Organisasi perlindungan satwa WWF menyatakan delapan kantong gajah yang menjadi habitat asli bagi gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) kondisinya kini kritis dan kian memprihatinkan sehingga berpeluang terjadi kepunahan lokal, karena perubahan bentang alam, yang membuat konflik dengan manusia makin sering terjadi.
“Kantong gajah sudah banyak beralih fungsi, yang berbentuk hutan makin sedikit, karena menjadi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Hal inilah yang membuat konflik gajah dengan manusia tidak bisa dihindari dan makin sering terjadi,” kata Humas WWF Program Riau, Syamsidar kepada ANTARA di Pekanbaru, Jumat.
Ia menyatakan alih fungsi hutan di kantong gajah juga kian mengancam kelestarian satwa dilindungi itu. Berdasarkan survey WWF, populasi gajah di sejumlah kantong tinggal segelintir dan berpeluang terjadi kepunahan lokal (local extinction).
Seperti di kantong gajah Rokan Hilir, kata dia, berdasarkan survey tinggal satu individu tersisa, begitu juga di kantong Batang Ulak. Kemudian di kantong Mahato-Barumun tinggal tiga individu dan kantong gajah Balai Raja hanya lima individu.
“Seperti di Mahato itu tiga individu yang tersisa semuanya betina, tidak ada peluang reproduksi lagi dan bisa terjadi apa yang disebut 'local extinction',” katanya.
Namun, katanya, populasi gajah sumatera masih cukup banyak di kantong gajah Giam Siak Kecil yang mencapai 50-60 individu. Kemudian di kantong Tesso Nilo Utara 30-38 ekor dan Tesso Nilo Tenggara 50-60 ekor.
Hanya saja, kata dia, kondisi kantong Tesso Nilo juga memprihatinkan sehingga rawan terjadi konflik dengan manusia, seperti yang kini terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu. Enam ekor gajah liar berkeliaran di kebun warga selama dua pekan terakhir dan meresahkan masyarakat setempat.
Ia mengatakan perlu ada upaya bersama agar menghindari atau minimal menekan konflik gajah dengan manusia. Pemegang izin konsesi perkebunan dan kehutanan yang berada di area kantong gajah perlu menerapkan manajemen perlindungan terhadap satwa bongsor itu.
“Konflik gajah dengan manusia akan terus terjadi karena kantong gajah makin sempit,” demikian Syamsidar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019