ke arah JPU.
Salah satu pengacara praktek di kantor PN Ambon, Wendy Tuaputimain mengatakan, tindakan terdakwa sudah termasuk contempt of court atau menghina persidangan karena berani menyerang majelis hakim dan JPU.
Baca juga: Hakim tegur pemohon minta "pemilihan suara ulang"
"Semestinya proses persidangan di PN Ambon melibatkan petugas pengamanan agar masalah seperti ini tidak terulang lagi sehingga keamanan dan keselamatan majelis hakim maupun peserta sidang lainnya bisa terjamin," ujarnya.
Peristiwa pelemparan dalam ruang sidang yang secara tiba-tiba oleh terdakwa membuat majelis hakim sempat merasa trauma.
Akibatnya, dalam persidangan berikutnya majelis hakim mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi dengan meminta petugas kejaksaan memasang borgol di tangan para terdakwa yang akan menjalani persidangan.
Baca juga: Bid Dokkes Polda Kalsel dorong 17 poliklinik terakreditasi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019